Prof. Ahmad Helman Hamdani: Hilirisasi Batu Bara Bisa Jadi Material Anoda Baterai Litium

Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Ahmad Helman Hamdani, M.Si., membacakan orasi ilmiah berjudul “Memberi Nilai Batu Bara Sebagai Material Baterai Ion Litium” berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar bidang Ilmu Geologi Batu Bara pada FTG Unpad dalam upacara pengukuhan yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Kamis (31/4/2022). (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Batu bara Indonesia masih potensial diandalkan sebagai penggerak ekonomi. Namun, pengolahan batu bara saat ini memerlukan inovasi dalam rangka mengurangi kadar emisi gas rumah kaca sesuai peraturan Paris Agreement.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Ahmad Helman Hamdani, M.Si., saat membacakan orasi ilmiah berjudul “Memberi Nilai Batu Bara Sebagai Material Baterai Ion Litium” berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar bidang Ilmu Geologi Batu Bara pada FTG Unpad.

Orasi ilmiah dibacakan pada upacara pengukuhan yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Kamis (31/4/2022).

Prof. Helman menjelaskan, sumber daya mineral batu bara di Indonesia masih melimpah ruah. Data Kementerian ESDM per Juni 2021 menunjukkan bahwa sumber daya batu bara tercatat sebesar 149,7 miliar ton dengan cadangan mencapai 38,84 miliar ton.

Dengan rata-rata produksi sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batu bara di Indonesia masih 65 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru.

Saat ini, pemerintah telah mendorong hilirisasi batu bara melalui gasifikasi, pembuatan kokas, underground coal gasification (UGC), pencairan, peningkatan mutu, pembuatan briket, hingga coal slurry/coal water mixture.

Di luar itu, kata Prof. Helman, perlu dipikirkan kemungkinan pengembangan hilirisasi lainnya. Salah satu yang bisa dipertimbangkan adalah pemanfaatan batu bara sebagai material anoda baterai Litium (LiB) atau Natrium (NiB) untuk produksi baterai dalam negeri.

Baterai litium saat ini populer digunakan sebagai sumber daya dari perangkat seluler, seperti ponsel, laptop, maupun perangkat lainnya. Baterai ini memiliki stabilitas penyimpanan energi yang sangat baik, mengandung energi densitas tinggi, hingga memiliki bobot relatif ringan dibandingkan dengan baterai jenis lain.

“Dengan berat yang sama energi yang dihasilkan baterai lithium dua kali lipat dari baterai jenis lain,” kata Prof. Helman.

Kandungan utama dari pembuatan baterai litium adalah logam litium. Menurut Prof. Helman, ketersediaan logam litium di dunia sangat terbatas. Ini disebabkan, litium merupakan logam jarang (rare earth) dan tidak merata terdistribusi di alam. Diperkirakan, ketersediaan yang terbatas tersebut tidak akan mampu memenuhi kebutuhan produksi baterai yang terus meningkat.

“Maka diperlukan material baru sebagai alternatif pengganti litium, yang secara ekonomi murah, terdapat banyak, dan bisa dikembangkan dengan mudah. Salah satunya adalah batu bara,” kata Prof. Helman.

Batu Bara Bituminous

Dari hasil penelitian yang dilakukan, Prof. Helman dan tim mengembangkan batu bara bituminous dari berbagai cekungan di Indonesia. Pengembangan bituminous dilakukan melalui proses demineralisasi untuk menghilangkan pengotor di dalam batu bara serta proses karbonisasi, atau membakar sampai 1.200 derajat Celsius.

“Tujuannya adalah untuk mendapatkanstruktur batu bara yang mendekati dengan struktur grafit (bahan alternatif pengganti logam litium),” ujar Prof. Helman.

Dari hasil karbonisasi pada temperatur 800 – 900 derajat Celsius, ditemukan data bahwa batu bara bituminous hasil riset Prof. Herman memiliki potensi menjadi material anoda yang baik.

Berdasarkan penelitian tersebut, Prof. Helman menemukan bahwa batu bara bituminous formasi Steenkooldi Papua memberikan hasil reversibel yang besar sekitar 226-236 mAh/g dibandingkan batu bara mentah. Hal ini menandakan bahwa untuk mendapatkan bahan anoda yang baik diperlukan proses demineralisasi dan karbonisasi pada temperatur sampai 900 derajat Celcius.

“Ada keterkaitan antara parameter mikrostruktur batu bara dan sifat elektrokimia dari jenis bahan berbasis karbon untuk baterai ion litium melalui proses demineralisasi dan karbonisasi,” kata Prof. Helman.

Diharapkan, hilirisasi batu bara ini akan memberikan nilai tambah besar dan mengurangi proses pencemaran lingkungan akibat penambangan dan eksploitasi.*

Share this: