Pengentasan Kemiskinan Bukan Soal Bantuan Finansial, Tapi Juga Pemberdayaan

[Unpad.ac.id, 22/09/2016] Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran menggelar International Conference Integrated Microfinance Management (IMM) for Sustainable Community Development, di Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, 20-21 September 2016. Kegiatan ini digelar untuk mengenalkan konsep IMM kepada masyarakat luas, serta berupaya untuk menginventarisir aktivitas (atau yang mendekati) IMM yang ada di Indonesia.

Dr. (H.C.) Martha Tilaar dari Martha Tilaar Group, salah satu narasumber dalam International Conference Integrated Microfinance Management for Sustainable Community Development di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, 20-21 September 2016. (Foto oleh: Dadan T.)*
Dr. (HC) Martha Tilaar dari Martha Tilaar Group, salah satu narasumber dalam International Conference Integrated Microfinance Management for Sustainable Community Development di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, 20-21 September 2016. (Foto oleh: Dadan T.)*

“Kita ingin memperkenalkan konsep Integrated Microfinance Management ke masyarakat umum, termasuk juga praktisi, pemerintah, dan akademisi. Tujuannya karena konsep ini belum banyak diketahui orang walaupun sebenarnya penerapannya sudah banyak hanya tidak terinventarisir dengan baik,” ungkap Ketua Pelaksana kegiatan ini, Dr. Adiatma Y. M. Siregar saat ditemui di sela kegiatan.

Lebih lanjut Dr. Adiatma menjelaskan pentingnya IMM daripada bantuan keuangan biasa.  Bantuan keuangan pada umumnya masih dipandang belum cukup untuk membantu seseorang keluar dari lingkaran kemiskinan. Ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan, sepeti kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan kearifan lokal.

“Sehingga pendekatan integrated microfinance management ini berusaha membentuk ke sana. Jadi microfinance-nya  itu berintegrasi dengan faktor-faktor tersebut,” jelasnya.

imm-feb2Dengan demikian, untuk membantu masyarakat lepas dari jerat kemiskinan, bukan hanya sekadar memberi bantuan finansial, tetapi dalam waktu yang sama juga berusaha melakukan pemberdayaan. Upaya pemberdayaan ini  bertujuan agar ia memiliki tingkat kesehatan  dan pendidikan yang baik, yang juga dibangun dari kebudayaan yang dimiliki masyarakat setempat.

“Intinya tidak hanya menyalurkan uang. Tapi bagaimana uang ini bisa berguna dengan  baik,” tambah Dr. Adiatma.

Meski konsep IMM belum banyak dikenal, namun sebenarnya di Indonesia sudah banyak diterapkan pendekatan yang mirip dengan konsep IMM.  Dr. Adiatma pun mencontohkan apa yang sudah terjadi di Kampung Adat Cirendeu, Cimahi, dimana konsep yang diterapkan di sana mirip dengan IMM.

“Jadi sebenarnya secara konsep akademik, mungkin konsepnya tidak terlalu banyak dikenal, tapi pelaksanaannya sudah banyak,” ungkapnya.

Konferensi internasional  ini diikuti oleh sekitar 150 peserta yang terdiri dari akademisi, pemerintah, dan praktisi. Mereka berasal dari Indonesia, Malaysia, Tanzania, dan Belanda. Dalam kegiatan ini, setidaknya ada 40 makalah yang dipresentasikan.

Dengan digelarnya acara ini, Dr. Adiatma pun mengharapkan bahwa masyarakat umum,termasuk pemerintah, akademisi, dan praktisi semakin menyadari bahwa bantuan keuangan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengentaskan kemiskinan. Harus juga ada proses empowering, agar masyarakat dapat berdaya dan keluar dari jerat kemiskinan.

“Saat orang diberi bantuan keuangan, dia tidak serta merta keluar dari kemiskinan, kalau tidak juga memperhatikan beberapa faktor, seperti kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan kearifan lokal yang sudah dimiliki,” jelasnya.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: