Hasil Riset Peneliti Unpad: Kesehatan Reproduksi Kerap Dilupakan Perempuan Pekerja

Tim peneliti Fakultas Kedokteran Unpad yang meneliti tentang kesadaran perempuan pekerja tentang kesadaran reproduksinya.*

[Kanal Media Unpad] Tim peneliti Fakultas Kedokteran Unpad melakukan penelitian mengenai kesadaran perempuan pekerja tentang kesehatan reproduksi. Hasilnya, mayoritas responden sering melupakan kesehatan reproduksinya dan memerlukan  dukungan terkait edukasi dan layanan kesehatan reproduksi di lingkungan kerja.

“Beberapa perempuan di tempat kerja, dengan tugas gandanya sebagai ibu, sebagai istri, juga sebagai pekerja, sering melupakan kesehatan reproduksinya,” kata ketua tim Dr. Puspa Sari, M.Keb., dalam rilis yang diterima Kanal Media Unpad.

Penelitian tersebut dilakukan Puspa beserta timnya yang terdiri dari Astuti Dyah Bestari, S.ST., M.Keb; Neneng Martini, S.ST., M.Keb; dan dr. Budi Sujatmiko, M.Epid, dengan mewawancarai sejumlah responden yang merupakan perempuan bekerja di wilayah Bandung.

Lebih lanjut Puspa mengatakan, waktu yang banyak dihabiskan di tempat kerja membuat perempuan hanya fokus pada produktivitas dan kualitas pekerjaan, tanpa memperhatikan kualitas kesehatannya.

Beberapa responden, dalam risetnya, juga banyak yang belum memahami mengenai kesehatan reproduksi dan masalahnya serta bagaimana upaya deteksi dan pencegahan dini dari masalah-masalah yang timbul.

“Sekalipun dengan rekan kerja, berbicara atau sekadar ‘curhat’ masalah kesehatan reproduksi yang dialami, menjadi sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Sehingga, masalah kesehatan reproduksi ini terlupakan di kalangan perempuan pekerja,” imbuh Puspa.

Cegah Sejak Dini

Puspa melihat bahwa beberapa perempuan yang bekerja hanya datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi atau baru datang ketika memiliki masalah/keluhan. Padahal seyogianya, upaya pencegahan atau deteksi dini masalah kesehatan reproduksi itu harus dilakukan sebelum terjadi suatu kelainan atau penyakit.

Upaya pencegahan tersebut, seperti halnya pemeriksaan tes pap (pap smear) untuk deteksi dini kanker serviks, pemeriksaan payudara sendiri (sadari) yang dapat dilakukan oleh semua perempuan secara mandiri, serta pemeriksaan payudara secara klinis (sadanis) oleh tenaga kesehatan, bisa dilakukan untuk mendeteksi secara dini adanya kanker payudara.

Selain kanker payudara dan kanker serviks, masalah kesehatan terkait sistem reproduksi di antaranya adalah masalah menstruasi, masalah efek samping dari alat kontrasepsi, masalah kesuburan (infertilitas), dan lain-lain.

“Masalah-masalah kesehatan reproduksi pada perempuan cukup banyak, dan seringkali membuat stres penderitanya. Masalah tersebut sesungguhnya dapat dicegah dan diobati sejak awal apabila seorang perempuan rutin berkonsultasi ataupun memeriksakan dirinya ke tempat pelayanan kesehatan,” kata Puspa.

Menurut dosen Program Studi Kebidanan FK Unpad ini, pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi sebetulnya sudah dapat dijangkau dengan adanya perkembangan teknologi dan media informasi. Namun, seorang perempuan acapkali kurang memperhatikan kesehatan reproduksinya karena terkendala waktu dan kesibukan lain.

Beberapa responden yang diwawancarai Puspa dan tim diketahui memiliki pengetahuan kurang mengenai waktu dan tempat untuk pap smear, sadari atau sadanis; pengetahuan yang masih kurang mengenai alat kontrasepsi dan efek sampingnya; pengetahuan mengenai siklus menstruasi yang normal dan tidak normal; dan hal lainnya terkait kesehatan reproduksi.

Dari hasil wawancara responden tersebut, didapat informasi bahwa para responden menginginkan pendidikan kesehatan reproduksi yang berkesinambungan dan dekat dengan mereka. Artinya, dengan tidak perlu jauh-jauh keluar dari kantor, mereka bisa mendapatkan pelayanan konsultasi terkait kesehatan reproduksi, seperti alat kontrasepsi, kelainan menstruasi, dan informasi lainnya.

Salah seorang responden mengungkapkan, “Saya lebih banyak menghabiskan waktu di kantor, jadi gak sempat keluar kantor untuk sekadar konsultasi ataupun deteksi dini masalah kesehatan reproduksi. Selain itu, waktu libur saya juga untuk keluarga, dan rasanya sudah malas kemana-mana kalau waktu libur.”

Selain itu, beberapa responden lain mengungkapkan bahwa mereka jarang bahkan sama sekali belum pernah mendapatkan edukasi secara langsung mengenai kesehatan reproduksi.

“Pernyataan dari responden tersebut menjelaskan bahwa akses edukasi serta upaya deteksi dan pencegahan penyakit/masalah kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh wanita pekerja, terutama kelompok wanita usia subur (wus). Responden lebih termotivasi dan lebih tertarik untuk mendapatkan edukasi secara langsung,” kata Puspa.

Untuk itu, Puspa berpendapat bahwa dukungan berbagai pihak di tempat bekerja yang dapat menyediakan layanan konsultasi dan edukasi kesehatan reproduksi secara langsung, disertai adanya ketersediaan waktu untuk perempuan dalam mengakses layanan tersebut sangat diperlukan.

Harapannya adalah selain perempuan produktif dalam pekerjaan, perempuan pun sehat secara fisik dan mental, terutama terkait kesehatan reproduksi.

“Apabila seorang perempuan sehat, maka dia akan lebih produktif, rajin dan semangat dalam menjalankan tugas sebagai pekerja maupun sebagai seorang ibu rumah tangga,” pungkasnya. (art)*

Share this: