Prof. Rina Indiastuti, SE., MSIE, “Sebagian Besar Bank di Indonesia Belum Efisien”

Prof. Rina Indiastuti, SE., MSIE (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 2/02/2016] Sektor perbankan di Indonesia sedang bersiap menghadapi permberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kompetisi yang secara alamiah akan terjadi di MEA memaksa perbankan Indonesia untuk memiliki daya saing dengan perbankan lainnya dari seluruh negara di kawasan ASEAN. Sektor bisnis lainnya juga dituntut memiliki daya saing yang harus terus meningkat. Bahkan negara maupun daerah harus menata ulang strategi penumbuhan daya saing secara makro.

Prof. Rina Indiastuti, SE., MSIE (Foto oleh: Dadan T.)*
Prof. Rina Indiastuti, SE., MSIE (Foto oleh: Dadan T.)*

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpad, Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE., mengungkapkan, sebagian besar bank di Indonesia dinilai belum efisien. “Efisiensi itu dinilai dari bagaimana mencapai target kinerja maksimal dengan biaya tertentu ,” ujar Prof. Rina saat ditemui beberapa waktu lalu.

Ukuran kinerja bisa ukuran pendapatan, net margin, atau ukuran lainnya. Pengendalian biaya harus dilakukan bukan dalam arti berhemat namun untuk memastikan bahwa biaya tertentu yang telah dikalkulasi akan menghasilkan kinerja maksimal dipastikan tidak akan membesar saat realisasinya.

Menurut Prof. Rina, ada tiga parameter dasar yang harus dimiliki perbankan dapat menjamin pertumbuhan daya saing yaitu mampu menciptakan pasar yang luas dan menguatkan posisi yang terukur dari mudah diakses, dalam (deep), dan efisien. Perbankan harus bisa terakses luas oleh seluruh pelosok masyarakat serta mampu meningkatkan jumlah tabungan masyarakat dan penyaluran kredit kepada masyarakat. Proses peningkatan capaian indikator tersebut akan memudahkan perluasan pasar dan posisi daya saing di MEA.

Guru Besar bidang Ekonomi Industri dan Perbankan ini menjelaskan, selain memiliki tiga parameter dasar sebagai prasyarat tersebut, perbankan juga harus melihat karakteristik dan potensi ekonomi dan sosial di lingkungan bisnisnya. Hal inilah yang acapkali terabaikan perbankan dalam proses membangun daya saing. Belum adanya proses fit in dengan dinamika lingkungan bisnisnya mengendalakan peningkatan daya saing perbankan Indonesia.

Sebagai agen pembangunan, fungsi perbankan ialah menghimpun dana dari masyarakat untuk kemudian disalurkan untuk pendanaan pembangunan. Meningkatnya intensitas kegiatan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup masyarakat.

Perbankan dapat berperan sebagai pengukur kemajuan suatu daerah. Indikator tersebut dilihat dari sejauh mana produktivitas perbankan dalam meningkatkan kredit produktif di daerah kerjanya. Mengacu pada definisi perbankan sebagai agen pembangunan, paling tidak, kata Prof. Rina, kredit produktifnya dapat tumbuh sehingga sektor kewirausahaan juga akan meningkat.

Melalui analogi tersebut, Prof. Rina menyimpulkan bahwa peningkatan daya saing merupakan integrasi pembangunan ekonomi dan sosial, termasuk di dalamnya pengembangan faktor kunci human capital.

“Daya saing adalah agregasi semua elemen. Agregasi ini dimulai dari integrasi ekonomi dan sosial,” kata Guru Besar kelahiran Kediri, 10 Januari 1961 tersebut.

Prof Rina Indiastuti 2 - DADANIntegrasi aspek ekonomi dan sosial menjadi muatan pengembangan potensi manusia. Para pemimpin negara, bisnis dan kita sebagai insan pendidikan harus mulai mengurai strategi membangun ‘ talent value chain’ secara global minimal di level ASEAN untuk akselerasi pertumbuhan daya saing.

Integrasi dipandang penting dalam menghadapi tantangan persaingan global. Dalam penelitian yang dilakukan Prof. Rina, faktor human capital terbukti secara empiris menjadi determinan kunci pengembangan daya saing dan pertumbuhan ekonomi.

Hanya saja, lanjut peneliti yang tergabung pada Forum Riset Stabilitas Keuangan Bank Indonesia , upaya meningkatkan human capital yang mendorong daya saing dan pertumbuhan memiliki nilai sukses jika mampu menjamin penciptaan lapangan kerja dan menjamin manusia yang bekerja tersebut semakin produktif.

“Kalau membangun manusia namun menciptakan kerja tidak produktif bahkan pengangguran, malah mendistorsi pembangunan sosial ekonomi itu sendiri,” kata Prof. Rina yang juga sebagai anggota Tim Review Kebijakan Industri Nasional 2011 – 2035, Kementerian Perindustrian RI.

Pembangunan berbasis pengetahuan
Berbicara mengenai penumbuhan daya saing di dalam jangka menengah dan panjang, Prof. Rina menjelaskan, ada hal strategis yaitu melakukan hal baru yang sudah dikaji, improvement, dan mengelola risiko. Tiga aspek tersebut dapat dilakukan berbasis pengetahuan (knowledge).

Proses dan materi pendidikan harus bisa melakukan adaptasi terhadap dinamika yang dihadapi pelaku usaha, pemerintah, maupun masyarakat. Hal inilah yang harus ditekankan khususnya pada sektor pendidikan tinggi agar mampu berkontribusi pada pembangunan manusia dan pembangunan bangsa, atau menjalankan moto education for future prosperity.

Menurut Prof. Rina, dosen harus mampu memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang perubahan apa yang akan terjadi di masa depan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa siap menghadapi berbagai tantangan yang akan terjadi di masa mendatang. Tantangan kegiatan riset yang dilakukan dosen antara lain untuk mampu memprediksi kebutuhan masyarakat dan negara masa kini dan masa mendatang.

Dengan demikian, Prof. Rina menyimpulkan bahwa pendidikan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Ini supaya bentukan daya saingnya semakin terwujud,” pungkas Prof. Rina.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

 

Share this: