Farmasi Klinik Berperan Atasi Masalah Kesehatan Jiwa di Indonesia

Prof. apt. Irma Melyani Puspitasari, M.Si., PhD. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Apt. Irma Melyani Puspitasari, PhD, mengatakan bahwa pelayanan farmasi klinik turut berperan mengatasi masalah kesehatan jiwa mengingat masih tingginya angka prevalensi kesehatan jiwa di Indonesia.

“Mengingat prevalensi gangguan kesehatan jiwa yang semakin meningkat setiap tahun dan biaya yang tinggi, penting bagi pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia untuk berupaya mengurangi prevalensi gangguan kesehatan jiwa di Indonesia,” kata  Prof. Irma.

Hal tersebut disampaikan Prof. Irma saat membacakan orasi ilmiah “Peran Farmasi Klinik Dalam Penanganan Gangguan Kesehatan Jiwa” berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Farmakologi dan Farmasi Klinik pada Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran di Grha Sanusi Hardjadinata, Selasa (23/1/2024).

Menurut Prof. Irma, peran Farmasi Klinik dalam upaya penanganan gangguan kesehatan jiwa di antaranya dengan melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi klinik sesuai standar pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep; rekonsiliasi obat; pelayanan informasi obat gangguan kesehatan jiwa; konseling mengenai pengobatan gangguan jiwa; pemantauan terapi obat untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien; dan monitoring efek samping obat.

“Selain itu, peninjauan interaksi obat perlu dilakukan mengingat pada pengobatan gangguan jiwa, obat-obatan yang digunakan diberikan dalam jangka panjang dan dapat dikombinasikan dengan obatlain, sehingga kemungkinan interaksi obat akan meningkat,” kata Prof. Irma.

Lebih lanjut Prof. Irma mengatakan, apoteker dapat berkolaborasi dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain dan pemegang program kesehatan jiwa dalam memberikan terapi obat dan mencegah masalah terkait obat.

“Kolaborasi yang baik di antara para profesional kesehatan jiwa telah terbukti mengurangi kesalahan klinis, meningkatkan status kesehatan pasien, meningkatkan kualitas perawatan pasien, serta meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien,” kata Prof. Irma.

Apoteker juga dapat membantu mengurangi prevalensi gangguan kesehatan jiwa di Indonesia dengan promosi dan edukasi tentang kesehatan jiwa kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi persepsi dan stigma negatif dari masyarakat terhadap gangguan kesehatan jiwa.

Selain itu, informasi tentang upaya menjaga kesehatan jiwa, salah satunya mengusung gaya hidup sehat, konsumsi makanan sehat yang dapat membantu mengurangi gangguan kesehatan jiwa, penting diberikan kepada masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang telah ia dan tim lakukan untuk mengukur persepsi, pengetahuan, dan sikap mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Indonesia terhadap gangguan kesehatan jiwa dan pengobatannya, diperoleh hasil bahwa sebanyak 51,29% mahasiswa memiliki persepsi negatif, 50,23% memiliki pengetahuan baik, dan 52,46% memiliki sikap positif terhadap gangguan jiwa dan pengobatannya.

“Sebanyak 92,74% mahasiswa memperoleh informasi tentang kesehatan jiwa paling banyak dari media sosial, sehingga media sosial dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan promosi kesehatan jiwa dan pencegahan masalah kesehatan jiwa,” kata Prof. Irma.

Untuk mengenali gangguan jiwa pada pasien melalui observasi dan deteksi dini di antaranya dapat melalui aplikasi De-stres© yang telah Prof. Irma dan tim kembangkan. Aplikasi ini dapat digunakan di ponsel Android dan situs web untuk mengukur tingkat stress dan depresi, serta memberikan informasi rujukan untuk pasien yang mungkin perlu segera mencari pertolongan ke profesional seperti Psikolog atau Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. (arm)*

Share this: