Laporan oleh Arif Maulana

Konsultan perpajakan TAXAcc Consulting Nur Hidayat saat menjelaskan mengenai aspek perpajakan atas penelitian dalam seminar daring “Kepatuhan Aspek Perpajakan untuk Operasional Penelitian”, Rabu (2/12).*

[unpad.ac.id, 2/12/2020] Dosen yang melakukan penelitian di lingkungan Universitas Padjadjaran diharapkan untuk mematuhi aspek perpajakannya. Ini disebabkan, seiring berubahnya Unpad sebagai PTN Badan Hukum, berpengaruh pula terhadap perlakuan perpajakannya.

Demikian disampaikan Direktur Keuangan dan Tresuri Unpad Edi Jaenudin, M.Si., Ak., CA, saat menjadi pembicara kunci dalam seminar daring “Kepatuhan Aspek Perpajakan untuk Operasional Penelitian”, Rabu (2/12).

Menurut Edi, status PTN Badan Hukum berpengaruh pada berbagai aspek. Di satu sisi, PTN Badan Hukum memiliki kewenangan yang lebih tinggi dari PTN BLU atau Satker. Namun, di sisi lain tanggung jawabnya pun bertambah.

Salah satu aspek yang berubah terkait perpajakan. Edi mengatakan, di aspek keuangan, seluruh penerimaan Unpad sebagai PTN Badan Hukum tidak lagi dimasukkan ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta tidak masuk ke APBN.

“Dampak keluarnya keuangan Unpad dari APBN membawa konsekuensi banyak terhadap perlakuan perpajakannya,” kata Edi.

[irp]

Sebelum PTN Badan Hukum, kewajiban perpajakan di Unpad terbilang rileks. Bahkan, Unpad tidak dikenakan pajak atas hasil operasinya.

Pasca-ditetapkan sebagai PTN Badan Hukum, Unpad sekarang ditetapkan sebagai Wajib Pajak Badan. Ini menyebabkan Unpad memiliki kewajiban perpajakan sebagai Wajib Pajak Badan.

Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Sumber Daya Unpad Prof. Dr. Ida Nurlinda, M.H., mengatakan, kewajiban perpajakan atas operasional penelitian merupakan bagian penting dalam mewujudkan kepatuhan Unpad terhadap peraturan terkait perpajakan.

Karena itu, dosen dan peneliti diharapkan juga memahami aspek perpajakan guna mewujukan aktivitas riset yang optimal. “Riset tidak saja mendatangkan inovasi tetapi prosesnya risetnya memenuhi good governance,” kata Prof. Ida.

Sementara itu, Konsultan perpajakan dari TAXAcc Consulting Nur Hidayat menjelaskan, ada beberapa aspek perpajakan yang terkait langsung dengan penelitian, antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat 2, serta Bea Meterai.

Alumnus Program Doktor Ilmu Ekonomi Unpad ini memaparkan, PPN pada penelitian meliputi pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak ini dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) saat melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

[irp]

PPN dikenakan dari mulai jalur produksi sampai kepada konsumen akhir. “Kalau dalam hal ini peneliti membeli BKP dan tidak akan dijual lagi, tentu itu akan menjadi konsumen akhir yang harus membayar PPN-nya,” kata Nur.

Sementara PPh Pasal 21 dibebankan terkait honorarium peneliti, asisten peneliti, staf administrasi ataupun orang pribadi yang diikutsertakan dalam penelitian. PPh Pasal 23 akan dibebankan jika penelitian menggunakan jasa konsultan atau jasa pihak ketiga serta melakukan persewaan atas aset.

PPh Pasal 4 Ayat 2 terkait dengan sewa. Nur menjelaskan, jika penelitian yang dilakukan memiliki jangka panjang, sehingga dibutuhkan sewa atas tempat sekretariat, maka peneliti akan dikenakan pajak tersebut.*

Share this: