Pakar Unpad: Jaminan Hukum atas Perlindungan Hak Anak bagi Ibu Pekerja Harus Kuat

perlindungan hak anak
Tenaga kependidikan Universitas Padjadjaran menitipkan anaknya di Pusat Perawatan Anak Sehat (Puspa) Unpad di kampus Jatinangor. (Foto: Dadan Triawan)*
perlindungan hak anak
Tenaga kependidikan Universitas Padjadjaran menitipkan anaknya di Pusat Perawatan Anak Sehat (Puspa) Unpad di kampus Jatinangor. (Foto: Dadan Triawan)*

[unpad.ac.id] Perempuan yang memiliki dual profesi sebagai ibu rumah tangga dan pekerja kerap dilanda sebuah dilema: memenuhi kebutuhan anak sekaligus menjaga agar pekerjaannya tetap stabil. Dibutuhkan penyelarasan regulasi antara perlindungan hak anak serta pekerjaannya.

Demikian disampaikan Dosen FakultasHukum Universitas Padjadjaran Chloryne Trie Isana Dewi, LL.M., saat menjadi pembicara pada Webinar Seri Bisnis dan HAM dalam Perspektif Gender dan Hak Anak yang digelar Paguyuban HAM atau Paham FH Unpad bekerja sama dengan ELSAM, Selasa (20/4) lalu.

Chloryne menyampaikan, terdapat keterkaitan antara perlindungan hak perempuan dan perlindungan hak anak. Sebagai contoh adalah bagaimana upaya pemenuhan kebutuhan ASI pada anak. Bagi perempuan pekerja, menyusui anak secara langsung bukan pekerjaan mudah.

“Kebanyakan Ibu akan cenderung menyusui anaknya secara langsung. Itu bukan pekerjaan mudah (karena) hak kesehatan mental ibu harus dipenuhi. Jika ibu stres, ASI biasanya tersendat. Artinya, pemenuhan hak untuk kelangsungan hidup anak dengan mendapat makan tidak didapatkan anak,” kata Chloryne.

Dikutip dari laman FH Unpad Chloryne menjelaskan, jaminan hukum atas perlindungan hak anak bagi para ibu pekerja harus dilakukan, seperti keharusan penjaminan kesejahteraan di fase kehamilan, penyediaan ruang laktasi, hingga penyediaan tempat penitipan anak di lingkungan kerja, baik di sektor pemerintahan maupun sektor bisnis.

Perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Eko Novi Ariyanti R.D., mengatakan, Pemerintah Pusat telah berupaya menciptakan ruang kerja ramah anak melalui berbagai regulasi yang sudah disusun, seperti ratifikasi CEDAW dan Konvensi Hak Anak (KHA).

Kesetaraan gender dan perlindungan hak anak sendiri sudah masuk ke dalam RPJMN 2015-2019 serta 2019-2024.

“Jadi, kesetaraan gender sudah menjadi hal mendasar dalam kebijakan pembangunan di Indonesia. Lalu indikatornya ialah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Saat ini, Indeks Perlindungan Anak juga tengah dibentuk,” paparnya.

Ahli hukum ketenagakerjaan FH Unpad Dr. Agus Mulya Karsona, M.H., ,mengatakan, korporasi dituntut melaksanakan regulasi yang sudah dibuat pemerintah agar hak pekerja terlindungi. Dengan demikian, peran perusahaan sangat diperlukan untuk melindungi pekerja perempuan, khususnya yang sudah menjadi ibu agar dapat melindungi anaknya.

Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Maya Juwita menjelaskan, pelaku bisnis sudah berupaya semaksimal mungkin mendukung regulasi tersebut melalui perbaikan gradual.

Menurutnya, IBCWE bersama Prospera sedang melakukan studi tentang pedoman fasilitas penitipan anak yang nantinya menargetkan berdirinya layanan penitipan anak yang sifatnya center-based (dekat perkantoran) dan home-based.

Guideline ini ditargetkan bagi perusahaan untuk lebih inklusif dalam penyediaan layanan penitipan anak di lingkungan kerja,” tutur Maya.(rilis)*

Share this: