FIB Unpad dan GXUN Tiongkok Gelar Kuliah Umum Perempuan dan Transformasi Sosial

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., PhD, menjadi pembicara kuliah umum “Perempuan dan Transformasi Sosial: Kesetaraan Gender untuk Semua” yang digelar atas kerja sama FIB Unpad dengan Program Indonesia Keluargaku, Universitas Kebangsaan Guangxi (GXUN), dan Universitas Bahasa Asing GXUN, Rabu (20/4/2022).*

[Kanal Media Unpad] Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Program Indonesia Keluargaku, Universitas Kebangsaan Guangxi (GXUN), dan Universitas Bahasa Asing GXUN menyelenggarakan kuliah umum “Perempuan dan Transformasi Sosial: Kesetaraan Gender untuk Semua” secara daring, Rabu (20/4/2022) malam.

Kuliah umum tersebut dibawakan oleh Dekan FIB Unpad Prof. Aquarini Priyatna, M.A., M.Hum., Ph.D. Acara diikuti oleh dosen dan mahasiswa dari ketiga universitas, dosen dan mahasiswa dari universitas lain di Indonesia dan Tiongkok, serta masyarakat umum.

Di awal paparannya, Prof. Aquarini menjelaskan perbedaan antara emansipasi dan kesetaraan. Saat ini kata “emansipasi” sudah tidak tepat digunakan, tapi lebih tepat menggunakan “kesetaraan”.

Hal ini disebabkan kata “emansipasi” memiliki makna menyamakan kedudukan. Padahal dalam konteks ini tidak berarti perempuan harus sama seperti laki-laki.

Dikutip dari laman FIB Unpad, Prof. Aquarini selanjutnya menjelaskan perjuangan RA Kartini. Ia menjelaskan bahwa Kartini menulis tentang kegalauannya, tentang hasratnya untuk sekolah, tentang kepedihannya atas ketidakadilan, serta tentang gagasan idealnya tentang laki-laki dan perempuan.

Prof. Aquarini juga mengenalkan beberapa tokoh pahlawan perempuan lainnya di Indonesia, yaitu Dewi Sartika, Kartini-Kardinah-Roekmini, Maria J.C. Maramis, Rohana Kudus, Rasuna Said, Cut Nyak Dien, Martina Cristina Tijahahu, Opung Daeng Risaju, dan Nyi Ageng Serang. Ini menunjukkan bahwa perjuangan kesetaraan gender ini dilakukan oleh banyak orang, bukan sendirian.

“Karena tidak ada perjuangan yang bisa diselesaikan oleh satu orang,” kata Prof. Aquarini.

Lebih lanjut Prof. Aquarini mengatakan, dari apa yang dilakukan oleh para pejuang perempuan sebelumnya menunjukkan bahwa menulis adalah sebagai bentuk perjuangan. Menulis dinilai bisa lebih memaksa orang lain untuk mendengarkan apa yang kita perjuangkan.

Ia juga mencontohkan beberapa perempuan penulis Indonesia, seperti Lasminingrat, NH Dini, Suwarsih Djojopuspito.

Prof. Aquarini pun menegaskan bahwa membaca, menulis, dan bercerita adalah hal yang penting untuk perempuan karena pendidikan adalah kunci pembuka pikiran. Implikasi selanjutnya, pendidikan sangat penting untuk perempuan.

“Jika kita berinvestasi pada perempuan untuk sekolah, keuntungan itu bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk lingkungan sekitarnya. Perempuan yang memiliki pendidikan akan menjadi lokomotif bagi lingkungannya dan juga dapat berdampak pada kemandirian ekonomi dan ini dapat mendorong perempuan untuk menjadi lebih berani berkiprah di ranah lain. Jika hal ini sudah terbangun, pada titik inilah transformasi sosial terbangun,” kata Prof. Aquarini.

Selain kuliah dari Prof. Aquarini, acara tersebut juga diisi dengan persembahan video tentang Indonesia dan Tiongkok, pembacaan Puisi tentang Kartini oleh Naulia (Mahasiswa Sastra Indonesia FIB Unpad), dan paparan mengenai pandangan umum masyarakat Tiongkok masa lalu terhadap wanita yang disampaikan oleh Rahayu (mahasiswa GXUN).(rilis)*

Share this: