budidaya lobster
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menjadi pembicara dalam webinar bertajuk “Masa Depan Lobster di Indonesia”, Rabu (31/3).*
budidaya lobster
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menjadi pembicara dalam webinar bertajuk “Masa Depan Lobster di Indonesia”, Rabu (31/3).*

[unpad.ac.id] Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Dr. Sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., menilai, lobster dapat menjadi kekuatan ekonomi Indonesia di masa mendatang. Namun, perlu perbaikan pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya.

Hal itu disampaikan Dr. Yudi pada webinar bertajuk “Masa Depan Lobster di Indonesia”, Rabu (31/3). Menurut Dr. Yudi, perbaikan masalah budidaya lobster perlu dilakukan terkait tata kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budaya.

“Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Dr. Yudi.

Menurut Dr. Yudi, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan kebijakan dan program terkait perikanan dan kelautan, yaitu kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan.

“Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kita memerlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan,” ujar Dr. Yudi.

Diungkapkan Dr. Yudi, ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian masal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya, harus dimulai dengan membudidayakan benur lobster.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Yudi mengajak berbagai pihak untuk bersama membangun roadmap pengelolaan lobster sehingga tercipta industri lobster yang hebat dengan kemampuan budidaya lobster.

Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen pun perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial.

Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stok BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan.

Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 g, begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam.

“Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (Mariculture),” imbuh Dr. Yudi.

Ia juga menekankan mengenai perlunya kolaborasi pentahelix antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia.

Produksi Nasional

Sementara itu, Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI, Ir. Arik Hari Wibowo, M.Si mengatakan bahwa akuakultur dapat menjadi jawaban dalam pengembangan produksi lobster secara nasional.

Ia memaparkan, ada empat aspek dalam pembangunan akuakultur. Aspek pertama yaitu aspek teknologi perlu diterapkan untuk meningkatkan nilai tambah produk akuakultur. Kedua, aspek lingkungan dimana akuakultur perlu dilakukan dengan menerapkan unsur-unsur keberlanjutan.

Ketiga adalah aspek ekonomi, di mana keterlibatan stakeholder akan berperan penting sehingga kesejahteraan pelaku budidaya menjadi tujuan utamanya. Terakhir aspek pasar yang menjadi pertimbangan usaha budidaya sesuai permintaan pasar.

Menurutnya, Indonesia harus mampu menghasilkan benih lobster dari hasil pemijahan sendiri ataupun pemijahan buatan sehingga tidak lagi tergantung pada hasil tangkapan, Indonesia juga mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan dan pakan lobster, sehingga tidak bergantung pada ikan runcah.

“Untuk mendukung hal ini, KKP akan mengembangkan kampung-kampung lobster,” ungkapnya.

Pembicara lain, Dekan Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ph.D mengatakan bahwa tujuan pengelolaan lobster ini harus berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Indonesia adalah pusat keanekaragaman hayati, maka potensi Indonesia harus menjadi jaya termasuk lobster.

Hal yang perlu menjadi perhatian adalah mekanisme untuk mengatur penangkapan benih-benih lobster agar tetap tersedia untuk kesejahteraan. Selain itu, perlu juga diperhatikan mengenai mekanisme dan kebijakan untuk memanfaatkan benih-benih secara optimal.

Pada kesempatan tersebut, hadir juga sebagai pembicara Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dr. Kodrat Wibowo dan peneliti lobster Bayu Priyambodo, Ph.D. (rilis)*

Share this: