Kepala Kajati Jabar Beri Kuliah Umum Keadilan Restoratif kepada Sivitas Akademika FISIP Unpad

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Ade Tajudin Sutiawarman menyampaikan kuliah umum “Keberfungsian Sosial Dalam Penerapan Restorative Justice” yang diselenggarakan di Auditorium Bale Santika Unpad, Jatinangor, Jumat (7/6/2024). (Foto: Arif Maulana)*

[Kanal Media Unpad] Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menggelar kuliah umum bertajuk “Keberfungsian Sosial Dalam Penerapan Restorative Justice” yang diselenggarakan di Auditorium Bale Santika Unpad, Jatinangor, Jumat (7/6/2024).

Kuliah umum tersebut menghadirkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Ade Tajudin Sutiawarman, S.H., M.H. sebagai narasumber dan dimoderatori Dosen Departemen Administrasi FISIP Unpad Dr. Ahmad Zaini Miftah, S.IP., M.AP. Acara juga dihadiri oleh Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti, sejumlah Wakil Rektor, serta pimpinan di lingkungan FISIP Unpad.

Dalam sambutannya Rektor bahwa topik kuliah umum kali ini sangat menarik karena memadukan antara sosial dengan keadilan. “Bagaimana mengembalikan kondisi umum masyarakat (agar) tidak terganggu dengan adanya suatu tindak pidana,” jelas Prof. Rina.

Menurut Rektor, keadilan restoratif merupakan suatu pendekatan yang baru dalam menangani sebuah kasus. “Paling tidak kami paham bahwa ternyata ikutan dari pada suatu kasus pidana itu juga bisa mengganggu ketenteraman, keadilan masyarakat yang ada, bahkan mengganggu kondisi umum masyarakat yang ada,” ujar Rektor.

Rektor juga menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasinya kepada Kajati Jawa Barat atas kuliah umum yang akan disampaikan.

Dalam paparannya, Ade yang juga merupakan mahasiswa S-3 FISIP Unpad memaparkan bahwa istilah keadilan restoratif sangat peduli dengan usaha membangun kembali hubungan-hubungan setelah terjadinya tindak pidana.

“Keadilan restoratif pada dasarnya merupakan proses damai, dan tidak bersifat permusuhan atau perlawanan,” jelas Ade.

Dalam pelaksanaannya, keadilan restoratif melibatkan pelaku tindak pidana dan pihak yang secara kolektif diidentifikasikan sebagai korban atau yang mengalami kerugian. Pelaku tindak pidana dapat dipulihkan namanya melalui keadilan restoratif. Meskipun begitu, penerapan keadilan restoratif dimaksudkan untuk kepentingan korban. “Bukan untuk kepentingan terdakwa,” imbuh Ade.

Lebih lanjut, Ade mengatakan bahwa keadilan restoratif penting dalam mempromosikan keadilan yang berpusat pada pemulihan, pembangunan kembali hubungan sosial, dan pencegahan kejahatan dengan memperhatikan akar penyebabnya.

Kejaksaan memiliki doktrin Tri Krama Adhyaksa. Doktrin ini memiliki pengertian “satya” yang berarti kesetiaan, “adhi” yang berarti kesempurnaan, serta “wicaksana” yang berarti bijaksana.

“Atas dasar doktrin tersebut, maka lahirlah pemaknaan terhadap keadilan restoratif yang sekarang dilakukan Indonesia sebagai bentuk penyelesaian perkara dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, tokoh agama, tokoh masyarakat,” papar Ade.

Dalam prinsipnya, keadilan restoratif tidak bisa dimaknai sebagai metode penghentian secara damai. “Jadi, restorative justice bukan semata-mata bahwa perkara itu dihentikan karena ada perdamaian. Tetapi yang lebih luas lagi bahwa perkara itu dihentikan guna melakukan perbaikan terhadap pelaku dan menjaga kepentingan korban,” kata Ade.

Selain itu, keadilan restoratif juga melibatkan penyelidik dan penyidik dalam perkara tindak pidana umum. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan penyelesaian perkara tersebut.

Ade menjelaskan bahwa penyelesaian perkara merupakan salah satu dalam bentuk perjanjian perdamaian. “Itu penyelesaian perkara (merupakan) hal-hal yang mutlak dibutuhkan dalam proses ini (keadilan restoratif),” jelasnya.

Tindak pidana mungkin terjadi karena beberapa alasan, seperti keterbatasan pelaku, ketidaktahuan pelaku, bahkan demi keluarga yang menyebabkan pelaku harus berurusan dengan hukum. Secara normatif, dalam Undang-Undang pelaku dinyatakan bersalah dan telah terpenuhi secara formal dan materiil.

Menurut Ade, jika hal-hal seperti itu masih diselesaikan melalui peradilan, tentunya akan merugikan masyarakat.

Dalam praktiknya, kejaksaan memberikan keadilan restorative berdasarkan Asas Oportunitas yang diatur pada pasal 139 KUHAP. “Oportunitas hanyalah boleh digunakan oleh Jaksa Agung dalam hal pengesampingan perkara atau deponering,” ujar Ade.

Berbeda dengan sistem di luar negeri, keadilan restoratif di Indonesia harus disertai dengan pemaafan dari korban dan tidak menjadi persyaratan bahwa korban harus didenda. “Inilah merupakan kearifan lokal yang ada di Indonesia,” kata Ade.

Berbeda dengan sebelumnya bahwa kejahatan dianggap sebagai konflik yang harus diselesaikan oleh negara dengan pelaku kejahatan tanpa mempedulikan korban, saat ini kejahatan dipandang sebagai konflik yang harus diselesaikan antara pelaku dengan korban.

“Sehingga, harmoni masyarakat dapat dipulihkan sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam KUHP, yaitu Asas Legalitas,” jelas Ade.

Terdapat falsafah nilai-nilai yang dikandung dalam keadilan restoratif, yaitu tanggung jawab, keterbukaan, kepercayaan, harapan, penyembuhan mencegah ketidakadilan, rasa terima kasih, maaf-memaafkan, melupakan kejadian masa lalu, dan “inclusiveness” serta kearifan lokal Jawa Barat (suku Sunda).

Konsep keberfungsian sosial dan keadilan restoratif dalam upaya peradilan pidana mengatasi pelanggaran hukum mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat. Dalam keadilan restoratif, Kejaksaan Republik Indonesia menekankan pada pemulihan fungsional masyarakat, keterlibatan stakeholders, serta pemulihan dan reintegrasi.

Dalam konteks keberfungsian sosial, keadilan restoratif berperan dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas sosial dengan memperbaiki kerusakan karena tindakan kriminal serta memperkuat ikatan komunitas.

“Dengan mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat secara keseluruhan, restorative justice dapat berkontribusi pada pemulihan sosial yang lebih luas dan memperkuat pondasi keberfungsian sosial,” pungkas Ade. (arm)*

Share this: