(Foto oleh: Anisa Rachmawati)

[Unpad.ac.id, 31/08/2015] Kreativitas bukan merupakan bakat yang dimiliki seseorang, namun merupakan hasil latihan. Setiap orang juga bisa menjadi kreatif melalui interaksi dengan banyak orang, karena melalui interaksi akan muncul ide, gagasan, letupan, dan perdebatan yang akan menimbulkan kreativitas. Selain itu, intensitas seseorang berinteraksi dengan alam akan menambah kejernihan berfikirnya sehingga ia menjadi lebih fokus dalam melakukan segala sesuatu.

(Foto oleh: Anisa Rachmawati)
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil (kedua dari kiri) dan Dekan FISIP Unpad, Dr. Arry Bainus, MA (ketiga dari kiri) saat kuliah perdana Administrasi Bisnis FISIP Unpad di Bale Santika Unpad Jatinangor, Senin (31/08).  (Foto oleh: Anisa Rachmawati)

Demikian disampaikan Wali Kota Bandung, M. Ridwan Kamil, ST. MUD., dalam kuliah perdana program studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad, Senin (31/08) di Bale Santika Unpad, Jatinangor. Pada kesempatan tersebut, ia memberikan kuliah umum bertema “Menjadi Juara pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 melalui Pengembangan Bisnis Kreatif”.

“Dalam mencari ide, orang kreatif itu harus gaul. Karena orang gaul itu akan rajin berinteraksi dan bisa mengobservasi sehingga mampu mengetahui opportunity,” ujar Emil, sapaan Ridwan Kamil.

Menurut Emil, kreativitas dapat dijadikan sebagai hobi atau untuk bisnis. Sebagai contoh, lahirnya Bandung sebagai pusat distro diawali dari sekelompok anak muda yang memiliki hobi skateboarding. Salah seorang anggota merasa kurangnya greget dalam setiap kegiatan mereka karena tidak adanya sesuatu yang khusus.

Akhirnya ia menciptakan kaos dengan desain-desain tertentu dengan jumlah terbatas yang kemudian ia pasarkan kepada teman-teman skateboardingnya. Namun ternyata desain yang ia buat dengan jumlah terbatas tersebut menarik perhatian orang yang bukan merupakan anggota skateboarders. Hal itu dilihat sebagai suatu opportunity dan akhirnya seperti kita ketahui semakin banyak distro tumbuh di Bandung.

Lebih lanjut Emil menjelaskan bahwa kreativitas terbagi menjadi dua, yaitu menambah nilai produk (added value product) dan menghasilkan nilai produk (brand new product). Salah satu contoh added value product adalah Keripik Maicih. Keripik pedas telah ada sejak lama, namun dengan penambahan label Maicih nilai jualnya menjadi lebih tinggi hingga dapat mencapai pasar internasional.

Sementara untuk brand new product, Emil mengungkapkan bahwa hal ini sulit dilakukan di Indonesia, karena Indonesia belum memiliki anggaran yang besar untuk melakukan riset. Menurut Emil, hal ini menjadikan bangsa kita hanya akan jadi negara pengkonsumsi. Padahal menurutnya, “Big spending in research, create innovation and creativity.”

Menanggapi masalah tersebut, Emil telah mulai mengerjakan proyek pembangunan Bandung Technopolis yang bertempat di Gede Bage. Bandung Technopolis dibangun untuk memenuhi kebutuhan warganya untuk tinggal, bekerja, dan bermain. Pusat pemerintahan pun rencananya akan dipindahkan ke Bandung Technopolis. Melalui Bandung Technopolis, diharapkan dapat menjadikan Bandung sebagai Kota Inovasi Kreatif.

Di akhir perkuliahan, Emil meminta kesediaan Dekan FISIP Unpad, Dr. Arry Bainus, MA., untuk bekerja sama menyediakan SDM yang memiliki pemahaman teori bisnis untuk turut berkontribusi dalam industri ekonomi kreatif di Bandung. Emil sendiri merumuskan bahwa dalam ekonomi kreatif dibutuhkan tiga hal, yakni produsen, desainer, dan pebisnis. Inilah yang ia sebut teori ‘Segitiga Ekonomi Kerakyatan’.*

Laporan oleh: Anisa Rachmawati /art

Share this: