Sandera Abu Sayyaf Bukan Hanya Persoalan Indonesia dan Filipina, Tetapi Juga Masalah ASEAN

Para narasumber Unpad Merespons bertema "Kawasan Maritim dan Pembebasan Sandera" di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (26/07). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 26/07/2016] Terjadinya penyanderaan sejumlah Warga Negara Indonesia oleh kelompok bersenjata asal Filipina Selatan, Abu Sayyaf, selama 3 bulan terakhir bukanlah merupakan sekadar permasalahan nasional atau domestik. Tidak akan ada banyak hasil yang dapat dicapai jika hanya diatasi oleh satu negara.

Para narasumber Unpad Merespons bertema "Kawasan Maritim dan Pembebasan Sandera" di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (26/07). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Moderator dan para narasumber Unpad Merespons bertema “Kawasan Maritim dan Pembebasan Sandera” di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (26/07). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Hal tersebut disampaikan Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unpad, R. Achmad Gusman Catur Siswandi S.H., LL,M., Ph.D. dalam acara Unpad Merespons bertema “Kawasan Maritim dan Pembebasan Sandera” di Executive Lounge Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (26/07).

“Untuk kasus penyanderaan ini memang tidak cukup hanya Filipina sendiri, tetapi Indonesia berkepentingan, Malaysia berkepentingan, bahkan kita tarik lebih luas lagi, ASEAN juga berkepentingan, karena ini terjadi di wilayah tersebut,” ujar Gusman.

Gusman pun mengapresiasi adanya join action yang sudah disepakati oleh Indonesia, Filipina, dan Malaysia dalam menghadapi kasus tersebut . Menurutnya, kerja sama ini perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan kedaulatan masing-masing negara.

Pembicara lain, Pakar Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad, Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si mengatakan, untuk mengatasi permasalahan penyanderaan tersebut, bukan lagi membutuhkan soft diplomacy atau hard diplomacy, melainkan smart diplomacy. Salah satu sarannya, adalah tentara Indonesia membantu Filipina untuk menyerang kelompok Abu Sayyaf.

Unpad Merespon 2 -tediMenurut Prof. Obsatar, penebusan sandera WNI dengan sejumlah uang tertentu demi kebebasan mereka itu bukan hal yang tepat. Pemberian uang tebusan malah akan berakibat buruk, bukan hanya dapat ikut mendanai aksi radikal mereka, tetapi juga malah menjadikan Indonesia sasaran empuk untuk aksi penyanderaan berikutnya karena Indonesia dianggap negara kaya yang akan menebus setiap warga negaranya yang disandera.

Ia pun menganggap ada hidden agenda dibalik pembebasan sandera WNI beberapa waktu lalu. Pembebasan sandera tidaklah murni melalui soft diplomacy.

“Ketika kita melakukan tebusan, lalu kita dianggap, ‘wah kalau begitu kalau Indonesia disandera lagi, tebus lagi nih’,” katanya.

Sementara itu, Kolonel Timotius Triswan Larosa dari Sesko TNI AU mengatakan bahwa untuk mengatasi masalah penyanderaan tersebut, kekuatan militer Indonesia tidak dapat serta merta turun jika tidak ada kesepakatan dengan negara yang bersangkutan (Filipina). Ia pun mengharapkan, ASEAN Security Community dapat memfasilitasi membentuk suatu unit tersendiri, untuk menganalisis apakah suatu pasukan suatu negara diizinkan masuk atau tidak.

“Selama itu belum ada, menurut pemikiran saya itu tidak akan bisa masuk. Karena militer akan sangat dibatasi dengan hal-hal yang  berbau kedaulatan,” ujar Kolonel Timotius yang kini tengah menempuh studi Doktoral di Unpad.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: