Andalkan Minyak Impor, Indonesia Hadapi Darurat Energi

(Foto oleh: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 16/10/2014] Saat ini, Indonesia sedang menghadapi masalah darurat energi. Hal ini ditunjukan dengan sedikitnya persediaan minyak dari dalam negeri. Dua pertiga kebutuhan minyak dalam negeri saat ini masih mengandalkan impor.

(Foto oleh: Tedi Yusup)
Ketua Umum Asosiasi Migas Indonesia, Ir. Effendi Sirajuddin (berdiri di podium) saat menyampaikan materi dalam seminar “Kebijakan Energi Nasional dan Kesejahteraan Rakyat” di Bale Sawala Unpad Jatinangor (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Migas Indonesia, Ir. Effendi Sirajuddin, pada Seminar “Kebijakan Energi Nasional dan Kesejahteraan Rakyat” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Kamis (16/10). Dimoderatori Dosen Ekonomi Politik Unpad, Antik Bintari, S.IP. , M.T., acara tersebut juga menghadirkan sebagai pembicara Rum Aly (Mahasiswa Aktivis Pers sejak 1967) dan Prof. Drs. Yanyan M. Yani, MAIR., Ph.D (Guru Besar Hubungan Internasional FISIP Unpad).

Menurut Effendi, status darurat energi tersebut akan membahayakan keamanan dan kesatuan nasional, karena tanpa minyak impor, Indonesia hanya mampu bertahan 2 hingga 3 minggu saja. Bahkan, ada sumber yang mengatakan bahwa Indonesia hanya bertahan 1 minggu tanpa minyak impor.

Untuk mengatasi darurat energi, tentu harus ada revolusi energi. Namun, Effendi mengatakan bahwa sumber dari segala masalah yang ada di Indonesia berasal dari permasalahan politik. Dengan demikian, terlebih dahulu perlu adanya revolusi politik dan rakyat harus bersatu untuk menuju itu.

“Sistem politik yang kita anut anut sudah ketinggalan zaman, dari kaca mata rakyat,” ujarnya. Menurutnya, sistem politik di Indonesia dan sejumlah negara di dunia, tidak bagus untuk masyarakat, tetapi bagus dan sangat diinginkan oleh korporasi.

“Siapa yang bisa merubah itu? Cuma rakyat. Enggak ada kekuatan satupun yang bisa mengubah semua ini kecuali rakyat yang bersatu,” tuturnya.

Beberapa solusi yang Effendi ajukan untuk mengatasi masalah energi diantaranya yaitu menaikan pajak BBM hingga 50% pada golongan ekonomi mampu, hentikan pembangunan jalan tol di seluruh negeri dan alihkan anggarannya untuk membangun transportasi massal, dan hentikan penggunaan kendaraan BBM menjadi berbahan bakar listrik atau gas.

Pembicara lain, Rum Aly mengatakan bahwa dibutuhkan metoda keadilan sosial untuk kesejahteraan Indonesia. Keadilan sosial sebagai bentuk peningkatan kemampuan bangsa, bukan hanya berarti membagi rata kekayaan republik.

“Tetapi, kekayaan republik, kekayan alam dan tanah, dimanfaatkan untuk seluruh kegiatan demi meningkatkan kemampuan manusia, sekaligus meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia,” tutur Rum Aly.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh *

 

Share this: