Farmakoekonomi Tingkatkan Efektivitas Anggaran Kesehatan

farmakoekonomi
] Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Auliya A. Suwantika menjadi narasumber dalam acara Satu Jam Berbincang Ilmu yang diselenggarakan secara daring oleh Dewan Profesor Unpad, Sabtu (20/1/2024).*

Laporan oleh Anggi Kusuma Putri

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Auliya A. Suwantika mengatakan bahwa pengalokasian anggaran kesehatan dapat lebih efektif jika dikaji melalui pendekatan farmakoekonomi. Farmakoekonomi memiliki peran penting dalam proses penetapan prioritas di bidang kesehatan.

“Dalam hal membantu penetapan prioritas, farmakoekonomi ini memiliki beberapa peranan. Negara kita itu memiliki anggaran terbatas dan farmakoekonomi ini bisa berperan dalam penetapan prioritas supaya pengalokasian anggaran yang terbatas tadi bisa lebih efektif dan efisien,” kata Prof. Auliya dalam acara Satu Jam Berbincang Ilmu yang diselenggarakan secara daring oleh Dewan Profesor Unpad, Sabtu (20/1/2024).

Selain anggaran yang terbatas, Prof. Auliya juga mengatakan bahwa sistem kesehatan Indonesia memiliki  tantangan lain yang harus dihadapi, antara lain beban penyakit kronis dan populasi usia lanjut, universal health coverage yang masih belum tercapai, serta intervensi kesehatan yang semakin banyak.

“Obat-obatan baru yang ditemukan makin banyak, vaksin yang ditemukan semakin banyak, ini juga menjadi tantangan dengan anggaran kesehatan yang segitu-segitu saja,” kata Prof. Auliya.

Dikatakan Prof. Auliya, melalui penetapan prioritas dengan farmakoekonomi, maka pemerintah dapat memperluas cakupan layanan hingga menjangkau masyarakat yang rentan, terpinggirkan, dan sulit dijangkau.

Penetapan prioritas juga dapat memperdalam cakupan layanan dengan meningkatkan efisiensi dalam penyediaan layanan kesehatan dan dapat membantu perbaikan perlindungan risiko keuangan, khususnya bagi populasi miskin dan rentan melalui pengurangan sharing cost.

Prof. Auliya juga menjelaskan bahwa secara garis besar ada empat kriteria yang harus diperhatikan dalam penetapan prioritas. Empat kriteria tersebut adalah beban penyakit (burden of disease), efektifitas biaya (cost effectiveness), potensi penerimaan terhadap sebuah intervensi (acceptability), dan yang selama ini belum menjadi perhatian adalah keadilan (fairness).

“Kriteria efektivitas biaya membahas hal-hal yang terkait dengan pentingnya efisiensi dan pentingnya affordability untuk mengatasi suatu masalah kesehatan. Hal ini mencakup apakah intervensi tersebut terjangkau secara absolut serta biaya relatif yang harus ditanggung sektor kesehatan, masyarakat, dan individu. Pada prinsipnya biaya untuk sebuah intervensi atau sebuah layanan kesehatan harus layak dan berkelanjutan secara ekonomi,” jelas Prof. Auliya.

Prof. Auliya juga memaparkan bahwa dalam penetapan prioritas, aplikasi farmakoekonomi dapat membantu proses kebijakan berbasis bukti. Studi kasus yang pernah ia lakukan adalah studi tentang analisis efektivitas biaya penetapan PPKM dalam penanganan pandemi.

Hasil dari simulasi dynamic model yang dilakukan menunjukkan bahwa penetapan PPKM berkelanjutan terbukti menurunkan jumlah kasus Covid-19 dan membuat kurva pandemi menjadi lebih landai.

“Dapat disimpulkan penetapan PPKM berkelanjutan dengan leveling yang berbeda di setiap daerah merupakan intervensi yang cost saving jika partisipasi masyarakat minimal 50%. Hasil studi kami dijadikan salah satu referensi dalam membuat kebijakan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia,” jelas Prof. Auliya.

Selanjutnya Prof. Auliya menjelaskan bahwa aplikasi farmakoekonomi juga dapat membantu pengembangan dan riset produk farmasi yang lebih efektif. Dalam hal ini Prof. Auliya melakukan studi kasus analisis efektivitas biaya riset dan pengembangan produk farmasi inovatif. Melalui skenario menaikkan budget riset and development agar produk inovatif farmasi yang dihasilkan lebih banyak, dapat disimpulkan bahwa hal tersebut masih termasuk intervensi yang cost effective.

“Selain menghasilkan luaran publikasi, hasil studi kami mengadvokasi pemerintah dalam rangka melakukan penyertaan modal negara kepada holding BUMN farmasi,” kata Prof. Auliya.

Efisiensi Pengadaan Produk Farmasi

Prof. Auliya juga menyampaikan bahwa pengadaan produk farmasi dapat menjadi lebih efisien dengan pengaplikasian farmakoekonomi. Studi kasus yang dilakukan adalah analisis efektivitas biaya introduksi PCV atau vaksin pneumonia. Pada saat itu, hasil kajian ini juga menjadi dasar dilakukannya advokasi pada pemerintah untuk mengubah kebijakan.

“Menurut studi kami vaksinasi PCV merupakan intervensi yang sangat cost effective jika diterapkan di Indonesia. Skenario yang terbaik adalah menggunakan PCV13 dengan menggunakan harga UNICEF. Pengadaan melalui UNICEF memiliki kendala terkait kebijakan yang tidak memungkikan pengadaan melalui institusi internasional. Namun, jika kebijakan tersebut diubah, ada potensi penghematan mencapai Rp 2,8 T,” jelasnya.

Selanjutnya penetapan prioritas melalui studi farmakoekonomi juga bisa membantu mengusulkan intervensi baru sebagai program nasional. Studi kasus yang dilakukan oleh Prof. Auliya adalah analisis efektivitas biaya vaksinasi dengue dengan pre-vaccination screening melalui sebuah static mathematical model.

“Hasil studi menyimpulkan bahwa vaksinasi dengue dengan pre-vaccination screening memiliki potensi mencegah 278 ribu kasus dengue per tahun, dengan potensi penghematan biaya hingga sebesar Rp 351 M,” ungkapnya. (arm)*

Share this: