Dr. I Gede Nyoman Mindra Jaya Kembangkan Model Prediksi Penyebaran Dengue dan Covid-19

prediksi dengue
Dr. I Gede Nyoman Mindra Jaya, M.Si. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Infeksi dengue dan covid-19 masih menjadi masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi. Namun, pengendalian infeksi yang tidak efektif akan menghasilkan anggaran yang membengkak. Pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) untuk mengurangi dampak meluasnya penularan penyakit menular perlu diperkuat.

Hal ini mendorong Dosen Departemen Statistika Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Dr. I Gede Nyoman Mindra Jaya, M.Si., melakukan riset mengenai upaya pengendalian penyakit dengue dan covid-19 menggunakan analisis spatio-temporal.

Penelitian yang menjadi disertasi Mindra pada Program Doktor di University of Groningen, Belanda, ini mencoba melakukan prediksi akurat mengenai kapan dan di mana kejadian luar biasa (outbreak) dari dua penyakit infeksi ini akan melanda.

“Kalau kita bisa lakukan prediksi dengan tepat, cost effective dalam melakukan pengendalian penyakit itu akan tercapai,” kata Mindra.

Ada alasan Mindra mengembangkan sistem peringatan dini untuk penyebaran dengue dan covid-19. Untuk dengue, penyakit ini masih menjadi masalah serius di beberapa negara tropis. Di Jawa Barat sendiri, Kota Bandung menjadi wilayah dengan angka penularan dengue yang masih tinggi.

Sementara pada covid-19, Indonesia maupun negara-negara lainnya terdampak akibat pandemi. Dampaknya tidak hanya di sektor kesehatan, tetapi juga berimbas ke sektor lainnya, salah satunya ekonomi. Hampir semua negara di dunia tidak siap dalam menanggulangi pandemi covid-19.

Selain itu, dua penyakit tersebut sama-sama memiliki risiko penularan yang tinggi pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang juga tinggi. Penyakit ini juga memiliki gejala (simtom) yang sama. Adanya kesamaan simtom ini berdampak pada kesalahan diagnosis sehingga menyebabkan proses penyembuhan yang tidak optimal.

Risiko penularan yang tinggi saat dihadapkan dengan padatnya populasi dan diagnosis yang tidak tepat akan berdampak pada transmisi penularan yang cepat.

Berangkat dari kondisi tersebut, model spatio-temporal digunakan Mindra untuk menganalisis sejauh mana dua infeksi menular tersebut dapat berkembang cepat di suatu wilaya berdasarkan riwayat penularannya. Dengan mengambil sampel lokasi penelitian di Kota Bandung, Mindra menggunakan data penyebaran penyakit yang ada di setiap kecamatan.

Kendati riset mengenai spatio temporal untuk menganalisis penyebaran penyakit sudah banyak dilakukan, Mindra menawarkan kebaruan dengan melakukan pemodelan terhadap data resolusi tinggi. Sampel data yang digunakan merupakan data penyebaran penyakit pada level kecamatan. Oleh Mindra, data kemudian kemudian dianalisis sehingga mampu menaksir risiko pada level kelurahan.

Analisis data hingga level kecil ini akan memudahkan untuk pengendalian penyakit. Pemerintah tentu akan melakukan kebijakan penanggulangan dengan tepat sasaran.

“Kami sadar tidak bisa melabeli suatu kecamatan sebagai ‘risiko tinggi’. Padahal, di kecamatan itu, ada satu-dua kelurahan saja yang risikonya tinggi. Itu yang harus kita identifikasi agar cost effectiveness-nya tercapai sehingga pemerintah bisa fokus mengendalikan di kelurahan yang terindentifikasi tinggi,” paparnya.

Dari analisis tersebut, Mindra mengungkapkan beberapa faktor tingginya penularan penyakit dengue dan covid-19. Dua di antaranya adalah tingginya mobilitas dan kepadatan penduduk di suatu wilayah. Menurut Mindra, mobilitas masyarakat berperan penting dalam penularan dengue dan covid-19. Radius penularan bahkan bisa mencapai ratusan kilometer.

“Ketika tertular, orang akan tidak sadar dan masih melakukan mobilitas bahkan hingga keluar wilayah. Hal ini memungkinkan mereka menularkan penyakit ke daerah lainnya,” ujarnya.

Faktor lain yang memengaruhi adalah masih rendahnya perilaku hidup bersih dan kesadaran untuk menjaga masyarakat.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, Mindra memaparkan bahwa wilayah Bandung bagian utara dan selatan memiliki tingkat penularan dengue yang tinggi. Selain mobilitas yang tinggi, wilayah tersebut juga memiliki tingkat perkembangbiakan nyamuk yang tinggi.

“Di utara yang lebih banyak hutan menjadi tempat yang nyaman untuk berkembang biak. Sementara kawasan selatan yang relatif menghasilkan sisa genangan banjir lebih banyak kalau hujan jadi tempat potensial untuk nyamuk berkembang biak,” tuturnya.

Hasil ini kemudian bisa menjadi rujukan bagi Pemerintah Kota Bandung maupun lembaga terkait dalam merumuskan kebijakan yang fokus dan efektif.

Lebih lanjut Mindra menjelaskan, kajian statistik berperan meminimalisasi dampak dari suatu pandemi melalui prediksi akurat. “Dari sisi statistik, kita coba mengembangkan model deteksi dini sehingga kami bisa tahun kapan dan di area mana yang kasusnya tinggi. Pemerintah bisa fokus ke resource-nya pada area tersebut, sehingga biayanya bisa lebih efektif,” ujarnya.

Raih Doktor dan Penghargaan Internasional

Dr. I Gede Nyoman Mindra Jaya memperoleh penghargaan internasional “RSAI Dissertation Award” dari The Regional Science Association International (RSAI). (Foto: Dadan Triawan)*

Riset disertasi berjudul “Bayesian Spatiotemporal Modelling and Mapping of Infectious Diseases Methodology and Applications to Dengue Disease in Bandung City and Covid-19 in West Java, Indonesia” ini berhasil mengantarkan Mindra meraih gelar Doktor dengan yudisium “Cumlaude” pada Mei 2022 lalu.

Riset tersebut dipromotori Prof. L.J.G. van Wissen dan Prof. H. Folmer dari University of Groningen. Selain dua promotor tersebut, disertasi Mindra juga menghadirkan penguji dari berbagai negara, yaitu Prof. P. McCann (Inggris), Prof. R. Bivand (Norwegia), Prof. Rina Indiastuti (Unpad/Indonesia), Prof. Arief Anshori Yusuf (Unpad/Indonesia), Prof. Fanny Jansen (RUG), serta Dr. Toni Toharudin (Unpad/Indonesia).

Mindra mengakui perjalanan untuk memperoleh gelar Doktor “Cumlaude” sangat ketat. Selain harus publikasi di beberapa jurnal Q1, untuk meraih yudisium “Cumlaude”, disertasi tersebut setidaknya harus ditelaah oleh enam profesor dari berbagai negara.

Karena itu, ia aktif dalam berbagai pertemuan dan komunitas di bidang regional science. Sejak 2017, Mindra tergabung dalam Spatial Econometrics Association (SEA) dan setiap 2 tahun sekali menghadiri conference yang diselenggarkan oleh SEA di berbagai negara.

“Melalui konferensi-konferensi ini, oleh promotor saya Profesor Henk Folmer diperkenalkan dengan beberapa profesor yang concern pada pemodelan spatio-temporal. Seperti Prof. Roger Bivand, Prof. Anselin, Prof. Lesage, dan beberapa professor lainnya,” ujarnya.

Usai meraih gelar Doktor, tidak lantas membuat langkah Mindra terhenti. Pada pertengahan Oktober lalu, Mindra berhasil memperoleh penghargaan internasional “RSAI Dissertation Award” dari The Regional Science Association International (RSAI). Mindra menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut.

Sebelumnya, Mindra juga memperoleh penghargaan lainnya, yaitu Tiebout Prize of the Western Regional Science Association pada 2019 untuk artikel ilmiahnya dengan judul “Identifying Spatiotemporal Clusters by Means of Agglomerative Hierarchical Clustering and Bayesian Regression Analysis with Spatiotemporally Varying Coefficients: Methodology and Application to Dengue Disease in Bandung Indonesia”.

“RSAI merupakan salah satu lembaga prestisius di regional science, dia mewadahi beberapa jurnal internasional dan rutin lakukan konferensi setiap tahun di Amerika. Dengan meraih Tiebout Prize pada 2019 mungkin menjadi salah satu dasar kenapa disertasi kami layak mendapat penghargaan tersebut,” kata Mindra.

Ke depan, Mindra berencana membangun website untuk pemodelan data yang bisa digunakan oleh pengguna yang tidak memahami metode pengolahan statistik. “Dengan website ini, pengguna bisa memasukkan data, dan tinggal meng-generate model, sehingga mereka bisa tahu prediksinya seperti apa,” tutupnya.*

Share this: