Hadapi Bonus Demografi, Kelompok Usia Kerja Masih Menjadi Masalah

Guru Besar

Laporan oleh Arif Maulana

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ganjar Kurnia, DEA, dalam diskusi “Satu Jam Berbincang Ilmu: Memahami Bonus Demografi” yang digelar secara virtual, Sabtu (13/2).*

[unpad.ac.id, 15/2/2021] Bonus demografi yang selama ini menjadi jendela peluang bagi pertumbuhan Indonesia ternyata menyimpan masalah bila tidak didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang baik.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ganjar Kurnia, DEA, memaparkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar bonus demografi bisa menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Satu di antaranya adalah adanya tenaga kerja yang besar dan berkualitas.

“Suplai tenaga kerja yang besar dan berkualitas akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Prof. Ganjar saat menjadi pembicara dalam diskusi “Satu Jam Berbincang Ilmu: Memahami Bonus Demografi” yang digelar secara virtual, Sabtu (13/2).

Sayangnya, kualitas SDM kelompok usia kerja Indonesia menghadapi bonus demografi masih jauh dari harapan.Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, persentase jumlah penduduk usia kerja (15 – 64 tahun) adalah sebesar 194 juta atau 69,2% dari penduduk Indonesia.

[irp]

Jumlah penduduk usia kerja tersebut ternyata belum seluruhnya mendapatkan pekerjaan.

Ketua Senat Akademik Unpad ini memaparkan, dari 131 juta penduduk produktif yang masuk ke dalam kelompok angkatan kerja, ada 7 juta penduduk yang menganggur. Selain itu, sekira 65% pekerja berada di sektor informal.

Sektor ini, menurut Prof. Ganjar, sangat rentan terhadap ketidakpastian pendapatan dan jaminan sosial.

Pandemi Covid-19 turut berdampak pada meningkatnya angka pengangguran. Data Badan Pusat Statistik pada November 2020 memaparkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) untuk kelompok laki-laki serta TPT perkotaan pada Agustus 2020 mengalami peningkatan. Rerata TPT pada 2020 mengalami peningkatan sebesar 7.07%.

“Jangankan mendapat pekerjaan baru, orang-orang yang selama ini sudah bekerja juga banyak yang menganggur,” tuturnya.

[irp]

Lebih lanjut Rektor ke-10 Unpad ini memaparkan, dari sisi pendidikan, rata-rata lama sekolah di Indonesia hanya 8,34 tahun. Ini berarti, target harapan lama sekolah sebesar 12,95 tahun tidak tercapai.

Persentase tingkat lulusan perguruan tinggi masih berkisar di angka 9,49%. Angka yang sedikit tersebut masih belum terserap seluruhnya di sektor kerja. Hal ini dibuktikan dengan data TPT menurut pendidikan pada 2019, TPT pendidikan tinggi sebesar 6,24%. Sementara TPT pendidikan paling tinggi berasal dari lulusan SMK, yaitu 8,63%.

Karena itu, bonus demografi jangan dipandang sebagai insentif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ada beragam masalah yang masih perlu dibenahi. “Jangan mengira ini adalah ‘bonus’. Orang-orang tidak tahu bahwa kondisi nyatanya seperti apa?” pungkasnya.*

Share this: