Rumawat Padjadjaran: Konsistensi Unpad dalam Memelihara Kebudayaan

Kemeriahan Pagelaran Rumawat Padjadjaran ka-100 yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Kamis (28/12/2023). (Foto: Dadan Triawan)*

Laporan oleh Arif Maulana dan Artanti Hendriyana

[Kanal Media Unpad] Jika ada yang bertanya, perguruan tinggi mana yang konsisten menggelar petunjukan seni? Universitas Padjadjaranlah jawabnya. Satu dari sedikit perguruan tinggi akademik di Indonesia yang rutin menggelar pementasan seni.

Melalui pementasan bertajuk “Rumawat Padjadjaran”, Unpad konsisten mementaskan beragam pertunjukan seni dan budaya, baik tradisional maupun kontemporer, selama 15 tahun. Di pengujung 2023, Unpad menggelar Pidangan Rumawatnya yang ke-100. Artinya, sudah 100 pertunjukan seni yang telah digelar Unpad dalam kurun 15 tahun tersebut.

Adalah Prof. Ganjar Kurnia, sosok di balik konsistensi pertunjukan Rumawat Padjadjaran. Pada 2008, tatkala menjabat sebagai Rektor ke-10 Unpad, ada keinginan dalam diri Prof. Ganjar untuk menggelar pertunjukan seni di kampus Unpad. Keinginan ini bukan tanpa alasan, mengingat salah satu tugas Unpad adalah memelihara dan mengembangkan kebudayaan, khususnya budaya Sunda.

“Di dalam statuta Unpad itu, salah satunya adalah kita punya kewajiban untuk ngamumulé dan mengembangkan budaya Sunda,” kata Prof. Ganjar.

Tugas tersebut kemudian diwujudkan dengan memanfaatkan sejumlah ruangan kosong di Kampus Iwa Koesoemasoemantri untuk dikembangkan menjadi gedung pertunjukan kecil-kecilan yang diberi nama “Bale Rumawat”. Usai dibangun, Bale Rumawat kemudian memulai pertunjukan (pidangan) perdananya berupa konser renungan akhir tahun dari budayawan Iwan Abdurahman pada 2008.

Dari gedung inilah, lahir beragam pertunjukan seni Rumawat Padjadjaran yang digelar setiap sebulan sekali. Tidak hanya di Bale Rumawat, pertunjukan juga digelar di sejumlah ruangan lainnya di kampus Unpad, bahkan hingga ke beberapa daerah di Jawa Barat.

Pertunjukan yang digelar tidak selalu megah, bahkan lebih sering sederhana. Namun, di situlah seninya. Berbalut kesederhanaan, di ruangan pertunjukan yang takluas dan latar pertunjukan yang minimalis justru mampu menciptakan pertunjukan yang intim. Tidak ada jarak kentara antara penampil dengan penonton.

Prof. Ganjar melanjutkan, keintiman yang tercipta dari pertunjukan Rumawat Padjadjaran tidak ditemukan di tempat lain. Dalam setiap pertunjukan, penonton juga disuguhkan kuliner khas Sunda berupa bajigur, bandrek, dan kudapan pelengkapnya yang bisa dinikmati secara gratis.

Tidak ada meja prasmanan. Hanya ada gerobak bajigur berikut penjualnya yang siap melayani permintaan pengunjung.

“Kalau setiap kali Bale Rumawat selesai, banyak penonton yang ngobrol, silaturahmi. Ini yang tidak ditemukan di tempat lain. Di tempat lain, selesai pertunjukan, orang pada bubar,” selorohnya.

Tidak heran jika setiap pertunjukan Rumawat Padjadjaran selalu penuh dengan penonton. Bahkan, banyak pula seniman dan budayawan, baik dari Sunda maupun luar Sunda, yang sengaja datang untuk menonton. Publikasi yang intens mengandalkan jaringan komunikasi seluler mendorong banyak pengunjung yang “ketagihan” untuk kembali menonton pertunjukan selanjutnya.

“Mudah-mudahan dengan banyak pengunjung yang sekali datang, kalau kita bikin pagelaran lagi, pertunjukan akan kembali penuh,” ujar Ketua Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Unpad tersebut.

Tidak Hanya Budaya Sunda

Meski punya tugas memelihara budaya Sunda, nyatanya pertunjukan Rumawat Padjadjaran juga kerap mementaskan seni modern/kontemporer. Selain kesenian tradisional Sunda (musik, wayang, tembang, tari, dan lakon), ada pula pertunjukan teater, monolog, konser musik kontemporer, hingga yang sedikit nyeleneh, salah satunya memperingati Hari Sumpah Pemuda bersama komunitas underground.

Menurut Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Unpad Dr. Teddi Muhtadin, Bale Rumawat Unpad menganggap semua kesenian itu sejajar. Dalam arti tidak ada sekat antara kesenian tradisional dan modern, tidak membedakan seniman Unpad dan luar, hingga menepis kesenjangan tua dan muda. “Ini penghargaan yang luar biasa,” ujarnya.

Teddi juga mengapresiasi konsistensi Bale Rumawat Unpad yang berhasil mementaskan 100 pertunjukan seni. “Ada banyak organisasi yang mengadakan kegiatan, tapi satu-dua-tiga, putus. Dan Unpad (bisa sampai) seratus selama 15 tahun,” akunya.

Dalam acara Pagelaran Pidangan Rumawat ka-100 yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Kamis (28/12/2023), Bale Rumawat Unpad menampilkan kilas balik dari rangkaian pertunjukan Rumawat Padjadjaran. Tidak hanya menampilkan kembali cuplikan pertunjukan yang digelar, Unpad juga memberikan apresiasi kepada para seniman Bale Rumawat yang sudah berpulang.

Apresiasi Publik: “Tolong Jangan Padam”

Sejumlah tokoh, akademisi, hingga pelajar mengapresiasi konsistensi Unpad dalam menyelenggarakan Pidangan Rumawat Padjadjaran. Salah satunya terlontar dari budayawan yang juga penggubah Himne Unpad “Abah” Iwan Abdurahman.

“Saya bangga karena Bale Rumawat bukan sekadar bale (balai), tetapi dia punya ruh untuk menghidupkan kesundaan melalui kesenian,” ujarnya.

Ia juga masih mengingat jelas riuhnya konser perdana yang dilakukannya sebagai pembuka dari Pidangan Rumawat Padjadjaran. “Penuh. 20 lalu dimainkan di Bale Rumawat. Waktu itu saya memang punya cita-cita Unpad punya ruang pertunjukan musik yang serius. Pak Ganjar merealisasikan hal itu, dan saya yang ditugaskan tampil perdana,” kenangnya.

Budayawan Acil “Bimbo” pun angkat topi terhadap konsistensi Unpad. Menurutnya, jika kegiatan ini dicontoh perguruan tinggi lain, ia optimistis Sunda akan lebih kuat.

“Kekuatan Sunda bukan di politik, bukan di ekonomi. Kekuatan Sunda itu dalam budaya dan seni,” ucapnya.

Sastrawan Aam Amilia yang “langganan” nonton pertunjukan Rumawat Padjadjaran berkomentar bahwa pertunjukan seni yang digelar Bale Rumawat selalu bagus dan kaya akan pesan. “Hal-hal yang kurang diperhatikan dalam kebudayaan Sunda (mampu) diperlihatkan bahwa kekayaan budaya Sunda itu ada di Bale Rumawat,” kata Aam.

Salah satu akademisi Unpad yang juga jarang absen dalam pertunjukan Bale Rumawat adalah Dr. Aceng Abdullah, M.Si. Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad tersebut berharap agar pertunjukan seni Bale Rumawat jangan sampai padam. Sebab, masih banyak potensi seni yang bisa ditampilkan.

“Potensi orang Sunda itu banyak. Di seni misalnya, bisa digali tentang pertunjukan musik dangdut atau juga film-film Sunda,” kata Aceng.

Komentar positif juga datang dari para generasi Z. Sri Hartini, siswi MA Plus Intan Al-Sali mengaku baru pertama kali datang ke pertunjukan Bale Rumawat. Kendati demikian, ia terpesona dengan sajian penampilan dari para penyaji pertunjukan.

“Berkesan banget bagi saya. Saya baru pertama kali datang dan ternyata acaranya bagus dan seru juga,” ujarnya.

Mahasiswi Sastra Sunda Unpad Destiana Fadilah juga mengapresiasi konsistensi Unpad dalam menyelenggarakan pertunjukan Bale Rumawat. “Acaranya luar biasa, keren banget. Ini menunjukkan bahwa kesundaan di Unpad itu benar-benar ada, bukan hanya nama saja,” imbuhnya.

Terus Berlanjut

Melihat animo positif ditambah pengalaman yang tidak ditemukan dari pertunjukan seni lainnya, Prof. Ganjar berharap pertunjukan Rumawat Padjadjaran bisa terus dilanjutkan.

“Mudah-mudahan ini terus karena ini merupakan salah satu misi Unpad dalam statuta,” ujarnya.

Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti juga menilai, kegiatan Bale Rumawat sangat bagus sebagai upaya pelestari budaya Sunda. Hal ini sangat bagus khususnya bagi para generasi muda. Diharapkan melalui kiprah kesenian Bale Rumawat, generasi muda mampu menginternalisasi nilai-nilai kesundaan berdampingan dengan modernisasi.

“Penonton dan penikmat pagelaran (Rumawat Padjadjaran ka-100) tadi banyak, artinya berbagai umur masih menantikan pagelaran selanjutnya. (Saya) setuju ini diteruskan di Unpad,” pungkasnya.*

Share this: