Menteri PPN, “Masalah Utama Iklim Usaha di Indonesia: Birokrasi, Korupsi, dan Infrastruktur”

Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE., MA (Foto oleh: Erman)*

[Unpad.ac.id, 1/09/2013] Ketidakefisienan birokrasi merupakan masalah utama dalam iklim usaha di Indonesia. Masalah berikutnya adalah korupsi serta  kurangnya ketersediaan infrastruktur yang memadai. Meski demikian, perbaikan iklim investasi dan iklim usaha di Indonesia mulai menunjukkan perbaikan.

Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE., MA (Foto oleh: Erman)*

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas, Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE., MA., mengatakan hal tersebut saat mengisi rangkaian prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Profesi, Magister, dan Doktor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran di Aula Magister Manajemen FEB Unpad, Jln. Dipati Ukur 46 Bandung, Sabtu (31/08).

“Waktu, prosedur, dan biaya untuk memulai usaha terlihat menurun. Ini merupakan indikasi adanya perbaikan untuk lebih memudahkan investor dan pengusaha. Salah satu upaya pemerintah menguatkan iklim investasi adalah dengan menyederhanakan perijinan melalui pengefektifan fungsi pelayanan terpadu satu pintu,” ujar Prof. Armida yang juga merupakan Guru Besar FEB Unpad.

Pada tahun 2013 ini, jelas Prof. Armida, telah terbangun 468 Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di 33 provinsi, 339 kabupaten, 93 kota, dan 3 kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.  Selain itu, pada rentang tahun 2012-2013 telah pula dilakukan penyederhanaan prosedur dalam bidang penanaman modal dengan terhubungnya Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di 60 kabupaten/kota dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pembangunan SDM
Pada kesempatan tersebut, Prof. Armida juga menegaskan semakin mendesaknya pemenuhan kebutuhan akan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di Indonesia. Menurutnya, globalisasi ekonomi bertumpu pada dua kekuatan utama yaitu perdagangan dan teknologi. Dua kekuatan tersebut menggerakan dinamika perekonomian dunia melalui kapitalisasi hasil penemuan yang ditransformasikan menjadi produk inovasi.

“Hal ini sejalan dengan pergeseran pembangunan ekonomi ke arah knowledge-based economy. Aspek pendidikan mempunyai kaitan erat dengan kebangkitan ekonomi nasional karena mampu melahirkan SDM berkualitas yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. SDM berkualitas tersebut juga akan menguasai teknologi sehingga tercipta apa yang disebut technology-driven economy,” jelas Prof. Armida.

Pada akhirnya, pembangunan SDM ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing SDM Indonesia di kancah global. Proporsi tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia juga diharapkan meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2010 sebanyak 51,5% tenaga kerja Indonesia hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD), 18,9% mengenyam pendidikan SMP, dan 22,4% mengenyam pendidikan SMA. Sementara yang mengenyam pendidikan Diploma hanya 2,7% dan Sarjana 4,7%.

Pada tahun 2030 nanti, data tersebut diharapkan berubah sehingga tenaga kerja Indonesia yang mengenyam pendidikan Diploma bisa mencapai 25% dan Sarjana mencapai 20%. Sementara mereka yang hanya mengenyam pendidikan SD diharapkan tidak lebih dari 10%. *

Laporan oleh: Erman *

Share this: