Dua Sisi Mata Uang Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pencegahan Covid-19

Rektorat Unpad, Jatinangor. (Foto: Kantor Komunikasi Publik Unpad)*

Rilis

Artificial intelligence; covid-19; unpad;
Kampus Iwa Koesoemasoemantri Unpad, Bandung. (Foto: Kantor Komunikasi Publik Unpad)*

[unpad.ac.id, 20/5/2020] Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dapat berperan untuk mencegah penyebaran Covid 19. AI diyakini dapat mengidentifikasi dan mengikuti gerakan virus dengan cepat dan berkala. Meski demikian, penggunaaan teknologi AI berpotensi melanggar privasi seseorang.

Hal tersebut disampaikan dosen Fakultas Hukum Unpad Dr. Sinta Dewi, S.H., LL.M pada Webinar Series bertema “Pemanfaatan Teknologi Artificial Intellegence (AI) dalam Pencegahan Penyebaran Covid 19: Telaah Hukum Dan Etika Medis” yang dilaksanakan Fakultas Hukum Unpad, Jumat (15/5) lalu.

“Penggunaan teknologi AI berpotensi melanggar privasi sehingga tidak sesuai dengan hukum dan etika medis. Salah satu jenis dari privacy adalah data pribadi. Data pribadi dalam hal ini diperlukan untuk melakukan evaluasi memerlukan informasi pasien termasuk mengakses data kesehatan pasien. Padahal di Amerika Serikat, data kesehatan pasien adalah data pribadi yang paling dilindungi,” kata Dr. Sinta dalam rilis yang diterima Kantor Komunikasi Publik Unpad.

Dr. Sinta yang merupakan dosen pada Departemen Hukum Telekomunikasi, Informasi, dan Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Unpad ini mengatakan, perlindungan data pribadi telah sejak lama diakui sebagai aspek fundamental dari perlindungan terhadap hak atas privasi seseorang.

Perlindungan terhadap hak atas privasi sendiri dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 17 Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005), dan Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Menurutnya, membuka identitas pasien positif Covid-19 menjadi dilema di publik maupun pemerintah. Membuka data pribadi termasuk riwayat perjalanan pasien bisa mencegah penularan, tetapi di sisi lain berpotensi melahirkan diskriminasi.

Kerahasiaan rekam medik pasien juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis, yang mewajibkan seluruh penyelenggara layanan kesehatan untuk menjaga kerahasiaan rekam medis pasien.

Ketua  Pusat Study Cyber Law Fakultas Hukum Unpad itu pun menegaskan, pemanfaatan AI tetaplah harus menitikberatkan pada manusia/humancentris sehingga tidak melanggar privasi dan menimbulkan diskriminasi.(art)*

Share this: