Kesanggupan Menafkahi Jadi Salah Satu Kunci Berhasilnya Reunifikasi Anak dari Panti Asuhan

Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW. (Foto oleh: Arief Maulana)*

[Unpad.ac.id, 31/07/2015] Keterbatasan ekonomi rentan membuat orang tua di Indonesia menitipkan anaknya ke Panti Asuhan. Padahal, anak-anak yang tinggal di panti asuhan rentan mendapatkan perlakuan diskriminatif. Proses reunifikasi atau pengembalian anak dari panti asuhan ke keluarganya juga tidak serta merta menjamin terpenuhinya hak-hak anak.

Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW. (Foto oleh: Arief Maulana)*
Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW. (Foto oleh: Arief Maulana)*

Save the Children, sebuah organisasi independen dunia perwakilan Indonesia, merancang sebuah program bernama Pusat Dukungan Anak dan Keluarga (PDAK). Program ini bertujuan melakukan reunifikasi anak dari panti asuhan ke keluarganya. Program tersebut didasarkan atas kemauan anak serta kesanggupan orang tua untuk menafkahi kembali anaknya.

“Program ini juga sebagai dasar perubahan paradigma pengasuhan berbasis lembaga kembali menjadi pengasuhan berbasis keluarga,” ujar Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW., Dosen prodi Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad dalam Sidang Promosi Doktor yang digelar Kamis (30/07) di Ruang Sidang Promosi Doktor Pascasarjana Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung.

Dalam disertasinya, Nurliana meneliti tentang bagaimana pemenuhan hak-hak anak pasca reunifikasi. Mengutip dari penelitian terdahulu, ia mengungkapkan, reunifikasi anak kembali kepada keluarga kandungnya merupakan tujuan utama dari sistem kesejahteraan anak. Namun, beberapa hasil penelitian menunjukkan, jika keluarga belum siap di-reunifikasi cenderung membuat anak kembali masuk dalam sistem panti asuhan.

Menggunakan metode gabungan sekuensial, Nurlina mengungkapkan, hak anak yang tidak terpenuhi pasca reunifikasi disebabkan tidak terpenuhinya hak orang tua dalam mendapatkan pekerjaan maupun penghasilan yang memadai. Kembalinya sang anak ke panti asuhan akan berdampak buruk karena kehilangan kesempatan mendapatkan asuhan dari orang tua.

“Meskipun hak anak tidak terpenuhi, tidak ada anak yang mengalami re-entry pasca reunifikasi di Indonesia,” kata Nurlina.

Adapun proses reunifikasi didahului dengan kunjungan orang tua ke Panti Asuhan. Adanya pertemuan tersebut akan memperkuat ikatan anak dengan orang tuanya.

Dosen kelahiran Bandung, 28 April 1978 ini juga mengungkapkan, adanya nilai-nilai mengandalkan diri sendiri serta nilai solidaritas keluarga yang melekat dalam budaya Indonesia membuat orang tua merasa malu untuk selalu mendapatkan bantuan. Mereka juga berusaha untuk mandiri dalam kewajiban mereka sebagai orang tua pasca reunifikasi.

Keterlibatan aktif para pekerja sosial profesional mampu memunculkan nilai-nilai tersebut dari para orang tua. Pekerja sosial ini berperan untuk lebih mendekatkan anak dan keluarga pada berbagai akses layanan yang dapat mendukung pemenuhan hak mereka sebagai warga negara.

Sidang promosi Doktor ini digelar dengan Ketua Sidang Prof. Dr. Sutyastie Soemitro R, Tim Promotor Prof. Oekan S. Abdoellah, M.A., PhD., Prof. Em. Dr. Kusdwiratri Setiono, M.Si., dan Dr. Hj. R. Nunung Nurwati, M.S., Tim Oponen Ahli Budi Gunawan, drs., M.A., PhD., Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos., M.Si., dan Dra. Binahayati, MSW., PhD., serta representasi Guru Besar oleh Prof. Dr. H. Dede Mariana, M.Si.

Dalam Sidang Promosi Doktor bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial ini, Nurlina mendapat yudisium “Sangat Memuaskan”.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: