Melihat Sosok Drupadi dalam Perspektif Seno Gumira Ajidarma

[Unpad.ac.id, 20/03/2017] Sastrawan Seno Gumira Ajidarma kembali melahirkan novel terbarunya berjudul “Drupadi”. Novel ini merupakan interpretasi atas tokoh Drupadi dalam epos Mahabharata. Kisah Drupadi sebagai istri dari para Pandawa ini dituturkan mulai dari lahir, cinta, kemelut, hingga kematiannya.

Sastrawan Seno Gumira Ajidarma (kanan) saat menjadi pembicara dalam Diskusi Novel "Drupadi" di Bale Santika Unpad Kampus Jatinangor, Senin (20/03). (Foto: Tedi Yusup)*
Sastrawan Seno Gumira Ajidarma (kanan) saat menjadi pembicara dalam Diskusi Novel “Drupadi” di Bale Santika Unpad Kampus Jatinangor, Senin (20/03). (Foto: Tedi Yusup)*

Lalu, apa yang menyebabkan Seno menulis kisah tentang Drupadi? Dalam acara Diskusi Novel Drupadi yang digelar UKM Gelanggang Seni Sastra, Teater, dan Film (GSSTF) Unpad di Bale Santika Unpad Kampus Jatinangor, Senin (20/03), Seno menuturkan bahwa novel Drupadi merupakan kritik atas ideologi yang melekat dalam cerita Mahabharata.

Kritik ini bermula dari penugasan Seno untuk menulis kembali kisah wayang Mahabharata saat menjadi wartawan di Majalah Zaman, medio 1980-an. Saat itu, cerita tetang wayang sudah jarang dimuat untuk publik.

“Kebetulan di majalah Zaman ada rubrik cerita wayang, yang saat itu sudah sedikit yang mengirimkan cerita. Akhirnya saya ditugaskan untuk mengisi rubrik wayang, targetnya ialah menulis ulang cerita Mahabharata dan Ramayana,” ungkap Seno.

Rutin menulis wayang, Seno dihadapkan pada satu titik ketika ia “berdialog” dengan ideologi di wayang itu. “Dari situ saya mempertanyakan kodratnya,” tutur Sastrawan yang lahir di Boston, 19 Juni 1958 tersebut.

Lama-lama, lanjut Seno, ia mulai mengubah kodrat beberapa tokoh Mahabharata. Ia menilai, sebagai penulis, ia bisa saja mengubah kodrat meskipun sudah ada pakem-pakem tertentu di cerita Mahabharata. Tokoh Drupadi ini merupakan salah satu yang ia ubah.

Perubahan ini didasarkan atas nasib tragis Drupadi, dimana ia harus menerima kenyataan dijaminkan oleh Pandawa saat berjudi dengan Kurawa. Kekalahan Pandawa akhirnya menyebabkan Drupadi harus dipermalukan oleh Kurawa. Adegan ini menurutnya menjadi adegan spektakuler dalam cerita Mahabharata.

“Saya berpikir, mengapa setelah dipermalukan itu dia tidak menjadi suci? Saya kira itu tidak adil. Akhirnya saya beranikan untuk mengubah cerita,” kata Seno.

Uniknya, novel ini berbeda dengan gambaran sosok Drupadi yang sering diceritakan di buku-buku wayang. Seno menggambarkan Drupadi sebagai perempuan yang membela hak asasinya. Dalam buku ini, Drupadi juga lebih digambarkan sebagai perempuan poliandri.

“Ketika ada isu anti poligami, saya justru menggambarkan Drupadi sebagai sosok poliandri,” selorohnya.

Gemar Membaca Buku

Seno yang saat ini menjadi Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sudah sejak kecil gemar membaca buku. Lahir dari keluarga akademis, membuat kehidupan kecil Seno tidak lepas dari buku. “Klasik saja, pada zaman dulu tidak ada (hiburan) yang lain kecuali buku,” kata Seno.

Meskipun banyak yang tidak ia mengerti, Seno kecil sudah akrab dengan bacaan filsafat dan wayang. Buku-buku yang dibacanya akhirnya membentuk karakternya. Perkenalan dengan dunia wayang pun didapat dari seringnya mendengar cerita Mahabharata dan Ramayana yang dibacakan orang tuanya.

Saat memutuskan menjadi seniman, Seno mulai aktif menulis sastra. Sampai saat ini, tercatat sudah puluhan karya sastra berupa cerpen, novel, naskah drama, naskah komik, kumpulan esai, hingga puisi yang ditulis olehnya. Beberapa karyanya pun sudah banyak diterbitkan di luar negeri dan mendapat penghargaan baik nasional maupun internasional.*

 

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: