Riset Atorvastatin untuk Pengembangan Obat Antikolesterol Baru Perlu Ditingkatkan

Prof. Dr. apt. Dolih Gozali, M.Si. (Foto: Dadan Triawan)*

[Kanal Media Unpad] Kalsium atorvastatin merupakan “best selling drug” selama bertahun-tahun sebagai obat antikolesterol. Seiring habisnya masa paten, kalsium atorvastatin kemudian banyak dibuat versi generiknya. Namun, pengembangan obat generik ini dihadapkan pada sejumlah kendala.

Menurut Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. apt. Dolih Gozali, M.Si., salah satu kendala yang ditemukan dari pengembangan kalsium atorvastatin ke dalam obat generik adalah kelarutan yang tidak baik. Penelitian pun dilakukan melalui berbagai metode untuk meningkatkan kelarutan, disolusi dan ketersediaan hayatinya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efek terapi dari atovarstatin.

Saat membacakan orasi ilmiah berjudul “Peningkatan Sifat Fisika-Kimia Atorvastatin Kelarutan Disolusi dan Ketersediaan Hayati” dalam Upacara Pengukuhan dan Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Selasa (23/1/2024), Prof. Dolih menjelaskan, metode yang paling banyak dilakukan adalah metode dispersi padat.

“Metode ini menggunakan berbagai polimer dengan rasio yang berbeda-beda, bahkan ada yang telah menggunakan susu skim sebagai eksipisennya serta menguji stabilitas produknya selama 90 hari,” kata Prof. Dolih.

Ada pula penelitian untuk meningkatkan kelarutan kalsium atorvastatin dengan dibuat menjadi nanokomposit dengan bantuan microwave. Penelitian ini berhasil mendemonstrasikan penggunaan gum Acacia, Modified gum, Karaya, PVP K-30 sebagai pembawa pembentukan gelombang mikro yang dihasilkan.

Prof. Dolih sendiri pada 2016 telah meneliti kokristalisasi Atorvastatin beberapa koformer: asam benzoate, asam sitrat, nikotinamida, isonikotinamida dan aspartam yang ditentukan secara komputerisasi in silico terlebih dahulu. Penelitian tersebut terbukti bisa meningkatkan kelarutan dan disolusi, dan ketersediaan hayati.

“Pemilihan koformer dengan metode in silico diharapkan menghindari trial and error dalam percobaan,” ujarnya.

Kendati penelitian telah banyak dilakukan untuk meningkatkan kelarutan, disolusi, dan ketersediaan hayati dari atorvastatin, Prof. Dolih mengatakan bahwa penelitian rekayasa atorvastatin sebaiknya sudah harus dimulai dari melibatkan perangkat lunak, komputerisasi, dan teknik in silico. Penelitian ini juga mesti dipatenkan agar dapat meningkatkan nilai tambah ke depannya.

Selain itu, lanjut Prof. Dolih, kolaborasi dengan industri dan pihak terkait dalam penelitian rekayasa atorvastatin sangat penting. Hal ini didasarkan masih banyak yang perlu diteliti mengenai stabilitas, aspek klinis, dan uji toksisitas dari metode rekayasa yang sudah dilakukan.

“Besar harapan penelitian tentang bahan baku obat ini akan terus dilakukan dan dilanjutkan baik yang baru maupun yang sudah ada, mengingat Indonesia masih mengimpor 90 persen bahan obat,” kata Prof. Dolih.*

Share this: