Pakar Unpad Sebut AI Jadi Tantangan dalam Hukum Perlindungan Data Pribadi

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sinta Dewi, S.H., LLM, menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) yang diselenggarakan secara daring, Sabtu (10/6/2023).*

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sinta Dewi, S.H., LLM, mengatakan bahwa perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) memberikan tantangan tersendiri terhadap hukum perlindungan data pribadi. Hal tersebut terjadi karena penggunaan teknologi AI membuat sejumlah data pribadi dapat diakses.

“Jadi pembahasan tentang kemajuan teknologi sekarang harus memenuhi prinsip-prinsip perlindungan dari hak asasi manusia karena kalau ini dibiarkan ini akan membahayakan manusia itu sendiri,” kata Prof. Sinta dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) yang diselenggarakan secara daring, Sabtu (10/6/2023).

Prof. Sinta mengatakan, hukum perlindungan data pribadi merupakan bidang baru yang saat ini berkembang dengan cepat. Kini setidaknya sudah ada 162 negara yang memiliki regulasi tersendiri di bidang data privasi termasuk Indonesia.

“Ini membuat hukum perlindungan data pribadi itu sudah menjadi rezim hukum tersendiri,” kata Guru Besar bidang Hukum Siber ini.

Dalam paparannya Prof. Sinta menjelaskan, salah satu permasalahan penggunaan AI adalah bagaimana data itu direidentifikasi.

“Data pribadi menjadi suatu rezim hukum atau diatur oleh hukum karena dia mengidentifikasi seseorang. Jadi kalau dia tidak mengidentifikasi seseorang artinya anonim itu diperkenankan,” jelasnya.

Lebih lanjut Prof. Sinta mengatakan bahwa dalam penggunaan AI, ada kemungkinan upaya memprofilkan seseorang dari pengumpulan data dan hal ini bisa disalahgunakan oleh korporasi hingga terjadi eksploitasi data besar-besaran.

Indonesia sendiri sudah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Sementara saat ini belum ada regulasi khusus mengenai AI.

“Jadi masyarakat di Indonesia itu, di industri dan pemerintah masih berfokus kepada kepada penggunaannya. Jadi walaupun sekarang diskusi-diskusi dengan academia itu sudah sudah mulai banyak (mengenai) bagaimana sih penerapan prinsip-prinsip human centric dan prinsip-prinsip akuntabilitas itu harus diperhatikan,” ujar Prof. Sinta.

Prof. Sinta menjelaskan bahwa data pribadi itu boleh diproses asalkan sesuai peraturan. Adapun prinsip privasi yang harus dipenuhi, yaitu adanya pembatasan pengumpulan, spesifikasi tujuan, pembatasan pemakaian, transparansi dan persetujuan, serta akuntabilitas dan governance.

“Jadi aturannya adalah bagaimana data privasi itu dibatasi pengumpulannya kemudian tujuannya untuk apa sih sebetulnya. Kalau ini tujuannya untuk kepentingan kesehatan, itu harus digunakan hanya untuk kepentingan kesehatan, jadi data pribadi itu tidak boleh digunakan untuk hal lain,” jelas Prof. Sinta.

Prof. Sinta pun menyebutkan bahwa saat ini teknologi dan hukum menjadi dua aspek yang saling membutuhkan.

“Mungkin pada awalnya dulu secara teknologi merasa bahwa tidak usah ada hukum. Hukum itu terlalu membatasi, tapi ternyata the end of the day banyak permasalahan-permasalahan yang muncul yang memerlukan intervensi dari hukum, yaitu baik berupa undang-undang maupun dalam kebijakan-kebijakan yang ada,” ujar Prof. Sinta. (arm)*

Share this: