Aman Berolahraga Saat Ramadan Menurut Ahli Ilmu Faal Olahraga Klinis Unpad

Laporan oleh Arif Maulana

kampus Unpad' COVID-19;
[Foto Ilustrasi]. Aktivitas lari maraton di pesisir pantai Pangandaran dalam acara “Pangandaran Run” yang digelar Program Studi di Luar Kampus Utama Unpad-Pangandaran, Oktober 2019 lalu. (Foto: Arif Maulana)*
[unpad.ac.id, 27/4/2020] Olahraga menjadi suatu aktivitas yang tetap bisa dilakukan selama menjalani puasa di bulan Ramadan. Namun, ada hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan berolahraga saat puasa.

Menurut Ahli Ilmu Faal Olahraga Klinis Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Unpad Deta Tanuwidjaja, dr., Sp.KFR., AIFOK, ada tiga efek dari olahraga ketika Ramadan, yaitu ancaman hipoglikemia, ancaman dehidrasi, dan ambang laktat yang mudah tercapai.

Saat menjadi pembicara dalam webinar “Meraih Kebugaran di Bulan Ramadan” seri Kajian Ramadan Masjid Unpad, Minggu (26/4) Deta menjelaskan, hipoglikemia adalah penurunan kadar gula darah dalam tubuh. Penurunan gula darah ini menyebabkan tubuh mudah lemas, gemetar, hingga berkeringat dingin.

Sementara ancaman dehidrasi merupakan kondisi tubuh mulai kekurangan cairan. “Kondisi dehidrasi masih bisa ditoleransi asalkan dipertahankan di bawah kebutuhan hidrasi, yaitu di bawah 3 persen dari total cairan tubuh, serta mendekati waktu hidrasi,” kata Deta.

Adapun Ambang laktat merupakan kondisi peredaran darah mulai jenuh sehingga otot tubuh akan menjadi lelah. Pada saat puasa, ambang laktat akan lebih mudah tercapai.

Untuk mengantisipasi tiga efek tersebut, Deta menjelaskan, ada sejumlah waktu yang disarankan untuk berolahraga saat berpuasa. Waktu ideal adalah dekat dengan waktu loading (waktu tubuh mendapat asupan karbohidrat) serta waktu hidrasi, antara lain setelah subuh, sebelum magrib, serta antara setelah salat tarawih dan sebelum tidur.

Waktu subuh menurut Deta merupakan kondisi ketika tubuh sudah menerima asupan nutrisi dan hidrasi dari makan sahur. Rasa haus yang timbul di waktu ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan adanya respons renin-angiotensin-aldosteron, yang mampu menahan air di dalam tubuh.

Sementara waktu sebelum magrib merupakan kondisi ketika tubuh akan menerima asupan makanan dan hidrasi saat berbuka puasa. Namun, lanjut Deta, berolahraga pada waktu ini memiliki risiko dehidrasi dan hipoglikemia apabila tidak terkontrol.

Lebih lanjut Deta menjelaskan, jenis olahraga kebugaran yang baik dilakukan di bulan puasa adalah jogging dan cardio calisthenic. Lakukan olahraga dengan intensitas ringan, yaitu minimal 20 menit per sesi. Namun, dilakukan dengan frekuensi rutin, yaitu antara 4 – 5 sesi per pekan.

Meski demikian, olahraga yang dilakukan juga tetap harus menaati kebijakan pembatasan fisik dan sosial yang diterapkan pemerintah saat ini. Jika lingkungan sekitar cenderung ramai, hindari berolahraga di luar rumah.

Deta mengatakan, kurangnya aktivitas olahraga selama bulan Ramadan ditambah adanya masa pandemi Coronavirus (COVID-19) saat ini akan berisiko terkena infeksi sedang hingga tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil studi bahwa orang yang tidak berolahraga, risiko infeksinya sedang hingga tinggi.

Ketika seseorang berolahraga dengan intensitas ringan atau sedang, maka risiko infeksinya berkurang. Tingkat imunitas tubuh pun akan meningkat. “Itulah kenapa olahraga dibutuhkan. Olahraga mengintervensi berupa overload terhadap fisiologi tubuh manusia, sehingga terjadi peningkatan fungsi,” kata Deta.*

Share this: