Prof. Dr. Ir. Sri Bandiati Komar Prajoga Kembangkan Domba Padjadjaran

[Unpad.ac.id, 30/12/2013] Sudah sejak lama daging domba menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan daging di masyarakat. Tidak hanya untuk kebutuhan hewan qurban dan aqiqah saja, semakin hari, permintaan domba untuk dikonsumsi pun semakin meningkat, bahkan diminati juga untuk pasar ekspor.  Untuk itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi domba yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, sekaligus melestarikan rumpun domba lokal dari kepunahan akibat terdesak oleh pemenuhan pasar tersebut.

Prof. Dr. Ir. Sri Bandiati Komar Prajoga dan Domba Padjadjaran yang ditelitinya (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Prof. Dr. Ir. Sri Bandiati Komar Prajoga dan Domba Padjadjaran yang ditelitinya (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Upaya inilah yang dilakukan oleh guru besar Fakultas Peternakan Unpad, Prof. Dr. Ir. Sri Bandiati Komar Prajoga yang meneliti rumpun domba asal daerah Priangan yang kemudian dikenal dengan Domba Padjadjaran. Domba Padjadjaran sendiri adalah domba Priangan yang berkembang di daerah Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut. Awalnya rumpun domba lokal ini merupakan hasil perkawinan Domba Merino yang dikawinkan dengan domba lokal pada tahun 1886, pada jaman kolonial dulu, dan dikawinkan lagi dengan Domba Kaapstad, Afrika.

“Awalnya saya mengambil sampel darah dari domba-domba lokal di berbagai daerah di Jawa Barat untuk mengetahui asal usulnya genetikanya. Tetapi pada akhirnya, saya lebih tertarik untuk mengembangkan penelitian pada domba Wanaraja karena warnanya putih, telinganya lebar dan bulunya bagus seperti sutra,” jelas dosen kelahiran Jakarta, 4 September 1950 ini.

Pada mulanya, peternak domba disana lebih banyak menjual domba tanpa memikirkan upaya pelestarian domba Priangan tersebut. Peternak disana lebih sering menjual domba betina muda yang produktif dan menyimpan domba jantannya untuk dijual menjelang Idul Adha karena harganya lebih mahal.

“Kalau yang betinanya terus-terusan dijual, bisa-bisa habis. Nanti siapa yang beranak? Lama-lama domba Wanaraja ini bisa habis. Kita dari ilmuwan, khususnya saya dari bidang pemuliaan prihatin dan harus memberi perhatian atas sumber daya genetik tersebut. Nah, oleh karena itu, saya akan konsentrasi pada domba padjadjaran atau domba wanaraja ini,” tuturnya.

Berbekal keilmuannya, Prof. Sri mulai meneliti cikal bakal Domba Padjadjaran ini mulai tahun 2007. Ia awali dengan studi pustaka dan meneliti DNA (deoxyribonucleic acid) yang terdapat pada organ sel mitokondria (mt-DNA) dari pihak induk. Dari penelitian tersebut, dideteksi bila domba ini berada pada posisi 1447bp, dengan karakteristik ada indikasi delesi bp pada urutan 15790 sampai dengan 15864bp dari mt-DNA.

Ia menjelaskan, seperti halnya dalam mengidentifikasi identitas manusia dengan mt-DNA, dari penelitian ini pun dapat memperoleh karakteristik induk, seperti produksi susu, bobot lahir, bobot sapih sebagai dasar identifikasi karakter Domba Padjadjaran. “Saat ini penelitian masih berlanjut untuk menentukan standar molekul-molekul atau gen-gen apa saja yang harus dimiliki Domba Padjadjaran ini,” lanjutnya.

Untuk meningkatkan produktivitas anak Domba Padjadjaran ini, Prof. Sri mulai menerapkan teknologi bioreproduksi. Di salah satu breeding di Purwakarta, untuk domba-domba Padjadjaran yang dikembangkannya, ia terapkan penggunaan hormon progesteron berupa vagina sponge dalam bentuk tampon yang kemudian dilanjutkan setelah 12 hari inkubasi dalam saluran reproduksi betina dengan inseminasi buatan menggunakan semen segar yang terlebih dahulu dicairkan. “Cara ini jarang meleset. Dengan pola ini dapat dihitung produktivitasnya,” ujar Prof. Sri.

Awalnya, ia harus membeli vagina sponge tersebut. Tapi melalui Laboratorium Reproduksi Fakultas Peternakan Unpad, dilakukan uji coba dan modifikasi alat tersebut sehingga dapat memproduksi sendiri untuk kebutuhan produksi Domba Padjadjaran tersebut. Tak dinyana, vagina sponge yang dikembangkan oleh Fakultas Peternakan ini terpilih menjadi dalam 105 Inovasi Indonesia tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Business Innovation Center dengan tajuk “Alat Kontrasepsi untuk Domba”.

Lebih lanjut ia memaparkan, bahwa berdasarkan penelitian, tanpa sentuhan teknologi tersebut, Domba Padjadjaran hanya memproduksi dari 20 betina, menghasilkan 32 ekor dengan 3 kali melahirkan, bahkan ada anaknya yang kembar 3 sampai 5. “Tapi saat ini dengan sentuhan teknologi menjadi 92 ekor, dengan konsentrasi kembar 2,” tuturnya.

Dari sisi bisnis, hal ini tentu menggembirakan bagi para peternak, sehingga mereka bisa memperhitungkan bisnis mereka. Keuntungan lain, Domba Padjadjaran ini umumnya memiliki bobot yang memadai sebagai ternak pedaging dan rendah kolesterol. Untuk mengkomersilkannya, saat ini pihaknya sedang menyusun standar untuk memperoleh sertifikasi dari pemerintah. “Untuk mengekspor, tidak boleh dari pengumpul, harus dari breeding agar jelas asal usulnya. Teknologi ini juga mempermudah kita mengetahui asal usul bahkan kelahirannya,” tuturnya.

Karena Domba Padjadjaran ini memiliki orientasi pasar yang menjanjikan dan memiliki inovasi teknologi yang baik, maka Prof. Sri selaku penggagas, terpilih menjadi Juara II Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Berorientasi Industri 2013 pada ajang Inovasi Agroindustri Expo 2013 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) pada Selasa (26/11) lalu di Jakarta.

Walaupun sudah memperoleh penghargaan tersebut, ia masih ingin memantapkan penelitian terkait Domba Padjadjaran ini. Untuk itu, sebanyak 26 judul penelitian bekerja sama dengan konsorsium Riset dan Teknologi Jawa Barat, disiapkan untuk roadmap pengembangan Domba Padjadjaran di Jawa Barat ini . Konsorsium ini terdiri dari 11 instansi, yaitu Kementrian Riset dan Teknologi RI, Dinas Peternakan Provinsi Jabar, Universitas Islam Nusantara, Universitas Islam Bandung, Universitas Jenderal Achmad Yani, Universitas Langlangbuana, Universitas Majalengka, Universitas Subang, Universitas Muhammadiyah Cirebon, PTPN VIII Sukawana Subang, dan PT. Agro Surya Perkasa. “Kedepan, harus ada kerja sama dengan berbagai stakeholder seperti peneliti lain, Kementan, petani, pengusaha untuk memasyarakatkan Domba Padjadjaran ini,” pungkasnya. *

Laporan oleh: Marlia / eh *

Share this: