Yulia Sofiatin, dr., SPPD, “Penting, Edukasi tentang Hipertensi ke Masyarakat Desa”

vaksin covid-19
Dr. Yulia Sofiatin, dr., SPPD. (Foto: Dadan Triawan)*

[Unpad.ac.id, 6/07/2015] Hipertensi merupakan salah satu masalah besar bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Perlu adanya kesadaran dari masyarakat mengenai bahaya penyakit ini, diantaranya adalah dengan menerapkan pola hidup yang sehat sebagai tindakan pencegahan hipertensi.

Yulia Sofiatin, dr., SPPD
Yulia Sofiatin, dr., SPPD. (Foto oleh: Dadan T.)*

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unpad Yulia Sofiatin, dr., SPPD mengungkapkan, berbagai penelitian sebagai upaya pencegahan hipertensi telah dilakukan Unpad, khususnya melalui Pusat Studi Kesehatan dan Kebugaran Komunitas (Community Health and Wellness) FK Unpad yang saat ini diketuai oleh Prof. Rully M. A. Roesli, dr., SpPD-KGH, PhD. Salah satu penelitiannya adalah mengenai pengendalian asupan garam di masyarakat.

“Karena garam itu sudah terbukti banyak berperan pada hipertensi,” tutur dr. Yulia saat ditemui di Pusat Studi Kesehatan Komunitas, Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jln. Eyckman No. 38 Bandung, Selasa (23/06).

Fokus penelitian dilakukan di Jatinangor, yakni di Desa Cipacing, Cilayung, dan Hegarmanah. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa asupan garam masyarakat disana sangat tinggi, bahkan lebih tinggi daripada rata-rata asupan garam Indonesia. Angka kejadian hipertensi pun tinggi disana.

“Kalau hasil penelitian hipertensi di Indonesia itu prevalensinya sekitar 27%, di Jatinangor kita temukan hampir 39%,” ungkap dr. Yulia yang kini bertindak sebagai Koordinator Penelitian Hipertensi di Pusat Studi tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat ternyata masih banyak yang belum sadar bahwa ia sudah terkena hipertensi. Penderita hipertensi yang sudah sadar akan penyakitnya pun belum banyak yang berobat. Jika pun berobat, hanya sedikit yang terkontrol. “Yang terkontrol dan berobat cuma 4% dari keseluruhan penderita hipertensi,” ungkapnya.

Didapat hasil pula, masyarakat desa ternyata memiliki potensi hipertensi lebih tinggi daripada masyarakat kota. Hal tersebut sesuai dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, bahwa penderita hipertensi justru paling banyak dialami oleh orang di pedesaan. “Jadi bukan hanya orang kota sebetulnya yang harus dikasih tahu tentang hipertensi. Di desa juga penting,” ujar dr. Yulia.

Lebih lanjut dr. Yulia mengungkapkan bahwa masyarakat, terutama masyarakat desa masih banyak yang belum paham mengenai pola makan sehat. Selain tinggi garam, masih belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya makan buah dan sayuran. Selain itu, faktor pemicu risiko hipertensi lainnya adalah merokok, kurang olah raga, stres, genetik, dan kegemukan.

Salah satu metode dalam pengukuran asupan garam yang dilakukan oleh timnya adalah dengan mengukur ambang rasa asin yang kemudian dihubungkan dengan pengeluaran garam dari urin. Hasilnya, ada hubungan baik antara kedua hal tersebut. Semakin tinggi ambang rasa asin seseorang, ternyata semakin tinggi pula asupan garamnya yang diketahui dari hasil urinnya.

Yulia Sofiatin, dr., SPPD., Yayik Andini Eko Wati, dan *
Yulia Sofiatin, dr., SPPD., Yayik Andini Eko Wati, dan Prof. Rully MA Roesli, dr., SpPD-KGH, PhD *

Penelitian tersebut dilakukan oleh salah seorang mahasiswanya, Yayik Andini Eko Wati, yang mendapat penghargaan di Asia Pacific Congress of Hypertension 2015 di Bali pada 4-7 Juni 2015 lalu. Pada ajang tersebut, Yayik menjadi salah seorang peraih Young Investigator Award setelah mempresentasikan makalahnya yang berjudul “Moderate Correlation Between High Salt Taste Preference and High Sodium Intake”.

Pada penelitian tersebut, subjek penelitian diminta untuk berkumur dengan beberapa cairan yang memiliki tingkat konsentrasi garam yang berbeda. Kemudian, mereka diminta untuk menentukan cairan mana yang sudah terasa asinnya, untuk selanjutnya dicocokkan dengan pengeluaran garam dari urinnya.

Seseorang yang sudah terbiasa makan asin, tingkat kepekaanya terhadap asin menjadi berkurang. Ia baru bisa merasakan asin pada makanan dengan kadar garam yang lebih tinggi. Dengan demikian, dapat diketahui jika asupan garamnya selama ini sudah tinggi dan berpotensi hipertensi. “Nah, kita bisa mengukur asupan garam itu dengan kepekaan kita. Kalau kita perlu konsentrasi yang tinggi untuk bisa merasakan garam, berarti resiko untuk mengalami hipertensi lebih besar,” jelas dr. Yulia.

Selain hasil penelitian Yayik, delapan hasil penelitian mahasiswa lain serta dua dosen FK (salah satunya dr. Yulia) yang terkait dengan hipertensi, juga dipresentasikan dalam bentuk presentasi oral, moderated poster dan poster pada acara tesebut.

Kedepannya, ia mengungkapkan, penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai berbagai model prevensi hipertensi, terutama upaya pengurangan asupan garam, salah satunya adalah bagaimana cara masyarakat memasak mie instant untuk mengukur asupan garam mereka. Mie instant memang tinggi garam. Bukan hanya pada bumbunya, tetapi mie-nya sendiri sudah mengandung natrium tinggi.

“Penelitian yang akan kita lakukan adalah pakai mie instant. Bagaimana sih cara Anda membuat mie instant. Nanti kita hubungkan lagi dengan asupan garamnya. Kalau ini berkorelasi baik, artinya kita bisa gampang bilang ke masyarakat kalau Anda bikin mie instan kayak gini, resiko hipertensi,” ujar dr. Yulia.

Perempuan kelahiran Bandung, 31 Juli 1966 ini memang sudah sejak lama tertarik melakukan penelitian di bidang hipertensi. Berdasarkan data di Indonesia, diketahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini angka kesakitan dan kematian di Indonesia yang diakibatkan penyakit tidak menular, salah satunya adalah hipertensi,semakin tinggi. Hipertensi seringkali tidakbergejala, sehingga tidak mendapat perhatian dan akhirnya berakibat pada komplikasi berat, seperti jantung, stroke, dan gagal ginjal.

Hipertensi sendiri dikategorikan menjadi tiga, yaitu pre-hipertensi, ringan, dan berat. Konsumsi obat diperlukan jika penderita sudah mengalami hipertensi berat. “Kalau tekanan darah sedikit tinggi, itu tidak langsung dikasih obat. Perbaiki dulu gaya hidupnya. Makanannya, olah raganya, berat badannya, rokoknya, alkoholnya, ya diperbaiki lah semua,” ujar dr. Yulia.

Sementara penderita hipertensi berat atau yang tidak bisa dikendalikan dengan perbaikan gaya hidup, diharuskan untuk melakukan pengobatan secara teratur, agar tidak sampai terjadi komplikasi. Jika sudah sampai pada komplikasi, maka akan membutuhkan biaya yang tinggi untuk pengobatannya, serta menurunkan produktifitas dari penderita. Kerugian pun bukan hanya terjadi pada dirinya, tetapi juga menjadi beban keluarga dan masyarakat.

Untuk itu, ia dan timnya terus berupaya melakukan tindakan preventif atas penyakit ini. Salah satunya, yaitu dengan memberikan edukasi pada masyarakat melalui kolaborasi dengan berbagai bidang ilmu di Unpad. “Inginnya sih hasil penelitian kami bisa bermanfaat untuk masyarakat. Kita mau cari pola dan model prevensi yang paling efektif yang mana, pola pencegahan yang paling efektif yang mana. Kalau ini sudah ketemu dan bisa menurunkan angka hipertensi, kita sudah sangat senang,” harapnya.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: