R&D PT Nutrifood Indonesia, Irene Triyanti, S.TP., saat menyampaikan kuliah umum (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 1/04/2016] Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat, potensi pasar functional food semakin besar. Namun di Indonesia sendiri, peredaran pangan fungsional ini masih belum banyak.

R&D  PT Nutrifood Indonesia, Irene Triyanti, S.TP., saat menyampaikan kuliah umum (Foto oleh: Dadan T.)*
R&D Manager PT Nutrifood Indonesia, Irene Triyanti, S.TP., MSc., saat menyampaikan kuliah umum di PPBS Unpad Jatinangor, Jumat (1/04)(Foto oleh: Dadan T.)*

Hal tersebut disampaikan R&D Manager PT Nutrifood Indonesia, Irene Triyanti, S.TP., MSc., dalam Kuliah Umum “Functional Food: Challenges and Opportunities from Industrial Perspective” yang digelar Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad di Pusat Pelayanan Basic Science (PPBS) Universitas Padjdajaran, Kampus Jatinangor, Jumat (1/04).

“Bisa dibilang di Indonesia ini sedikit sekali pangan fungsional, adanya bentuk-bentuk suplemen, itu yang banyak beredar,” ujar Irene.

Irene mengungkapkan, prosedur sebuah perusahaan dalam membuat klaim pangan fungsional membutuhkan waktu yang lama dan uang yang tidak sedikit. Dalam sebuah kemasan produk makanan, biasanya tidak boleh disebut manfaat  lebih dari makanan tersebut, selain dari bahan yang dikandung. Manfaat lebih tersebut, biasanya perusahaan komunikasikan dalam bentuk iklan yang gencar.

Dalam kesempatan tersebut, Irene pun mengungkapkan perkembangan pangan fungsional di beberapa negara. Pangan fungsional semakin digemari terutama didasari semakin banyaknya penyakit yang muncul akibat makanan, bahkan gejalanya sudah didapat sejak muda.

Menurutnya, pangan fungsional biasanya dibutuhkan oleh mereka yang sedang sakit, yang ingin hidup lebih sehat, ingin performa tubuh yang lebih baik, atau hanya untuk menikmati demi kesenangan.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa  pangan fungsional  dapat dikonsumsi oleh segala usia. Namun berdasarkan survei yang dilakukan, pangan fungsional malah lebih banyak diminati oleh generasi muda.  “Semakin tua seharusnya lebih membutuhkan konsumsi pangan fungsional, namun kenyataannya malah tidak menganggap seperti itu,” ungkap Irene.*

Laporan oleh: Agi Kurniasandi dan Artanti Hendriyana / eh

 

Share this: