Kearifan Lokal Dapat Jadi Basis Literasi Mitigasi Bencana

pakar unpad
Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ninis Agustini Damayani, M.Lib., menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Literasi Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (15/4/2023).*

[Kanal Media Unpad] Pemahaman masyarakat Indonesia tentang risiko kebencanaan menjadi hal krusial untuk menimalisasi risiko kerugian saat bencana terjadi. Oleh karena itu, literasi mitigasi bencana harus dilakukan kepada masyarakat, terutama mereka yang tinggal di lokasi yang berpotensi terjadi bencana.

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ninis Agustini Damayani, M.Lib., saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Literasi Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (15/4/2023).

Prof. Ninis menjelaskan, membangun kesadaran masyarakat tentang penanggulangan bencana menjadi hal penting dalam membangun masyarakat yang tangguh bencana. Upaya yang dilakukan salah satunya dengan meningkatkan literasi mitigasi bencana, atau kemampuan untuk memperoleh informasi akurat tentang pengurangan risiko bencana serta menggunakannya secara cerdas dalam kehidupan.

“JIka kita mempunyai informasi yang akurat, kita tahu caranya mendapatkan informasi itu dan menggunakannya dengan baik, diharapkan kita bisa bereaksi dengan baik pula ketika bencana terjadi. Tentu kita harus persiapkannya sebelum bencana itu terjadi,” kata Prof. Ninis.

Salah satu literasi mitigasi bencana yang bisa diperhatikan adalah berbasis kearifan lokal. Prof. Nini menyampaikan, Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang ternyata bisa menjadi dasar pengetahuan mitigasi bencana yang sejak lama sudah diyakini masyarakat setempat.

Kendati demikian, masih banyak masyarakat, khususnya generasi muda, yang tidak tahu bahkan tidak peduli mengenai kearifan lokal wilayahnya dalam melakukan mitigasi bencana. Padahal, hal ini penting sebagai upaya mewujudkan wilayah yang tangguh bencana.

Hal ini menjadi motivasi Prof. Ninis untuk menelti bagaimana kearifan lokal atau pengetahuan turun temurun untuk menghindarkan masyarakat setempat dari bencana alam.

Guru Besar Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Fikom Unpad tersebut mendokumentasikan beberapa pengetahuan lokal sebagai modal melakukan mitigasi bencana. 

Di wilayah Baduy, Banten, misalnya. Masyarakat Baduy memegang kuat kepercayaan dan adat istiadatnya untuk menghindarkan diri dari bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan kebakaran dengan cara mengatur tata cara perladangan, menggunakan material tertentu untuk membangun infrastruktur, hingga membagi zona hutan sebagai upaya melestarikan ekosistem.

Tradisi masyarakat Simeuleu di Provinsi Aceh dengan Nyanyian Smong-nya ternyata berhasil membuat korban meninggal dunia akibat tsunami 2004 silam menjadi sedikit, yaitu hanya enam orang. Padahal, di wilayah Aceh lainnya, korban jiwa akibat bencana tsunami mencapai ribuan.

Prof. Ninis mengatakan, kearifan lokal sebagai hasil pikir manusia lampau yang bernilai positif dinilai perlu dilestarikan. Upaya ini bertujuan agar generasi berikutnya dapat mengetahui, memahami, dan mengembangkan sesuai kebutuhan zaman. 

“Generasi berikut tidak harus memulai sesuatu dari nol, tetapi dia bisa mengembangkan pengetahuan yang ada, termasuk kearifan lokal, menjadi pengetahuan yang sesuai dengan zamannya,” kata Prof. Ninis.*

Share this: