Pakar Unpad: Matematika Bisa Digunakan untuk Perangi Hoaks

matematika
Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Asep K. Supriatna dalam diskusi  “Satu Jam Berbincang Ilmu: Memprediksi Penyebaran Hoaks dan Pemodelan Matematika” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual Sabtu (12/6).*

[unpad.ac.id, 14/6/2021] Untuk menurunkan angka kerentanan hoaks, dibutuhkan penelitian multidisipliner dan transdisipliner. Matematika, melalui  pemodelan matematika  dapat berperan dalam menjembatani berbagai penelitian tersebut.

Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Asep K. Supriatna mengatakan bahwa hoaks adalah keniscayaan. Berdasarkan kajian teoretis model matematika prediksi penyebaran hoaks, diketahui ada parameter yang bisa dikontrol untuk menurunkan jumlah orang yang terpapar hoaks.

“Mengingat bahwa dampak hoaks yang begitu besar dirasakan, perlu dilakukan upaya edukasi kepada berbagai pihak di masyarakat terutama generasi muda sejak dini tentang bahaya hoaks dalam rangka mengontrol nilai parameter tersebut,” ujar Prof. Asep dalam diskusi “Satu Jam Berbincang Ilmu: Memprediksi Penyebaran Hoaks dan Pemodelan Matematika“, Sabtu (12/6).

Prof. Asep menilai bahwa berbagai pendekatan ilmu, termasuk kearifan lokal, diperlukan dalam edukasi untuk menumbuhkan karakter yang kuat dalam memerangi sikap mudah tertipu (gullibility) dan converse gullibility, serta menumbuhkan kemampuan yang baik dalam proses fact checking.

Prof. Asep juga menjelaskan bahwa hoaks merupakan salah satu fenomena hidup yang dapat dianalisis melalui pemodelan matematika.

“Di dalam matematika ada cabang yang namanya matematika modeling yang didalamnya mengabstraksi permasalahan real menjadi permasalahan matematis,” jelas Prof. Asep.

Jawaban dari permasalahan matematis tersebut kemudian diinterpretasikan kembali kepada masalah awal untuk menjawab pertanyaan asalnya.

Berdasarkan litelatur, Prof. Asep menjalaskan bahwa mayoritas model penyebaran hoaks diinspirasi dari model epidemi.

Salah satu model yang bisa dianalogikan adalah model penyebaran virus. Model tersebut melihat bahwa masyarakat dikategorikan menjadi tiga bagian yang paling sederhana, yaitu yang sehat, terinfeksi, dan te-recover.

Prof. Asep pun menjelaskan sejumlah model yang dapat digunakan untuk menganalisis penyebaran hoaks.

Dari sejumlah studi yang dilakukan, Prof. Asep mengatakan, ada peluang untuk mengembangkan model yang paling realistis, terutama di Indonesia. Salah satu hal yang dapat menjadi perhatian adalah terkait kredibilitas hoaks.

“Sekarang sudah banyak hoax detector yang melihat apakah berita ini hoaks atau bukan. Tapi belum ada yang bisa menentukan seberapa besar tingkat kredibilitasnya,” ujar Prof. Asep.(arm)*

Share this: