Fikom Unpad dan ICA Gelar “74th ICA Annual Conference – Jakarta Bandung Hub”

Suasana pelaksanaan "74th ICA Annual Conference – Jakarta Bandung Hub" di Auditorium Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Kamis (20/6/2024). (Foto: Salsabila Andiana)*

[Kanal Media Unpad] Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran menjadi salah satu pelaksana kegiatan “74th ICA Annual Conference – Jakarta Bandung Hub” yang digelar Internal Communication Association (ICA) bekerja sama dengan ICA chapter Indonesia di Auditorium Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Kamis (20/6/2024) dan Jumat (21/6/2024).

Konferensi ini memiliki tema “Human Rights Advocacy: The Communication Challenges” atau “Advokasi Hak Asasi Manusia: Tantangan Komunikasi”.

Pada hari pertama, konferensi diisi oleh pembicara utama Prof. Noshir Contractor dari Northwestern University. Prof. Contractor mempresentasikan penelitiannya yang berjudul “The Future of Human-AI@Work: Implications for Human Rights”. Dalam pemaparannya, Prof. Contractor menjelaskan bahwa terdapat tujuh prinsip utama hak asasi manusia global.

Prinsip pertama adalah kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat. Menurut Prof. Contractor, karyawan berhak untuk menyatakan pandangan, ide, dan kekhawatiran secara bebas selama tidak melanggar hak orang lain atau menciptakan lingkungan kerja yang tidak ramah.

“Ini adalah salah satu isu, prinsip utama, yang harus dipelajari orang dalam bidang komunikasi,” jelas Prof. Contractor.

Prinsip selanjutnya adalah non-diskriminasi dan kesempatan yang sama. Dalam pekerjaan, perusahaan yang mengandalkan AI dalam menyaring pelamar pekerjaan untuk melihat historis mereka. Hal tersebut dapat memicu pada diskriminasi terhadap sesuatu yang terjadi di masa lalu.

“Bagaimana kita dapat fokus dalam bidang komunikasi untuk membuat praktik yang inklusif dan tidak diskriminatif terhadap individu atau kelompok” katanya.

Prinsip ketiga adalah hak atas privasi. Hak tersebut menyatakan bahwa karyawan memiliki hak untuk menjaga privasi dalam komunikasi dan informasi pribadi mereka di tempat kerja yang harus dihormati oleh perusahaan.

Namun, hak itu menjadi terusik karena penggunaan aplikasi internet di tempat kerja seperti memberi persetujuan terhadap syarat dalam tertentu yang dapat diakses perusahaan.

“Tidak ada yang bisa kita lakukan tentang fakta bahwa mereka memiliki akses ke data ini, karena hak privasi kita, ada kebijakan yang jelas, tetapi kebijakan pada dasarnya memberikan organisasi hak untuk mengakses informasi ini,” papar Prof. Contractor.

Prinsip lainnya adalah hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan kolektif. Karyawan hak untuk berkomunikasi satu sama lain dan membentuk serikat atau asosiasi untuk membela hak dan kepentingan mereka di tempat kerja, dan perusahaan tidak boleh ikut campur atau membalas dendam terhadap mereka.

Teknologi AI dapat membantu pada keterlibatan pada negosiasi dalam aksi kolektif. Akan tetapi, AI juga dapat mengancam karyawan karena dapat menggantikan pekerjaan manusia. “AI sebagai teknologi memiliki potensi untuk menggantikan banyak kepercayaan manusia sekarang,” kata Prof. Contractor.

Prinsip keempat adalah perlindungan terhadap pelecehan dan penyalahgunaan. Karyawan harus memiliki kebijakan dan mekanisme pelaporan yang jelas untuk mencegah dan menangani segala bentuk pelecehan atau penyalahgunaan komunikasi. Sementara itu, terdapat beberapa kasus yang disebabkan oleh AI. “AI dapat menyebabkan stres mental dan menciptakan masalah dan tantangan mental bagi manusia,” jelasnya.

Prinsip yang lain yaitu akses terhadap informasi. Karyawan harus memiliki akses informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan dengan efektif serta untuk memahami hak dan manfaat sebagai karyawan.

Prof. Contractor menjelaskan bahwa saat ini kita hidup dalam ekonomi surveilans. “Konsep memiliki ekonomi surveilans berarti bahwa dalam banyak kasus individu diberitahu bahwa mereka selalu diamati, baik melalui video, pelacakan kegiatan keyboard, dan dalam banyak cara saat ini,” kata Prof. Contractor.

Prinsip terakhir ialah penghormatan terhadap keragaman dan budaya. Di tempat kerja global dan multikultural, praktisi komunikasi harus menghormati dan mengakomodasi latar belakang budaya dan linguistik yang beragam dari para karyawan. Saat ini, Singapura dengan negara-negara di Asia Selatan, termasuk Indonesia, bekerja sama untuk membangun korpus data untuk melatih model-model AI yang responsif terhadap keragaman budaya dan linguistik.

“Sangat penting bagi negara-negara seperti Indonesia dan negara-negara lainnya untuk dapat bersatu untuk melihat apa yang dapat mereka lakukan untuk membangun model-model dalam AI yang akan menghormati keragaman budaya dan linguistik,” jelasnya.

Konferensi dilanjutkan dengan panel utama 1 dengan topik “Media & Human Right” dengan pembicara Prof. dr. C.H. (Claes) de Vreese dari University of Amsterdam, Dr. Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos., SH., M.Si dari Universitas Padjadjaran dan Dandhy Dwi Laksono dari Watchdoc yang dimoderatori oleh Dr. phil. Subekti W. Priyadharma, M.A.

Selanjutnya ialah panel utama 2 yang mengangkat topik “Communicating Mental Health: Indonesian & Asian Perspectives” dengan pembicara Prof. Susanne Dida, M.M. dari Universitas Padjadjaran, Prof. Zahrotur Rusyda Hinduan, MOP., Ph.D dari Universitas Padjadjaran, dan Dr. Emma Mohamad dari Universiti Kebangsaan Malaysia, serta dimoderatori oleh Syauqy Lukman, PhD.

Setelah sesi panelis dan diskusi, acara dilanjutkan dengan presentasi poster. Sebanyak 22 poster yang telah dikurasi oleh reviewer dipresentasikan oleh masing-masing presenter. Poster yang dipresentasikan mencakup berbagai topik yang telah menjadi fokus diskusi dalam konferensi ini, seperti Communication and Marginalized Issues, The Dynamics of Communication and Activism, dan Human Rights and Social Justice. (arm)*

Share this: