Dr. Dwi Rustam Kendarto, S.Si., MT., “GIS dan Remote Sensing Permudah Perencanaan Kebijakan”

Dr. Dwi Rustam Kendarto, S.Si., MT. (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 16/06/2015] Teknologi Sistem Informasi Geografis / Geographic Information System (GIS) dan Pemetaan Jarak Jauh (remote sensing) saat ini sudah banyak diterapkan di berbagai bidang. Kedua teknologi ini sangat bermanfaat terutama untuk mempermudah perencanaan dan penerapan kebijakan.

Dr. Dwi Rustam Kendarto, S.Si., MT. (Foto oleh: Dadan T.)*
Dr. Dwi Rustam Kendarto, S.Si., MT. (Foto oleh: Dadan T.)*

Dosen Fakultas Tekonologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad, Dr. Dwi Rustam Kendarto, S.Si., MT. mengatakan, meski sekarang teknologi tersebut sudah banyak pemanfaatannya, namun seringkali tidak didasari dengan latar belakang kaidah keilmuan yang kuat. Semestinya, penggunaan alat tersebut diiringi dengan latar belakang pengetahuan ilmu yang kuat, sehingga tujuan yang ingin dicapai akan lebih tepat sasaran.

“Jadi pemahaman pelaku mengenai ruang lingkup GIS itu merupakan hal penting. Saat ini banyak yang menjadikan GIS hanya sebagai alat, tetapi kaidah di dalam keilmuan yang mendasari itu seringkali kurang. Seharusnya kita tahu background perencanaan/riset/project kita sebelum menggunakan GIS sebagai salah satu aplikasinya. Jadi karena GIS itu menjadi alat, kalau kita tidak paham terhadap tujuan kita, apa pekerjaan itu, jatuhnya tidak akan sesuai harapan,” tutur Dr. Dwi saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Ibarat seseorang yang sedang berhitung menggunakan kalkulator. Kalkulator itu hanya sebagai alat, sementara pemilihan angka dan metoda berhitung tetap si pelaku yang menentukan. Dengan demikian yang menentukan keberhasilan bukanlah alat, tetapi si pengguna.

“Ada beberapa memang hanya menampilkan peta yang tidak menggunakan pemahaman tujuan untuk apa. Tetapi kalau itu didasari dengan punya keilmuan, paham mengenai materinya, tentu dia akan menghasilkan output GIS yang lebih baik,” ujar Dr. Dwi.

Contohnya, jika berkaitan dengan perencanaan pertanian, maka yang sebaiknya terlibat adalah orang-orang yang berkaitan dengan pertanian. Para pelaku GIS adalah mereka yang paham akan latar belakang dibuatnya pemetaan, dan tujuan dilakukannya pemetaan itu.

“Secara sederhana GIS adalah sistem informasi spasial yang diolah dan dianalisis untuk memperoleh informasi spasial baru. Penerapan GIS relatif mudah sebetulnya. Intinya data sudah ada, diolah, analisis, output selesai. Tapi yang membutuhkan waktu, tenaga dan kepakaran adalah bagaimana data itu diambil, ngolahnya bagaimana, kemudian bagaimana mengaitkan dan menganalisisnya, itu sebenarnya yang nantinya akan diperoleh dengan data yang baik,” jelas pria kelahiran Sleman, 29 Oktober 1969 ini.

Dr. Dwi menjelaskan, GIS merupakan sistem informasi yang didalamnya berisi data-data, baik angka maupun ruang, untuk kemudian dikelola dan dianalisis, sehingga akan mendapatkan data baru yang sifatnya wilayah. Dalam analisis rancangan yang biasa ia susun, GIS dimanfaatkan sebagai bagian dari pengolahan data melalui remote sensing.

Pemanfaatan kedua teknologi ini banyak diterapkan, baik itu terkait ilmu alam maupun sosial. Dalam bidang pertanian misalnya, dapat digunakan untuk mengukur potensi kesuburan tanah, potensi kesehatan tanaman, hingga potensi kebencanaan.

“Misalnya mengenai irigasi di perkebunan. Biasanya informasi irigasi tidak detail. Jadi satu lahan dianggap sama semuanya. Padahal secara rinci, setiap areal (berapa hektar) itu beda-beda kebutuhan airnya. Kalau kita petakan, akan ketahuan yang sekarang butuh diberi air itu yang mana dan kenapa,” jelas Dr. Dwi.

Selain itu, penggunaan penginderaan jauh dan GIS juga bisa dilakukan untuk mengetahui tanaman mana yang terserang hama, prediksi panen, kondisi lahan, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat mempermudah dalam perencanaan dan penentuan kebijakan agar tepat sasaran. “Kalau tepat sasaran kan terjadi efisiensi. Pemborosan dana dan lain-lain akan berkurang,” tuturnya.

Manfaat GIS dalam pengelolaan DAS antara lain adalah penetapan kawasan lindung, produksi, budidaya, atau penetapan kawasan prioritas penanganan berdasarkan kekritisan DAS. Selain itu dalam kaitan dengan keterkaitan hulu-hilir, penggunaan GIS dapat digunakan sebagai panduan dalam penerapan subsidi atau pembiayaan hulu-hilir serta reward dan punishment. Misalnya mengenai banjir Jakarta, perlu peran serta Jakarta dalam penataan kawasan puncak.

Meski pemanfaatan GIS dapat mempermudah dalam penentuan kebijakan, tetapi dalam kenyataannya banyak juga yang tidak mengindahkan hasil yang diperoleh dari analisis GIS. Misalnya saja, ketika hasil hasil analisis GIS menunjukkan bahwa suatu daerah lebih tepat dijadikan kawasan lindung, namun oleh pemerintah daerah setempat malah menjadi kawasan andalan pembangunan. Padahal, pembangunan di kawasan lindung dapat menimbulkan kerusakan atau bencana pada masa mendatang.

Beberapa penelitian terkait analisis spasial memang sudah sering ia lakukan, bukan hanya di bidang pertanian, lingkungan atau ilmu alam, tetapi juga di ilmu sosial yang berkaitan dengan analisis spasial. Ia memang sudah tertarik menekuni ilmu ini sejak mengenyam pendidikan Sarjana.

Pemanfaatan GIS di lingkungan kampus Unpad yang telah ia lakukan bersama dosen lain dan mahasiswa adalah pemetaan kualitas air hujan yang jatuh di lingkungan kampus Jatinangor, dan limpasan atap gedung di lingkungan kampus sebagai dasar pemanfaatan air hujan.

Untuk kedepannya, penelitian yang ingin ia lakukan adalah mengenai penataan kampus Unpad, berkolaborasi dengan sejumlah pakar dari fakultas lain yang kompeten dalam penataan kawasan. Misalnya, adalah dengan memetakan wilayah kampus Unpad untuk mengetahui potensi ditempatkannya kantin-kantin bersama/ruang-ruang bersama/parkir bersama sehingga tercipta komunikasi antar civitas akademika untuk meningkatkan kebersamaan.

“Seharusnya kan satu fakultas tidak hanya makan di fakultasnya saja, tetapi bisa kumpul dan berinteraksi antar fakultas jadi lebih baik,” harapnya.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: