Kekayaan Karawitan Cerminan Karakter Orang Sunda

Atraksi angklung Landung di Festival Pesona Galunggung, Sabtu (10/04)*
karawitan Sunda
Dosen Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Dr. Heri Herdini, M.Hum., menjadi pembicara pada acara Keurseus Budaya Sunda “Kabeungharan Karawitan Sunda” yang digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran secara virtual, Kamis (30/9/2021).

[Kanal Media Unpad] Karawitan Sunda menyimpan beragam khazanah kesenian tradsional masyarakat Sunda. Keragaman karawitan Sunda dianggap mampu mencerminkan karakter dari orang Sunda.

Menurut Dosen Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Dr. Heri Herdini, M.Hum., keragaman karawitan Sunda merupakan cerminan dari karakter orang Sunda yang terbuka, fleksibel, optimistis, jembar, dinamis, hingga kreatif.

“Dari kenyataan yang ada, ternyata masyarakat Sunda mau menerima masukan-masukan dari yang lain. Kesenian dari satu daerah bisa menyebar ke daerah lain,” kata Heri saat menjadi pembicara pada acara Keurseus Budaya Sunda “Kabeungharan Karawitan Sunda” yang digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran secara virtual, Kamis (30/9/2021).

Alumnus Program Doktor Ilmu Sejarah Unpad tersebut mencontohkan, kesenian Degung dan Tembang Cianjuran dulu berasal dari Cianjur. Namun, saat ini hampir di setiap kota/kabupaten di Jawa Barat memiliki seni degung sendiri. Selain itu, tentunya setiap daerah di Jawa Barat memiliki jenis keseniannya sendiri.

Kendati istilah “karawitan” telah akrab di telinga masyarakat sebagai penamaan untuk beragam kesenian tradisional Sunda. Namun, jika dilihat dari asal usulnya, istilah karawitan bukan berasal dari budaya Sunda, melainkan berasal dari budaya Jawa.

Awal mula pemakaian istilah karawitan belum diketahui pasti. Heri memaparkan, berdasarkan riset para ahli, di dalam prasasti kuna dan serat-serat Jawa kuna tidak ditemukan istilah karawitan, yang ada hanya gamelan, gending, dan bawa.

“Demikian pula pada naskah-naskah kuna di Tatar Sunda, seperti Sanghyang Siksa Kanda(ng) Karesian, Carita Parahiangan, dan Sewaka Darma, tidak ditemukan istilah karawitan,” ungkapnya.

Temuan serupa juga terlihat dari penelitian yang dilakukan Bruno Nettl, Sumarsam, dan Santosa ketika melakukan penelitian musik Jawa sebelum tahun 1950an. Dalam artikelnya istilah gamelan lebih banyak ditemukan daripada istilah karawitan.

“Fenomena ini menunjukkan bahwa istilah karawitan sebelum berdirinya sekolah seni atau perguruan tinggi seni belum begitu dikenal,” kata Heri.

Heri menjelaskan, istilah karawitan pertama kali dikenalkan oleh empu gamelan Jawa, yaitu Ki Martopangrawit dan Ki Tjakrawasita dalam kegiatan pelatihan musik gamelan di Museum Radya Pustaka tahun 1920an.

Keduanya menggunakan istilah karawitan saat memberikan pelatihan memainkan musik Jawa. Bukan menggunakan istilah gamelan, gending, ataupun bawa.

Setelah ditelusuri, istilah karawitan digunakan untuk membedakan musik yang berasal dari keraton atau keluarga menak dengan musik yang berasal dari rakyat biasa. Karena istilah gamelan identik dengan musik yang berasal dari lingkungan keraton, maka karawitan digunakan untuk menyebut musik gamelan dari luar lingkungan keraton.

Pengertian karawitan dalam budaya Jawa yang identik dengan musik gamelan ternyata memiliki perbedaan dengan istilah karawitan dalam budaya Sunda. Salah satunya berdasarkan pendapat dari seniman dan musikolog Sunda Rd. Machjar Angga Koesoemadinata. Karawitan dalam konteks Sunda merupakan pengetahuan kesenian yang meliputi seni suara, seni tari, seni pedalangan, hingga seni drama.*

Share this: