Suasana diskusi coffee morning membahas virus Ebola di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung , Senin (15/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 15/09/2014] Virus Ebola kembali mewabah terutama di kawasan Afrika Barat. Virus yang pertama kali ditemukan di Sungai Ebola, Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo) pada tahun 1976 ini merupakan virus mematikan dan menyerang hampir seluruh organ tubuh manusia. Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk membunuh virus yang berasal dari hewan primata dan kelelawar tersebut.

Suasana diskusi coffee morning membahas virus Ebola di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung , Senin (15/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Suasana diskusi coffee morning membahas virus Ebola di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung , Senin (15/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Menurut Dr. Djatnika Setiabudi, dr., SpA(K), MCTM, Kepala Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unpad-RSHS, penularan terhadap manusia diawali adanya kontak langsung dengan cairan tubuh yang terinfeksi virus ebola, seperti: darah, cairan semen, maupun droplet (partikel air yang keluar ketika batuk atau bersin).

“Pemakaian jarum suntik dan sarung tangan yang berkali-kali juga berpotensi menularkan virus,” ujarnya dalam diskusi “Coffee Morning” di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung , Senin (15/09). Diskusi ini dibuka secara langsung oleh Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia.

Jika seseorang tertular, virus akan berinkubasi selama 2-21 hari di dalam tubuh. Gejala awal penyakit ebola ditandai dengan demam, nyeri otot, muntah-muntah, diare, hingga pendarahan di organ luar maupun dalam yang dapat menyebabkan kematian. Virus ini pun masih dapat bertahan selama beberapa waktu pada cairan jenazah penderita Ebola.

Oleh karena itu, Dr. Djatnika menyarankan, jika seseorang mengalami gejala tersebut setelah pulang dari kawasan endemik virus ebola, wajib diisolasi untuk dilakukan perawatan intensif. Isolasi juga penting untuk mengidentifikasi apakah seseorang memang positif terinfeksi virus Ebola ataukah bukan. Sebab, gejala penyakit ebola takjauh berbeda dengan gejala penyakit demam berdarah.

Data Center for Disease Control and Prevention (CDC) dan WHO menunjukkan, pada tahun ini kasus kematian akibat virus Ebola terbanyak berasal dari negara Guinea, Liberia, Nigeria, dan Sierra Leone. Sementara di tahun 1976, virus ini paling banyak ditemukan di Sudan, Zaire, dan Gabon dengan presentase angka kematian tertinggi mencapai 88%.

Dijelaskannya, ada 5 spesies virus ebola di dunia, yaitu Sudan ebolavirus, Zaire ebolavirus, Tai Forest ebolavirus (Ivory Coast ebolavirus), Bundibugyo ebolavirus, dan Reston ebolavirus. Empat spesies (Sudan ebolavirus, Zaire ebolavirus, Tai Forest ebolavirus (Ivory Coast ebolavirus), Bundibugyo ebolavirus) merupakan spesies Ebola yang dapat menular ke manusia.

“Belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ebola. Pengobatan sifatnya hanya supporting saja,” ujar Dr. Djatnika.

Ada Harapan Hidup
Virus ini lebih kuat dari virus demam lainnya dengan risiko kematian cukup rentan. Namun, dalam beberapa kasus, ada harapan seseorang dapat sembuh dan hidup normal kembali setelah terjangkit ebola. Hal tersebut dikemukakan oleh Rudi Wisaksana, dr., SpPD-KPTI, PhD., dari Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RSHS Bandung.

“Mungkin sekitar 10-20% dari pasien yang bisa bertahan. Sampai sekarang belum diketahui apa penyebab kenapa mereka bisa bertahan,” ungkap Rudi.

Meskipun dapat bertahan, penderita belum dikatakan sembuh total. Ada gejala-gejala yang masih dirasakan, seperti nyeri otot dan sifat malas untuk beraktivitas.

Lebih lanjut ia menjelaskan, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis antibodi pasien yang berhasil bertahan dari serangan virus ebola. “Mungkin dari antibody itulah dapat digunakan untuk membantu pasien penyakit ebola lainnya untuk bertahan,” jelasnya.

Meski menyebar cepat di Afrika, belum ada informasi penyebaran virus ebola di Indonesia. Menurut Kepala Departemen Patologi Klinik FK Unpad yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, Prof. Dr. Ida Parwati, dr., SpPK(K), PhD., virus ebola sebenarnya sudah teridentifikasi di kawasan Filipina.

“Virus ebola di kawasan Filipina termasuk jenis Reston ebolavirus. Spesies ini menyerang primata namun tidak dapat menular ke manusia,” jelasnya.

Pemerintah melalui Komisi Nasional Pengkajian dan Penelitian Penyakit Infeksi telah mempersiapkan biosafety level 3 untuk memeriksa antibodi dan virus suatu penyakit. “Namun untuk isolasi belum mungkin dilakukan di Indonesia karena biosafety level-nya belum 4,” imbuhnya.

Sejak tahun 2011, sudah ada 11 laboratorium Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging (Pinere). Laboratorium rujukan ini digunakan untuk memeriksa antibodi dan virus. Untuk kasus Ebola, laboratorium tersebut bertugas untuk mengirim sampel spesimen ke laboratorium rujukan nasional di Balitbangkes, Jakarta.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: