Dr. Brenda Flanagan, “Literatur Sangat Penting dalam Kebudayaan”

Duta Budaya Departemen Luar Negeri AS, Dr. Blenda Flanagan (Foto: Arief Maulana)*

[Unpad.ac.id, 21/10/2013] Suatu kebudayaan akan tetap hidup dan berkembang jika masih ada catatan tentangnya. Catatan literatur tersebut berperan besar untuk menyebarluaskan warisan kebudayaan hingga kepada orang-orang di masa yang akan datang. Itu sebabnya, literatur sangat penting dalam kebudayaan.

Duta Budaya Departemen Luar Negeri AS, Dr. Blenda Flanagan (Foto: Arief Maulana)*

Duta Budaya Departemen Luar Negeri AS, Dr. Blenda Flanagan mengatakan hal tersebut saat menjadi narasumber pada diskusi “Multiculturalism in and through Literature” yang diselenggarakan Departemen Susastra Fakultas Ilmu Budaya Unpad, Senin (21/10) di Ruang Aula Gedung D Kampus FIB Unpad Jatinangor.

Keinginan kuat Brenda terhadap pentingnya literatur dalam sebuah kebudayaan bermula sejak ia kecil. Sejak menghabiskan masa mudanya di Trinidad –sebuah negara di Amerika Selatan– hingga hijrah ke Amerika Serikat, ia banyak menemukan cerita-cerita klasik dari beberapa negara di dunia.

“Namun pada saat itu, belum ada literatur yang jelas mengenai cerita tersebut di Amerika. Saya hanya mengetahui cerita tersebut dengan mempelajarinya dari orang-orang di sekitar saya,” tutur Brenda.

Ketika kegelisahan tersebutmemuncak, Brenda pun rajin menyambangi perpustakaan hingga akhirnya ia mencintai literatur. Baginya, buku dapat membawa imajinasinya melayang ke suatu kehidupan yang berbeda. Kehidupan, bahkan kebudayaan tergambar di dalam buku yang dibacanya.

“Saya sangat mencintai perpustakaan dan buku. Dengan buku, imajinasi saya melayang pada sebuah dunia yang sama sekali baru,” ungkapnya.

Lalu, ia pun mulai menulis literatur yang referensi diambil dari cerita klasik dunia. Salah satu karyanya yaitu “The Girl from Bahia”. Bahkan pada kesempatan tersebut, “The Girl from Bahia” dibacakan langsung secara jenaka oleh Si Cepot, tokoh wayang yang dimainkan oleh dalang Bhatara Sena dari Sanggar Wayang Golek Giri Harja, Jelekong yang juga lulusan D3 Program Studi Bahasa Inggris Unpad.

Di hadapan mahasiswa FIB Unpad, Brenda pun mengajak untuk mulai menulis kebudayaannya. Sebab, ia mengungkapkan minimnya sastrawan Indonesia yang mengenalkan cerita klasik Indonesia di tingkat dunia. Pada festival-festival sastra dunia, nama sastrawan Indonesia menurutnya belum unjuk gigi.

“Indonesia itu kaya dengan kebudayaan. Di antara kalian, siapakah yang ingin menulis tentang kebudayaannya sendiri?” tanya Brenda.

Jangan takut gagal
Lantas, bagaimanakah seorang penulis pemula untuk bisa percaya diri dengan karyanya? Pertanyaan tersebut diajukan oleh salah seorang peserta. Menurut Brenda. Hal pertama agar suatu karya dapat diakui adalah membentuk forum diskusi antar teman kuliah.

“Kalian bisa bentuk forum discussion group dengan teman-teman, lalu pergi ke kafe memesan kopi dan memulai diskusi mengenai salah satu karya. Lakukan rutin sampai semua orang menunjukkan karyanya,” ujar Brenda.

“Jangan mendiskusikan karya dengan orang tua, kekasih, atau istri. Mereka pasti lebih subjektif dan memberikan opini positif,” tambah Brenda yang diikuti gelak tawa peserta.

Hal kedua adalah banyak membaca banyak buku karya penulis lainnya. Dengan membaca buku penulis lain dapat menambah kosa kata, pengetahuan, hingga membentuk gaya menulis. “Membaca buku dapat menjadi penolong seseorang untuk menjadi penulis,” jelasnya.

Hal terakhir adalah memublikasikannya. Memublikasikan di blog atau media internet merupakan langkah awal untuk mengetahui opini publik terhadap karya tersebut. “Posting di blog, dan amati apa opini orang terhadap karyamu. Jika sudah mantap maka terbitkan menjadi buku,” imbuhnya.

Satu hal yang pasti menurut Brenda, penulis Indonesia harus punya identitas. “Jika nanti kalian menjadi penulis dan tinggal di Amerika. Maka tulislah mengenai Indonesia, jangan terbawa menulis Amerika,” pungkasnya.*

Laporan oleh Arief Maulana / eh *

Share this: