Pengembangan Kampung Sunda Harus Memberikan Manfaat Praktis ke Masyarakat

[unpad.ac.id, 19/12/2019] Pusat Unggulan Aliansi Strategis Universitas Padjadjaran memiliki gagasan untuk mengembangkan kampung Sunda di beberapa wilayah di Jawa Barat. Gagasan ini didorong agar identitas kebudayaan Sunda tetap bertahan di tengah kemodernitas zaman.

Guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum., (kanan) bersama sejumlah pembicara dalam FGD “Kampung Sunda, Penembangan dan Pelestarian Budaya Sunda” di Grha Soeria Atmadja Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 46, Bandung, Kamis (19/12). (Foto: Arief Maulana)*

Guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum., menjelaskan, pembentukan kampung Sunda sejalan dengan implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“UU Pemajuan Kebudayaan yang memayungi upaya untuk membangun kampung-kampung kebudayaan, sehingga pembuatannya sudah tidak lagi rumit,” kata Prof. Dadang dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) “Kampung Sunda, Penembangan dan Pelestarian Budaya Sunda” di Grha Soeria Atmadja Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 46, Bandung, Kamis (19/12).

Diskusi yang digelar oleh ASUP Jabar ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Prof. Dadang Suganda, Kepala Bappeda Kabupaten Bandung Ernawan Mustika, Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Oni Suwarman, serta CEO Marketing Profesional Event M. Haerudin Gojali.

Pengembangan kampung Sunda setidaknya memenuhi 4 langkah pengelolaan kebudayaan seperti dijelaskan dalam UU tersebut. Empat langkah itu meliputi perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

Meski demikian, empat langkah pengelolaan kebudayaan tersebut pada akhirnya harus berimplikasi di masyarakat. Prof. Dadang menjelaskan, ketika kebudayaan itu dikelola hanya dalam konteks perlindungan, ia meyakini pengembangan kampung Sunda tidak akan bertahan lama.

“Di samping perlindungan dan pengembangan, harus ada pemanfaatan dan dampaknya bagi masyarakat,” ujarnya.

Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengembangan kampung Sunda. Namun, lanjut Prof. Dadang, pengembangan kampung Sunda harus memberikan manfaat praktis kepada masyarakat.

“Kalau hanya akademis, masyarakat tidak terlibat, kampung Sunda tidak akan bertahan lama,” imbuhnya.

Prof. Dadang sendiri telah sukses mengembangkan kampung tematik di Cisontrol, Kabupaten Ciamis. Kampung bertajuk “Kampung Literasi Desa Cisontrol” merupakan gagasan Prof. Dadang agar desa Cisontrol menjadi kawasan desa yang melek teknologi tetapi tetap mengangkat potensi lokal desa.

Ia mengakui, upaya pengembangan kampung literasi ini sempat tidak direspons positif oleh masyarakat. Karena itu, selain menjadi sentra kursus bahasa Inggris, Prof. Dadang juga mengangkat berbagai potensi lokal desa menjadi suatu industri kreatif yang bisa mendatangkan keuntungan bagi warga desa.

“Tanpa ada sentuhan emosional untuk kepentingan masyarakat, kebertahanannya kampung-kampung itu dipertanyakan. Masyarakat harus dilibatkan dan dibangkitkan kreativitasnya untuk hidup di sana,” kata Prof. Dadang.

Sementara itu, Oni membenarkan bahwa pengembangan kampung Sunda merupakan upaya yang baik untuk memperkuat kebudayaan Sunda. Oni yang juga seniman Sunda ini menjelaskan, Jawa Barat punya potensi kearifan lokal yang luar biasa. Pengembangan potensi ini diharapkan dapat menjadi potensi destinasi wisata di Jawa Barat.

Ketua ASUP Jabar Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum., menjelaskan, inisiasi ASUP Jabar untuk mengembangkan kampung Sunda di Jabar didasarkan atas perlunya ada model identitas yang bisa mengangkat kebudayaan Sunda.

“Kampung Sunda bisa jadi bagian dari identitas Sunda yang betul-betul secara fisik bisa kita saksikan bersama,” kata Prof. Reiza.

Saat ini Unpad melalui ASUP Jabar bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bandung tengah mengembangkan model kampung Sunda. Pengembangan ini merupakan bagian dari program 1.000 kampung milik Pemkab Bandung*

Laporan oleh Arief Maulana

 

 

 

Share this: