Batas-batas Ilmu Budaya Terus Berkembang Seiring Zaman

FIB Unpad
Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prof. Manneke Budiman, M.A., PhD, menyampaikan kuliah umum “Semester Sastra: Frontier Tak Berbatas” yang digelar sebagai bentuk kuliah perdana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang FIB Unpad, Jatinangor, Kamis (16/2/2023). (Foto: Yuli Hantoro)*

Laporan oleh Anggi Kusuma Putri

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prof. Manneke Budiman, M.A., PhD, mengatakan, sastra menjadi salah satu ilmu pengetahuan yang dapat terus berkembang. Batas-batas keilmuan yang saat ini dimiliki dapat terus diperluas.

Demikian disampaikan Prof. Manneke saat menyampaikan kuliah umum “Semesta Sastra: Frontier Tak Berbatas” yang digelar sebagai bentuk kuliah perdana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Acara digelar secara hibrid dari Aula Pusat Studi Bahasa Jepang FIB Unpad, Jatinangor, Kamis (16/2/2023).

Prof. Manneke menyampaikan, istilah dunia tanpa batas merupakan semesta yang memiliki batas yang dapat dibuka terus-menerus. Begitu pula dalam ilmu sastra. Ilmu sastra atau budaya memiliki batas-batas yang bersifat longgar dan kabur.

Kekaburan batas dalam ilmu budaya bisa dilihat sebagai kekayaan melimpah melebihi dari batas-batas yang dimiliki. Di sisi lain, hal ini dapat memunculkan perdebatan yang tidak selesai mengenai mana yang benar dan mana yang keliru.

“Ada tegangan antara naluri ilmu pengetahuan untuk terus berkembang dan pembatasan dari pihak lain lewat adminstrasi dan manajemen dalam bentuk fakultas, departemen, jurusan, serta program studi,” ujarnya.

Prof. Manneke Budiman berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang diberikan batas-batas cenderung ingin melepaskan diri dari batasan yang telah diberikan.

“Ternyata yang disekat-sekat itu selalu memberontak, ingin meruntuhkan sekat-sekatnya supaya dia bisa kemudian berkomunikasi dan berelasi dengan disiplin lain yang ada di sebelahnya,” jelas Prof. Manneke.

Di hadapan sivitas akademika FIB Unpad, Prof. Manneke Budiman menekankan, kendati menjadi salah satu ilmu dengan ruang lingkup yang luas, label ilmu budaya selalu menghasilkan persepsi berbeda di masyarakat.

“Mau pakai nama Fakultas Sastra muncul persepsi dan stigma yang keliru. Pakai nama Fakultas Ilmu Budaya juga tidak menyelesaikan persoalan salah persepsi di kalangan khalayak,” terangnya.

Fakultas Ilmu Budaya juga berperan dalam melestarikan dan memajukan berbagai ilmu yang terancam punah dan langka. Namun, peran ini dihadapkan pada beragam tantangan, salah satunya sedikitnya anggaran dan sumber daya yang tidak terpenuhi karena menurunnya jumlah peminat ke bidang keilmuan ini.

Untuk itu, lanjut Prof. Manneke, ada strategis yang bisa dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut. Salah satunya pembukaan program studi untuk mengikuti peluang yang dibuka pasar.

“Namun, banyak hal kompleks yang perlu diperhatikan apabila ingin membuka program studi baru, seperti akreditasi, kurikulum, dan sumber dayanya,” kata Prof. Manneke Budiman. (arm)*

Share this: