Pengetahuan Lokal Lahir dari Ikatan Erat Masyarakat dengan Alam

Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc., menjadi pembicara Keurseus Budaya Sunda yang digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Unpad secara daring, Rabu (26/7/2023).*

[Kanal Media Unpad] Masyarakat Sunda sebagai masyarakat lokal Jawa Barat memiliki keterikatan yang erat dengan ekosistem. Eratnya kaitan ini menjadikan banyak pengetahuan lokal masyarakat Sunda yang berkaitan dengan alam dan lingkungan. Pengetahuan ini sudah semestinya terus dipertahankan oleh masyarakat Sunda saat ini.

Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc., menjelaskan, alam telah memberikan berbagai hal yang diperlukan masyarakat Sunda. Mulai dari oksigen, bahan pangan, hingga kebutuhan sehari-hari. Hal ini mendorong masyarakat Sunda memiliki hubungan yang erat dengan alam semesta.

“Hubungan orang Sunda dengan ekosistem kemudian membangun informasi ekosistem, pengetahuan lokal, atau kearifan lokal,” ungkap Prof. Johan saat menjadi pembicara pada Keurseus Budaya Sunda yang digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Unpad secara daring, Rabu (26/7/2023).

Prof. Johan mengatakan, beberapa masyarakat Sunda masih memegang teguh berbagai pengetahuan lokal. Beberapa di antaranya di wilayah kampung adat. Berbeda dengan pengetahuan saintifik, penyebaran pengetahuan lokal dilakukan melalui lisan secara turun temurun antar generasi.

“Hal ini yang menyebabkan, meski masyarakat adat itu tidak sekolah, mereka punya ilmu lingkungan yang sifatnya disebarkan secara lisan antar generasi. Segala rupa soal lingkungan mereka tidak akan kalah dibandingkan dengan yang sekolah,” papar Prof. Johan.

Pengetahuan lokal ini bersifat holistik, atau erat kaitannya dengan kepercayaan tertentu. Hal ini yang membedakan dengan pengetahuan saintifik yang dinilai kurang holistik karena tidak berkaitan dengan kepercayaan mana pun.

Kendati demikian, kata Prof. Johan, pengetahuan lokal rentan hilang jika tidak disebarkan atau diturunkan ke generasi berikutnya. “Misalnya jika pemegang pengetahuan itu meninggal dunia, maka tidak akan ada yang meneruskan ke generasi setelahnya,” imbuhnya.

Hal ini kemudian mendorong akademisi modern untuk menggabungkan pengetahuan lokal dengan saintifik. Diharapkan, penggabungan pengetahuan ini akan menjadikan berbagai sumber pengetahuan lokal tidak mudah punah.

Lebih lanjut Prof. Johan mengatakan, ada hubungan erat antara keberlanjutan lingkungan dengan keberlanjutan budaya dan bahasa lokal. Untuk itu, ia menegaskan bahwa untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan tidak cukup hanya dengan menjaga ekosistem. Prosesnya juga harus mempertahankan budaya dan bahasanya.

“Budaya dan bahasa lokal sangat diperlukan dalam perlindungan keanekaragaman hayati lokal. Kalau ingin melindungi biodiversitas, harus berinisiasi melindungi budaya dan bahasanya. Kalau bahasanya luntur, budayanya tergerus, akan susah kita mempertahankan lingkungannya,” pungkasnya.*

Share this: