Empat Duta Besar RI Berbagi Pengalaman Kepada Mahasiswa Unpad

Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu periode 2012-2017 Nadjib Riphat Kesoema (kiri), saat menjadi pembicara dalam acara Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (28/04). Acar digelar atas kerja sama FISIP Unpad dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK)-Kementerian Luar Negeri RI. (Foto: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 28/04/2017] Setiap negara di dunia memiliki kondisi, ciri khas, dan latar belakang berbeda-beda. Perbedaan ini acapkali menimbulkan kesalahpahaman antar satu negara dengan negara lainnya. Agar tidak berlarut, ada pendekatan diplomasi yang dilakukan, salah satunya melalui peran Diplomat/Duta Besar.

Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu periode 2012-2017 Nadjib Riphat Kesoema (kiri), saat menjadi pembicara dalam acara Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (28/04). Acar digelar atas kerja sama FISIP Unpad dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK)-Kementerian Luar Negeri RI. (Foto: Tedi Yusup)

“Resep saya jika ditemukan perbedaan adalah melakukan dialog, berbicara, mengobrol, dan bertanya,” ujar Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Australia dan Vanuatu periode 2012-2017 Nadjib Riphat Kesoema, saat menjadi pembicara dalam acara Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (28/04).

Selain Nadjib, acara yang digelar atas kerja sama FISIP Unpad dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK)-Kementerian Luar Negeri RI ini menghadirkan tiga Dubes RI periode 2012-2017 lainnya, yaitu Dubes RI untuk Tunisia Ronny P. Yuliantoro, Dubes RI untuk Bangladesh dan Nepal Iwan Wiranataatmadja, dan Dubes RI untuk Bahrain Chilman Arisman. Acara dipandu dengan moderator Kepala BPPK Kemlu Siswo Pranoto.

Di hadapan peserta kegiatan, Nadjib menceritakan pengalamanya menjadi Dubes selama di Australia. Salah satu tantangannya adalah menghadapi panasnya kondisi Indonesia dengan Australia pertengahan 2013. Saat itu, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono sempat menarik pulang Nadjib dari Australia.

Alumni Unpad ini menilai, setiap negara merupakan satu kepribadian yang memiliki karakter dan emosi. Puncak emosi terjadi apabila ada pemutusan hubungan diplomatik antar dua negara. Dalam menghadapi kondisi panas Indonesia dengan Australia waktu itu, Nadjib berperan untuk mendinginkan suasana di Australia. “Saya juga berperan mendinginkan suasana di dalam negeri (Indonesia),” sambungnya.

Peran dubes lainnya juga disampaikan Ronny. Ia mengatakan, Dubes merupakan wakil untuk mengimplementasikan kepentingan Indonesia di luar negeri. Tugas intinya selain mempertahankan konstitusi RI di luar, ia juga berkepentingan meningkatkan pengaruh Indonesia,menjalin hubungan ekonomi, hingga melindungi warga negara dan badan hukum milik Indonesia di luar negeri.

Menilik pengalamannya di Tunisia, Ronny menjelaskan, seorang Dubes harus melihat pula kondisi politik dan keamanan di negara yang ditugasinya. “Kita lihat apa yang sudah jadi aset kita untuk bisa dilanjutkan dan ditingkatkan, serta melihat kesempatan di negara itu guna kepentingan Indonesia,” jelasnya.

Dari Bangladesh, Iwan menyampaikan pengalamannya. Ia menilai, potensi kerja sama ekonomi Bangladesh-Indonesia cukup potensial. Sayangnya, potensi ini belum banyak dilirik disebabkan stigma Bangladesh sebagai negara yang belum berkembang.

“Meskipun Bangladesh negara miskin atau negara yang banyak bantuan, secara ekonomi dia (Bangladesh) bagus, cadangan negaranya besar, PDB-nya juga besar,” papar Iwan.

Untuk itu, seorang Dubes mesti kreatif. Iwan mengatakan, Dubes harus mampu mencari berbagai potensi dan menghadapi tantangannya. Ia optimis, berbagai potensi di suatu negara akan menghasilkan manfaat positif bagi Indonesia.

Dubes Chilman menjadi pemapar terakhir yang menceritakan pengalamannya di Bahrain. Ia merupakan dubes Indonesia pertama yang bertugas khusus di Bahrain sejak 2012. Sebelumnya, Bahrain bersama Qatar dan Uni Emirat Arab diwakili Duta Besar (non residen), yaitu Duta Besar RI untuk Kuwait.

Sebagai Dubes pertama, Chilman berupaya meletakkan beberapa landasan untuk menjadi pedoman bagi Dubes selanjutnya. “Ini menjadi pijakan bagi Dubes selanjutnya untuk meningkatkan apa yang sudah dicapai sebelumnya,” kata Chilman.

Dekan FISIP Unpad Dr. R. Widya Setiabudi S., S.IP., M.T., pun mengapresiasi cerita dari empat Dubes tersebut. Pengalaman ini diharapkan dapat membuka wawasan mahasiswa Unpad tentang tugas seorang Dubes.

“Dubes itu tidak sekadar menjadi wakil Indonesia dan mengikuti sidang-sidang, tapi adal hal-hal tugas diplomasi yang dilakukan,” kaya Dr. Widya.*

 

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: