Kartel Ciptakan Iklim Persaingan Usaha Tidak Sehat

kartel
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Maman Setiawan, M.T., menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Kartel dan Kesejahteraan” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (11/9).*

[unpad.ac.id] Pemerintah telah melarang adanya praktik kartel melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Meski demikian, praktik kartel masih banyak terjadi di Indonesia, bahkan setelah UU tersebut dikeluarkan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Maman Setiawan, M.T., menjelaskan, kartel berdampak besar pada kenaikan harga suatu produk di pasar. Kenaikan harga ini bahkan dapat terjadi untuk jangka waktu yang panjang.

“Dari kasus pada beberapa tahun terakhir, terbukti kartel ini ada di berbagai sektor,” kata Prof. Maman pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Kartel dan Kesejahteraan” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (11/9).

Praktik tersebut terjadi adanya kesepakatan kolusif antar perusahaan untuk membatasi persaingan ataupun menciptakan situasi tidak adanya persaingan. Kesepakatan yang dilakukan salah satunya pada aspek penetapan harga.

Prof. Maman mengatakan, pembatasan persaingan akan menghambat produk serupa dari perusahaan di luar kartel tidak bisa bersaing. Akibatnya, selain berdampak pada kenaikan harga, kartel bisa menurunkan variasi, kualitas, hingga kuantitas dari suatu jenis produk. Hal ini membuat konsumen “dipaksa” untuk membeli produk yang ada di pasar tanpa ada ragam pilihan.

Dampak lainnya adalah menghambat perusahaan baru yang potensial untuk bisa masuk ke pasar. Produktivitas industri akan menurun karena pasar yang tidak kompetitif.

Peran aktif masyarakat dalam mencegah meluasnya praktik kartel sebenarnya diperlukan. Menurut Prof. Maman, ada beberapa hal yang bisa mencirikan terjadinya praktik kartel dalam pasar.

Ciri pertama, kartel kerap terjadi pada berbagai produk di pasar oligopoli, atau pasar dengan produk yang tidak bervariatif, sehingga harga bisa dikuasai oleh kartel.

“Kalau kita lihat produk-produk di pasar oligopoli, itu cukup menjadi keuntungan bagi kartel. Merger perusahaan bisa menguntungkan kalau menguasai 80 persen pasar,” kata Prof. Maman.

Ciri selanjutnya adalah jika terjadi kenaikan harga yang cukup signifikan. “Dalam beberapa kasus, ada kenaikan harga cukup signifikan dan dalam waktu lama harga itu tetap sama. Tetapi tiba-tiba harganya stabil. Ada indikasi bahwa kemungkinan mereka (perusahaan) lakukan kolusif,” kata Prof. Maman.*

Share this: