Pemberantasan Rabies Juga Perlu Dukungan Pembuat Kebijakan

Diskusi Unpad Merespons bertema "Kesiapan Jabar dan Indonesia dalam Menyongsong Pembebasan Penyakit Rabies di Asia 2020 dan Dunia 2030" di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (28/09). (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 28/09/2016] Cita-cita mewujudkan provinsi Jawa Barat bebas rabies dapat dicapai dengan memperhatikan sinergi sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Melalui sinergi yang dikenal sebagai konsep one health tersebut penyakit zoonosis yang ditularkan hewan kepada manusia dapat diatasi secara intensif dan lebih dini. Selain itu, dukungan pembuat kebijakan juga sangat dibutuhkan.

Diskusi Unpad Merespons bertema "Kesiapan Jabar dan Indonesia dalam Menyongsong Pembebasan Penyakit Rabies di Asia 2020 dan Dunia 2030" di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (28/09).  (Foto oleh: Dadan T.)*
Diskusi Unpad Merespons bertema “Kesiapan Jabar dan Indonesia dalam Menyongsong Pembebasan Penyakit Rabies di Asia 2020 dan Dunia 2030” di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (28/09). (Foto oleh: Dadan T.)*

Demikian antara lain dikatakan Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Prof. Roostita L .Balia, drh., M.App.Sc., Ph.D., saat menjadi narasumber pada kegiatan Unpad Merespons bertema “Kesiapan Jabar dan Indonesia dalam Menyongsong Pembebasan Penyakit Rabies di Asia 2020 dan Dunia 2030” di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung, Rabu (28/09). Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Rabies Sedunia yang dilaksanakan setiap tanggal 28 September.

Selain Prof. Roostita, hadir pula menjadi narasumber, Arif Hidayat, drh (Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi Jabar), Rudi Wisaksana, dr., SpPD-KPTI (Dosen Fakultas Kedokteran Unpad), dan Pranyata Tangguh Waskita, drh (Plt Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Jabar), serta moderator Dwi Wahyudha Wira., Msi (Dosen FTIP Unpad).

“Sinergi sektor animal, human, dan ecosystems ini dilakukan melalui pendekatan lima pilar yang meliputi sosiokultural, teknis, organisasi, politik, dan sumber daya. Tanpa dukungan dari pembuatan kebijakan misalnya, sulit mewujudkan penanggulangan zoonosis terintegrasi,” ujar Prof. Roostita.

Senada dengan Prof. Roostita, Pranyata Tangguh Waskita dari PDHI Jabar mengatakan, dukungan pembuat kebijakan termasuk dalam dinamika pemberantasan penyakit rabies di Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya. Kurang lebih seminggu yang lalu, pemerintah telah membubarkan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis karena alasan efisiensi anggaran. Sementara UU Otoritas Veteriner di Indonesia belum juga disahkan. Belum lagi, terjadi perubahan susunan organisasi tata kerja (SOTK) di daerah. Pada hari ini juga, Rabu (28/09), DPRD Jawa Barat telah menyepakati perubahan SOTK di pemprov Jabar, salah satunya adalah penggabungan Dinas Peternakan dengan Badan Ketahanan Pangan Jabar.

humas-unpad-2016_09_28-unpad-merespons-rabies-7-dadanLebih lanjut, Pranyata memaparkan, PDHI telah melaksanakan sejumlah aktivitas dalam rangka membantu mewujudkan provinsi Jabar bebas rabies. Di lingkup internal, PDHI telah melaksanakan program pelayanan vaksinasi rabies, program pengendalian populasi Hewan Penular Rabies (HPR) melalui sterilisasi atau kebiri, serta vaksinasi rabies kepada para dokter hewan.

“Selain itu, PDHI juga telah menjalin kerja sama dengan rumah sakit dan klinik hewan pemerintah, bekerja sama dengan Dinas Peternakan di kota/kabupaten dan provinsi, bekerja sama dengan komunitas penyayang satwa, bekerja sama dengan perguruan tinggi, juga mengadakan talkshow di media sebagai edukasi kepada masyarakat,” ujar Pranyata.

Namun diakui oleh Pranyata, pihaknya belum menjalin kerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun Dinas Kesehatan di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi dalam program pemeberantasan penyakit zoonosis, khususnya Rabies.

Sementara Arif Hidayat, drh dari Dinas Peternakan Jabar mengatakan, Gubernur telah mencanangkan Jabar bebas rabies pada tahun 2018, dan pihaknya tetap optimis dan berusaha kuat mewujudkan target tersebut. Meski demikian, diakuinya masih tercatat kasus rabies terjadi di Jabar pada tahun 2016 ini.

“Hambatan yang terjadi antara lain karena masih kurangnya koordinasi antar petugas kesehatan hewan, masih lemahnya koordinasi dengan Dinas Kesehatan, terbatasnya sumber daya manusia yang terlibat, serta masih kurangnya pemahaman masyarakat sehingga tidak melaporkan kasus gigitan rabies,” ujar Arif Hidayat.*

Laporan oleh: Erman

Share this: