Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si., “Saya Ingin Sebarkan Ilmu Perikanan Melalui Buku yang Mudah Dipahami”

Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 25/05/2015] Banyaknya penjual “nakal” yang sering menjajakan makanan berbahaya membuat masyarakat dituntut untuk cerdas. Saat ini, dalam upaya untuk mencerdaskan masyarakat, berbagai informasi terkait bagaimana penjual menipu konsumen sudah banyak tersedia, seperti televisi, buku, dan media lainnya. Bukan hanya itu, masyarakat juga semestinya aktif mencari tahu, dan perguruan tinggi terbuka untuk itu.

Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si (Foto oleh: Dadan T.)*
Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si (Foto oleh: Dadan T.)*

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad, Dr.Ir. Eddy Afrianto, M.Si., mengatakan bahwa masih banyaknya upaya penipuan terhadap konsumen itu karena masyarakat masih belum cerdas. Terkait produk hasil perikanan misalnya, masih banyak penjual nakal yang berusaha menipu konsumen, baik itu berupa ikan “segar” namun mengandung zat lain yang berbahaya, maupun pangan hasil olahan yang berusaha menyembunyikan ketidaksegaran ikan.

“Silahkan bertanya ke Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Masih banyak masyarakat enggan dan khawatir menanyakan informasi ke Unpad. Takut enggak dijawab, terlalu berat, dan segala macam alasan. Seharusnya tidak seperti itu,” ujar Dr. Eddy saat ditemui beberapa waktu lalu di ruang kerjanya.

Untuk menjadi konsumen cerdas, masyarakat pun dapat melakukan kunjungan ke pusat-pusat kegiatan perikanan, mengikuti sosialisasi yang dilakukan pemerintah, atau mengikuti kegiatan dosen-dosen yang terjun ke lapangan. Dr. Eddy pun selalu berupaya turut memberikan ilmu pada masyarakat melalui tulisan, dalam bentuk artikel atau buku. Salah satunya adalah buku tentang bagaimana agar konsumen tidak tertipu yang saat ini sedang digarapnya. Dr. Eddy sendiri hingga kini telah menulis belasan buku ajar dan buku populer mengenai perikanan.

Beberapa buku yang pernah ia tulis diantaranya adalah “Fermentasi Ikan’ (2015), “Buku Ajar Mikrobiologi Perikanan” (2012), “Penanganan Hasil Perikanan” (2010), “Buku Ajar mahasiswa S1: Fermentasi Hasil Perikanan” (2007), “Kamus Istilah Perikanan” (2007), “Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan” (1991), dan “Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya” (1989).

“Saya ingin menyebarkan ilmu perikanan yang semula dianggap berat oleh konsumen, melalui media buku yang mudah dipahami pembaca. Demikian simpelnya, sehingga ibu rumah tangga yang tidak memiliki pengetahuan perikanan pun bisa memahami,” ujar Dr. Eddy yang kini juga dipercaya untuk menjabat sebagai Wakil Dekan II FPIK Unpad.

Baginya, menyampaikan ilmu yang tadinya rumit menjadi sederhana merupakan tantangan tersendiri. Selain itu, menulis juga menjadi medianya dalam berekspresi terkait bidang ilmu yang digelutinya, khususnya mengenai Mikrobiologi Perikanan.

“Orang sudah tahu mikrobiologi itu berkaitan dengan mikroba. Namun pemanfaatannya terhadap dunia perikanan jauh lebih menarik. Mikroba dapat dimanfaatkan untuk merekayasa media budidaya ikan, meningkatkan kemampuan mencerna pakan, meningkatkan ketercernaan pakan ikan, mengatasi serangan penyakit ikan, mengawetkan dan mengolah hasil perikanan, mengolah limbah menjadi produk bernilai ekonomis, dan lain-lain,” ungkap pria kelahiran Payakumbuh, 2 April 1961 ini.

Pembaca yang disasarnya pun bervariasi, mulai dari petani ikan, pengusaha, orang yang hobi di bidang perikanan, hingga konsumen rumah tangga. “Dengan kalimat yang sangat sederhana, diharapkan masyarakat bisa lebih paham,” tutur Dr. Eddy.

Salah satu hal yang kini menjadi perhatiannya adalah mengenai keamanan pangan. “Ditinjau dari ikan yang memang tidak aman dari awal, ikan yang menjadi tidak aman karena kesalahan penanganan, dan bagaimana ikan supaya menjadi lebih baik dan aman dikonsumsi,” ujar ayah tiga anak ini.

Dr. Eddy pun mengungkapkan beberapa tips memilih ikan segar. Yang pertama, adalah mata, yakni cembung dan bening. Kecuali ikan ekor kuning, yang walaupun segar namun matanya sudah merah.

Kemudian, ikan yang masih segar, lendirnya masih sedikit. Jika kering atau banyak, tentu sudah tidak segar. “Pengecualian untuk ikan gabus, yang begitu ditangkap lendirnya sudah banyak,” ungkapnya.

Selanjutnya, jika dagingnya ditekan, akan langsung kembali kebentuk semula. Ikan yang tidak segar akan lambat kembalinya atau tidak pernah kembali karena dagingnya sudah tidak elastis lagi.

“Kemudian aromanya. Kalau dicium, aromanya beda antara ikan mas, ikan nila, ikan gembung. Itu dinamakan bau spesifik. Dikatakan segar kalau bau spesifiknya masih tercium. Tetapi kalau bau spesifiknya sudah tidak tercium, atau malah muncul bau yang lain, berarti sudah tidak segar lagi,” ungkap Dr. Eddy.

Ia pun menyarankan agar konsumen lebih banyak membeli ikan dalam kondisi segar, bukan sudah diolah atau dimasak, agar dapat dengan mudah memilih ikan yang masih baik. Beberapa kecurangan yang dilakukan, misalnya dengan menambahkan formalin agar ikan selalu terlihat segar. Akan sulit dibedakan apabila memilih ikan dalam kondisi sudah dimasak.

“Kalau pun sudah dimasak, syaratnya belilah di tempat yang kira-kira bertanggung jawab dalam menjaga mutu,” ujar Dr. Eddy yang juga aktif melakukan berbagai pelatihan pengolahan ikan untuk masyarakat.

Selain penambahan zat berbahaya, ikan juga menjadi tidak aman dikonsumsi karena kandungan logam beratnya yang tinggi, atau mengandung penyakit dimana tubuh manusia menjadi salah satu inang perantaranya. “Tapi yang terkait dengan konsumen tidak banyak karena sebagian besar inangnya adalah ikan,” ungkap Dr. Eddy saat berbicara mengenai penyakit pada ikan.

Selain harus jeli, dalam hal ini masyarakat pun harus menjadi konsumen yang kritis untuk mengetahui daerah asal tempat ikan itu dibudidaya atau ditangkap. Sebaiknya hindari mengkonsumsi ikan budiaya di perairan yang telah diketahui kandungan logam beratnya tinggi. Selain itu, hindari pula mengkonsumsi ikan hasil tangkapan dari beberapa daerah yang disinyalir banyak patogen penyebab penyakit.

Kedepannya, Dr. Eddy mengungkapkan akan terus berbagi pengetahuan dengan masyarakat. Menurutnya, banyak hasil perikanan yang dapat membawa manfaat besar, baik bagi konsumen maupun produsen. “Kalau cerdas, kita bisa memanfaatkan semaksimal mungkin hasil perikanan, baik sebagai konsumen maupun produsen,” tutup Ketua Departemen Pendidikan dan SDM pada Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia periode 2013-2016 ini.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: