Sastra Jerman Unpad Gelar Pelatihan Penerjemahan Cerita Anak “Momo” karya Michael Ende

Prof. Dr. Dr. h.c. Hans-Heino Ewers (tengah) saat menjadi narasumber dalam "Apresiasi Apresiasi Kinderroman ‘Momo’ Karya Michael Ende dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia” di Ruang Sidang Besar Gedung A Fakultas Ilmu Budaya, Senin (19/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 19/09/2016] Program Studi Sastra Jerman Universitas Padjadjaran menggelar pelatihan “Apresiasi Kinderroman ‘Momo’ Karya Michael Ende dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia” di Ruang Sidang Besar Gedung A Fakultas Ilmu Budaya, 19 – 20 September. Kegiatan ini menghadirkan Guru Besar Emeritus Johann Wolfgang Goethe-Universität Frankfurt, Jerman, Prof. Dr. Dr. h.c. Hans-Heino Ewers.

Prof. Dr. Dr. h.c. Hans-Heino Ewers (tengah) saat menjadi narasumber dalam "Apresiasi Apresiasi Kinderroman ‘Momo’ Karya Michael Ende dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia” di Ruang Sidang Besar Gedung A Fakultas Ilmu Budaya, Senin (19/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Prof. Dr. Dr. h.c. Hans-Heino Ewers (tengah) saat menjadi narasumber dalam “Apresiasi Apresiasi Kinderroman ‘Momo’ Karya Michael Ende dan Penerjemahannya dalam Bahasa Indonesia” di Ruang Sidang Besar Gedung A Fakultas Ilmu Budaya, Senin (19/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Ketua Program Studi Sastra Jerman Unpad, Dr. phil. Dian Ekawati, M.A., mengatakan, pelatihan ini digelar dalam rangka melihat apresiasi pembaca Indonesia terhadap karya sastra, khususnya kinderroman (cerita anak) “Momo” karya pengarang Jerman, Michael Ende. Novel ini ditulis pada 1973 serta telah mendapat apresiasi dan diterjemahkan di banyak negara, termasuk Indonesia.

Roman “Momo” di Indonesia merupakan hasil terjemahan langsung dari Bahasa Jerman. Dian mengungkapkan, kebanyakan buku karya sastra Jerman di Indonesia merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris. Proses tersebut menyebabkan banyak mengalami pergeseran rasa di dalam karya sastra tersebut.

Karena diterjemahkan langsung dari Bahasa Jerman, Dian mendorong para peserta yang merupakan mahasiswa prodi Sastra Jerman Semester V dan VII, untuk menelaah lebih dalam terkait proses penerjemahan, hingga mengapresiasi karya yang sudah banyak mendapat penghargaan tersebut. Apresiasi dengan mengaitkan pada proses penerjemahan ini merupakan kali pertama dilakukan di Indonesia.

“Ini semacam masukan bagi mahasiswa, bagaimana menerjemahkan karya sastra yang baik dan tetap mengikuti kaidah tanpa menghilangkan estetika,” kata Dian saat ditemui di sela pelatihan, Senin (19/09).

Lebih lanjut Dian menjelaskan, cerita roman “Momo” sangat padat, filosofis, dan penuh nuansa politis. Ini dapat menjadi suatu kajian dengan banyak melahirkan sudut pandang, termasuk diantaranya apakah roman tersebut memang cocok untuk kelompok anak ataukah tidak.

“Karena lahir pada saat dimana Jerman masih belum bersatu, maka roman ini juga sarat dengan politik,” jelasnya.

jerman-1-tedijerman-2-tediAdapun Prof. Hans-Heino Ewers sendiri merupakan pakar kajian sastra anak dan remaja Jerman. Dalam pelatihan tersebut, Prof. Hans akan berbicara mengenai proses penerjemahan, termasuk latar belakang sejarah dan sosiologi dari roman “Momo”.

Melalui pelatihan ini, Dian berharap peserta dapat menguasai teknik penerjemahan, khususnya karya sastra, sesuai kaidah dan tidak menghilangkan estetika yang dimiliki dalam karya. Dian mengatakan, belum banyak karya sastra Jerman yang diterjemahkan di Indonesia.

“Ini peluang kerja yang cukup besar bagi mahasiswa,” kata Dian.

Selain menjadi pembicara pelatihan, Prof. Hans Ewers juga mengisi kuliah umum terkait apresiasi karya sastra anak untuk remaja dan dewasa, yang digelar di Pusat Studi Bahasa Jepang FIB Unpad, Jumat (16/09) lalu. Menyitir dari materi Prof. Hans, Dian mengungkapkan, banyak genre karya sastra anak yang secara cerita bukan ditujukan untuk anak.

Terkait bagaimana cara membuat karya sastra anak yang baik, Prof. Ewers menjawab, yang menarik adalah menangkap kondisi kehidupan sehari-hari melalui sudut pandang anak, kemudian anaklah yang menuangnya menjadi suatu cerita.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: