Partisipasi Keluarga Kunci Pencegahan TB pada Anak

Windy Rakhmawati, S.Kp., M.Kep., PhD.*

[Kanal Media Unpad] Untuk mendukung upaya pencegahan TB pada anak, perlu adanya penguatan partisipasi keluarga (family engagement). Hal ini perlu dipahami oleh tenaga kesehatan, termasuk perawat.

Hal tersebut disampaikan Dosen Departemen Keperawatan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Windy Rakhmawati, S.Kp., M.Kep., Ph.D., saat membaca orasi ilmiah dengan judul “Akselerasi Eliminasi TB 2030 Melalui Penguatan Family Engagement dalam Pencegahan TB pada Anak” dalam puncak peringatan Dies Natalis Fakultas Keperawatan Unpad di Aula Suharyati Gedung Dekanat Fkep Unpad, Jatinangor, Kamis (29/2/2024).

“Keberhasilan family engagement dalam pencegahan TB pada anak dapat melindungi anak dari penyakit TB. Oleh karena itu, tenaga kesehatan khususnya perawat perlu memahami bagaimana proses family engagement dalam pencegahan TB pada anak,” kata Windy.

Wakil Dekan Bidang Pembelajaran, Kemahasiswaan, dan Riset Fkep Unpad tersebut menjelaskan, family engagement diartikan sebagai keikutsertaan aktif keluarga dan anak untuk mengenali masalah kesehatan, menentukan tujuan, dan mengambil keputusan untuk mencapai hasil yang optimal bagi keluarganya.

Dalam penelitian Windy, diketahui bahwa mempertahankan kebersamaan (sustaining togetherness) merupakan konsep dasar proses psikologi sosial yang menunjukkan bagaimana keluarga beradaptasi dengan kondisi salah satu anggota keluarga didiagnosa TB aktif, yaitu dengan bekerja sama atau tolong menolong antar anggota keluarga.

Windy menjelaskan, proses family engagement dalam mempertahankan kebersamaan keluarga dalam upaya pencegahan TB terdiri dari: peralihan dari ketakutan menjadi menyadari (moving from fear to realization), pengambilan keputusan oleh keluarga (making the family’s collective decision), dan bertahan bersama (holding on together).

Menurut Windy, pemahaman tentang tahapan proses family engagement dalam pencegahan TB pada anak sangat bermanfaat untuk perawat dalam melakukan intervensi keperawatan.

“Perawat dapat menggunakan tahapan ini sebagai petunjuk untuk mencapai kesehatan anak sehingga intervensi keperawatan dapat dikembangkan sesuai dengan value keluarga, keyakinan, dan kebutuhan keluarga pada setiap tahapannya untuk membantu keluarga bekerja sama dan saling membantu dalam pencegahan TB pada anak,” ujar Windy.

Windy menilai bahwa penguatan family engagement menjadi bagian penting dalam upaya eliminasi TB pada tahun 2030. Perawat yang memiliki peran sebagai care giver, educator, motivator, dan konselor perlu mengimplementasikannya dengan mempertimbangkan aspek latar belakang sosio kultural dari keluarga.

“Perawat perlu memiliki cultural competency dan perlu membantu keluarga untuk terlibat aktif dalam pencegahan TB  pada anak dan mengenali masalah TB, menentukan tujuan, dan mengambil keputusan untuk mencapai hasil yang optimal bagi anak dan keluarganya,” kata Windy.

Lebih lanjut Windy mengatakan bahwa intervensi TB melalui keterlibatan keluarga juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi. Untuk itu, Windy dan tim saat ini tengah mengembangkan prototipe aplikasi “O-Cegah TB Anak” yang dapat diakses melalui ponsel pintar.

Windy melihat bahwa orang tua perlu media yang dapat diakses dengan mudah untuk mengomunikasikan mengenai TB pada anak. Aplikasi ini dapat menjadi alternatifnya.

Konten dalam aplikasi ini terbagi dalam zona orang tua dan zona anak, di mana pada zona anak diisi dengan konten berupa video dan permainan yang menarik dan edukatif.

Pada kedua zona ini terdapat konten terkait TB pada anak, termasuk pengobatan dan pencegahannya. Selain itu, khusus di zona orang tua, terdapat konten mengenai cara berkomunikasi dengan anak.

“Perkembangan teknologi yang pesat khususnya teknologi melalui smartphone perlu dimanfaatkan dengan baik sebagai pendukung upaya pencegahan TB pada anak. Hal ini diharapkan dapat mengeliminasi insidensi TB dan meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup anak dan keluarga secara optimal,” kata Windy. (arm)*

Share this: