Rektor Unpad, “Bonus Demografi Belum Tentu Membawa Manfaat”

Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia sedang menyampaikan materi pada Seminar Kependudukan “Transisi Demografi di Provinsi Jawa Barat: Bonus atau Malapetaka?”, Selasa (04/12) di Bale Sawala Gedung Rektorat Kampus Unpad Jatinangor. (Foto: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 04/12/2012] Jumlah angka penduduk Jawa Barat setiap tahun meningkat. Pada tahun 2012 saja, jumlah penduduk Jawa Barat sebesar 43 juta orang dan sekitar 18% dari penduduk Indonesia berasal dari Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, diperkirakan jumlah usia produktif mencapai 38 juta orang. Jumlah usia produktif yang banyak tersebut sering diistilahkan dengan “bonus demografi”.

Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia sedang menyampaikan materi pada Seminar Kependudukan “Transisi Demografi di Provinsi Jawa Barat: Bonus atau Malapetaka?”, Selasa (04/12) di Bale Sawala Gedung Rektorat Kampus Unpad Jatinangor. (Foto: Tedi Yusup)

Menurut Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, istilah tersebut seringkali menjadi problema. Sebab, istilah “bonus” itu sendiri sering dianggap membawa manfaat. Padahal, efek dari bonus demografi tersebut acapkali mengancam dan berbahaya. “Kita juga tidak yakin apakah dengan bonus demografi ini kita akan mendapatkan manfaat atau tidak,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Seminar Kependudukan “Transisi Demografi di Provinsi Jawa Barat: Bonus atau Malapetaka?”, Selasa (04/12) di Bale Sawala Gedung Rektorat Kampus Unpad Jatinangor, yang diselenggarakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jawa Barat.

Bonus demografi terjadi apabila jumlah usia tanggungan yang dibebankan kepada jumlah usia produktif (15-64 tahun) sangat sedikit. Menurut Rektor, selalu dikatakan keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh penurunan rasio ketergantungan tersebut. Padahal, anggapan tersebut adalah menyesatkan. ”Memang rasio akan menurun. Namun, apabila kita kalikan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, rasio ini akan tetap tinggi,” ungkapnya saat membawakan presentasinya dengan judul “Bahaya Bonus Demografi”.

Lebih lanjut Rektor mengungkapkan bahwa penduduk usia prduktif belum tentu bekerja semuanya. Hal tersebut dilihat dari fakta angka pengangguran di Jawa Barat. Di Indonesia saja, jumlah penduduk usia kerja diperkirakan akan meningkat drastis menjadi 170,9 juta pada tahun 2015, dan akan terus meningkat menjadi 195,2 juta pada tahun 2020, dan menurun menjadi 191,5 pada tahun 2050 nanti. “Jumlah sebesar itu ‘kan tetap saja memerlukan kebutuhan,” tegas Rektor.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Barat memiliki presentasi sekitar 47,82% untuk angka usia sekolah kisaran 16-18 tahun. Namun, kenyataan yang ada, Angka Produktivitas Kerja untuk usia SMA/SMK berada di peringkat ketiga terendah di seluruh Indonesia. Rata-rata, mereka hanya menghabiskan sekitar 8 tahun untuk menempuh pendidikannya. “Jadi, sebagian besar angka lulusan sekolah hanya sebatas SD, dan SMP,” paparnya.

Laju bonus demografi juga akan berimbas pada sektor keamanan, pangan, dan penataan daerah yang sudah semakin semrawut. Oleh karena itu, Rektor pun berharap perlu segera ada antisipasi yang konkret untuk mengendalikan bonus demografi tersebut. Salah satu antisipasi yang dipaparkan ialah antisipasi untuk sektor pendidikan. “Tambah sarana dan prasarana, relevansi pendidikan dengan kondisi daerah, tingkatkan kualitas pendidikan, dan tingkatkan jumlah, dan kualitas guru,” pungkasnya.*

Laporan oleh Arief Maulana/mar

Share this: