Prof. Ahmad Faried: “Ilmuwan Bedah” Dibutuhkan di Tengah Masifnya Teknologi Pembedahan

ilmuwan
Prof. Dr. Ahmad Faried, SpBS(K)., PhD. FICS, membacakan orasi ilmiah berjudul “membacakan orasi ilmiah berjudul “Penerapan Ilmu Dasar dan Aplikasi Klinisnya dalam Menghadapi Era Kedokteran Personal: Tantangan dan Harapan dalam Menciptakan Ilmuwan-Ilmuwan Bedah Saraf”pada upacara pengukuhan guru besar yang disiarkan secara langsung dari Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Kamis (10/6). (Foto: Dadan Triawan)*

[unpad.ac.id]  Perkembangan ilmu bedah, khususnya ilmu bedah saraf sudah sangat pesat. Perkembangan ini merupakan bentuk nyata dari era revolusi industri 4.0 menuju society 5.0 dalam kedokteran modern.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad Prof. Dr. Ahmad Faried, SpBS(K)., PhD. FICS mengatakan bahwa di tengah perkembangan teknologi pembedahan terkini, dibutuhkan hadirnya  ilmuwan bedah, bukan dokter bedah biasa.

“Terlepas dari ingar-bingar munculnya teknologi pembedahan terkini, adakalanya ‘pisau bedah’ kita tidak dapat lagi menjangkau kesembuhan pasien-pasien dengan fase terminal, diperlukan lebih dari sekadar dokter bedah biasa. Namun yang diperlukan adalah ‘Ilmuwan-ilmuwan bedah’ yang dapat menerapkan ilmu-ilmu dasar serta menjembataninya untuk diaplikasikan secara klinis,” ujar Prof. Faried.

Hal tersebut disampaikan Prof. Faried dalam Orasi Ilmiah Berkenaan dengan Penerimaan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Bedah Saraf pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Prof. Faried membacakan orasi berjudul “Penerapan Ilmu Dasar dan Aplikasi Klinisnya dalam Menghadapi Era Kedokteran Personal: Tantangan dan Harapan dalam Menciptakan Ilmuwan-Ilmuwan Bedah Saraf”, Kamis (10/6).

“Sudah saatnya kita yang berada di pusat pendidikan besar seperti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran– Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung, dengan segala keterbatasannya segera berkhidmat untuk merubah paradigma selama ini dari ‘Dokter Bedah’ menjadi ‘Ilmuwan Bedah’,” ujarnya.

Dalam orasinya, Prof. Faried juga memaparkan mengenai berbagai upaya ia dan tim lakukan dalam mengembangkan terapi sel dan biomarker sebagai investasi “mengilmuwankan” profesi dari  Ilmu Bedah Saraf.

Penelitian-penelitian yang ia lakukan  di antaranya adalah mengisolasi neural stem cell (NSCs) dari subvetrikel zone (SVZ). Penelitian tersebut akan merangsang penelitian selanjutnya untuk mengefektifkan pemanfaatan NSCs dalam terapi-terapi alternatif  di bidang bedah saraf.

Selain itu, ia dan timjuga merancang obat antikanker generasi baru anti kanker yang disebut “sugar-cholestanol”. Obat ini dibuat secara sintetik yang sangat spesifik hanya mengenali struktur antigen permukaan sel-sel kanker dan glioma.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Faried mengatakan bahwa kedokteran translasional, yang berawal dari pemahaman tentang ilmu dasar serta upaya aplikasinya ke dalam penerapan klinisnya atau sebaliknya ,merupakan semangat yang harus diakomodir oleh pembuat kebijakan, didukung baik moril dan material, serta dicontohkan oleh locomotive-person sebagai leader di unitnya masing-masing.

“Jangan ‘bunuh’ mimpi-mimpi serta semangat yang membara penuh idealisme junior-junior, adik-adik, anak-anak didik kita.  Penelitian merupakan jalan yang panjang dan sunyi, penuh halang-rintangan. Menjadi kewajiban kita mengkader serta membimbing penerus kita untuk kemudian membentuknya menjadi ilmuwan tangguh berkecakapan sebagai seorang professional,” ujar Prof. Faried.(arm)*

Share this: