Pasca Pencabutan Subsidi BBM, Saatnya Energi Alternatif Bangkit

Suasana diskusi Unpad Merespons "Naik Turun Harga BBM, Bagaimana Dampaknya?" di Executive Lounge Unpad Jl. Dipati Ukur 35 Bandung, Senin 26 Januari 2015. (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 26/01/2015] Produksi sumber energi fosil seperti minyak bumi dan gas di Indonesia semakin lama semakin menurun. Di sisi lain, konsumsi masyarakat terus meningkat. Hal ini menuntut segera realisasi pemanfaatan berbagai energi alternatif.

Suasana diskusi Unpad Merespons "Naik Turun Harga BBM, Bagaimana Dampaknya?" di Executive Lounge Unpad Jl. Dipati Ukur 35 Bandung, Senin 26 Januari 2015. (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Suasana diskusi Unpad Merespons “Naik Turun Harga BBM, Bagaimana Dampaknya?” di Executive Lounge Unpad Jl. Dipati Ukur 35 Bandung, Senin 26 Januari 2015. (Foto oleh: Tedi Yusup)*

“Sejak 2004, Indonesia setidaknya sudah ada 7 kebijakan terkait pemanfaatan energi alternatif. Hanya realisasinya sampai saat ini belum terlaksana,” ucap Dosen prodi Fisika FMIPA Unpad, Dr. Eng. Camellia Panatarani, M.Sc., dalam Diskusi “Unpad Merespons: Naik Turun Harga BBM, Bagaimana Dampaknya?” di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Senin (26/01).

Selain Dr. Camellia, diskusi ini menghadirkan 4 pembicara lain, yakni Dr. I. Made Joni, S.Si., M.Sc., (Dosen FMIPA Unpad), Yayan, S.E., M.Si., PhD., (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad), dan Asri Peni Wulandari, PhD., (Dosen FMIPA Unpad) dengan moderator Dr. Hj. Diah Fatma Sjoraida, S.E., M.Si., (Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad).

Menurut Dr. Camellia, kebergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil masih tinggi, yaitu sekitar 96%. Presentase penggunaan minyak bumi di Indonesia berada di angka 48%, gas 18%, dan batubara 30%. Upaya memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif pun masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur dan masih adanya subsidi Pemerintah terhadap BBM.

Lebih lanjut Koordinator Pilar Energi LPPM Unpad ini menjelaskan, pemerintah sendiri menargetkan penggunaan sumber energi alternatif sebesar 26% pada tahun 2026. Namun, sekitar 12% baru terealisasi pada tahun 2012. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.

Oleh karena itu, pengembangan energi alternatif merupakan solusi Tata Kelola Migas pasca pencabutan subsidi BBM jenis Premium oleh Pemerintah pada awal 2015. Hal tersebut dikemukakan oleh Yayan.

“Dengan dicabutnya subsidi BBM adalah waktunya energi alternatif ini untuk bangkit. Baik dari Supply Side maupun Demand Side-nya,” ujar Yayan.

Lalu bagaimana pengembangan energi alternatif di Unpad? Dr. Camellia mengemukakan, Unpad sendiri telah mengembangkan 9 kluster pemanfaatan energi alternatif. Sembilan kluster tersebut meliputi Solid State Lamp, Solar Cell, Mikrohidro, Biomassa: Bioethanol dan Biogas, Energi Arus, Angin dan Gelombang Laut, Geotermal, Teknologi Penyimpan, Teknologi Transmisi Energi, serta Analisis dan Kebijakan energy Terbarukan.

Di samping itu, Unpad sendiri telah mengembangkan pemanfaatan limbah tanaman Rami (Bahasa Sunda: Haramay) menjadi biobriket sebagai bahan bakar alternatif penganti LPG. Pengembangan tersebut dilakukan oleh Asri.

Menurut Asri, nilai kalori dari biobriket ini melebihi nilai batu bara, yakni 6.200 kalori/gram, sedangkan batu bara 5000 kalori/gram. Selain itu, efektivitas harga konsumsi dari biobriket ini jauh lebih efisien dibanding dengan minyak tanah dan LPG. Penelitian ini pun mendapatkan hibah Dana Riset, Inovatif, Produktif (Rispro) dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tahun 2014 selama 2 tahun.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: