Bagaimana Menguatkan Karakter Mahasiswa Milenial? Ini Kata Guru Besar Unpad

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Hendriati Agustiani, M.Si., menyampaikan materi mengenai "Dosen Wali Sebagai Orang Tua di Kampus" dalam acara Dialog Dosen Wali "Penguatan Karakter Manusia" di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Selasa (17/1/2023). (Foto: Dadan Triawan)*

Laporan oleh Anggi Kusuma Putri

[Kanal Media Unpad] Generasi mahasiswa milenial saat ini memiliki karakteristik yang kreatif, kolaboratif, serta menyukai hal yang praktis dan instan. Namun, di sisi lain, karakter ini bisa menjadi salah satu hambatan saat mereka menempuh pendidikan.

“Mereka kreatif, kolaboratif, dan kepercayaan dirinya tinggi. Namun, ada satu hal yang bisa menjadi tantangan bagi kita semua (dosen wali), mereka itu senang yang praktis dan instan,” kata Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Hendriati Agustiani, M.Si., dalam acara Dialog Dosen Wali “Penguatan Karakter Manusia” di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Selasa (17/1/2023).

Untuk menghadapi karakteristik mahasiswa milenial dengan seperti itu, dosen wali perlu membentuk sesuatu yang lebih kreatif guna membangun kembali kreativitas pada diri mahasiswa. Peran lain yang diperlukan adalah menjadi orang tua di lingkungan perkuliahan. Hal ini diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kehangatan bagi mahasiswa.

Prof. Hendriati juga mengatakan bahwa kebutuhan dasar sebagai manusia secara psikologis adalah perasaan ingin dihargai dan diakui keberadaanya. Sayangnya hal ini masih sering dianggap remeh dan tidak penting.

“Ketika seseorang ingin mengutarakan perasaanya, kita sebagai pendengar hanya perlu mendengarkan dan perlu mengesampingkan berargumentasi,” jelasnya.

Peneliti dari Pusat Studi Keluarga dan Pengasuhan Fapsi Unpad ini mengatakan, dosen wali dituntut menghidupkan intuisi atau kepekaan terhadap mahasiswa yang diwalikan. Terutama pada mahasiswa yang sedang berada pada fase mengerjakan skripsi. Pada masa ini mahasiswa akan beradaptasi kembali dengan perasaan sendirian.

“Hasil penelitian kami kepada anak-anak yang skripsi, loneliness, perasaan lonely itu sekitar 20-27%,” kata Prof. Hendriati. (arm)*

Share this: