FH Unpad Gelar Diskusi Seputar “Trade Facilitation Agreement”

Rilis: FH Unpad

trade facilitation agreement
Suasana Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) “Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dalam Kerangka WTO terkait dengan Persetujuan Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation Agreement) dan Implementasinya di Indonesia” yang digelar secara virtual, Selasa (22/9).

[unpad.ac.id, 30/9/2020] Pusat Studi Hukum Perdagangan Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) yang digelar secara virtual, Selasa (22/9).

Diskusi bertajuk “Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dalam Kerangka WTO terkait dengan Persetujuan Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation Agreement) dan Implementasinya di Indonesia” ini menghadirkan sejumlah pembicara yang berasal dari akademisi Unpad hingga para praktisi di pemerintahan. Diskusi dimoderatori Dosen FH Unpad Dr. Prita Amalia, M.H.

(baca juga: Ajaran Islam Banyak Diadopsi oleh Hukum Indonesia)

Narasumber pertama, Dosen FH Unpad Dr. Idris, M.H., menyampaikan pandangannya terkait Persetujuan Fasilitasi Perdagangan atau Trade Facilitation Agreement dalam sudut pandang Vienna Convention on the Law of Treaties (VCLT) tahun 1969.

Idris menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 26 VCLT yang menyatakan bahwa setiap perjanjian internasional yang telah diratifikasi adalah mengikat bagi para pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

“Sebagai perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 17/2017 tentang pengesahan Protocol Amending the Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization, maka Trade Facilitation Agreement mengikat Indonesia termasuk kewajiban negara untuk mengimplementasikannya,” kata Idris.

(baca juga: Jadi Bagian Penting dalam Perdagangan Internasional, Indonesia Butuhkan Ahli Hukum yang Andal)

Perwakilan Kementerian Perdagangan RI Franciska Simanjuntak menyampaikan terkait peluang dan tantangan Indonesia pasca-meratifikasi Trade Facilitation Agreement.

Menurutnya, Trade Facilitation Agreement bermanfaat untuk melancarkan arus peredaran  barang dan jasa dalam kegiatan ekspor maupun impor, menciptakan efisiensi waktu dan biaya perdagangan, meningkatkan pendapatan dan investasi negara, hingga mendorong peran UMKM dalam melakukan ekspor dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Trade Facilitation Agreement juga bertujuan untuk menciptakan kerjasama perdagangan yang efektif, mengurangi hambatan lalu linta ekspor-impor, dan memberikan bantuan teknis serta capacity building bagi negara berkembang dan LDC’s,” papar Franciska.

Sejauh ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengimplementasikan kategori A ketentuan Trade Facilitation Agreement. Dalam implementasinya, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan.

(baca juga: Duta Besar Uni Eropa Bicara Pentingnya Indonesia di Kawasan Eropa)

Tantangan tersebut antara lain, relatif tingginya biasa implementasi Trade Facilitation Agreement, diperlukan revisi dan pembentukan peraturan baru dalam rangka penyesuaian terhadap ketentuan persetujuan, serta tantangan peningkatan kapasitas SDM, infrastruktur, dan teknologi.

Narasumber ketiga, Kepala Seksi Bilateral IV, Direktorat Kepabeanan Internasional dan Antarlembaga, Ditjen Bea Cukai Firman Bunyamin menyampaikan materi terkait implementasi Trade Facilitation Agreement dan regulasi Ditjen Bea Cukai.

Seiring meningkatnya lalu lintas ekpor impor di Indonesia dan proses yang cukup panjang dalam pengurusan dokumen-dokumennya, ratifikasi Trade Facilitation Agreement diharapkan dapat mengatasi permasalah-permasalahan tersebut.

Firman mengatakan, Indonesia tetap berkomitmen untuk menerapkan seluruh peraturan Trade Facilitation Agreement dan secara optimal pada 2022. TFA juga diharapkan menjadi sebuah “evaluasi” bagi regulasi-regulasi dalam DJBC. DJBC sendiri terus mengembangkan pengaturan-pengaturan kepabeanan dengan disesuaikan dengan persetujuan.

(baca juga: Penyesuaian Pajak di Masa Pandemi Selamatkan Perekonomian)

Selanjutnya, Kepala Seksi Perancangan Sistem, Subdirektorat Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Perancangan Sistem Direktorat Penjaminan Mutu Lembaga National Single Window (NSW) Fachry Rozy Oemar memaparkan mengenai lembaga NSW.

Menurutnya, lembaga NSW merupakan perkumpulan yang terdiri dari kementrian dan Lembaga yang berfungsi untuk memfasilitasi dari sisi teknologi dan prosedur, agar para pelaku usaha bisa berkompetisi secara baik dengan mitra bisnis di negara lain.

“Lembaga NSW menyatukan segala urusan administrasi baik import dan eksport dalam satu pintu, sehingga diharapkan alur birokrasi semakin singkat sebagai salah satu bentuk komitmen negara-negara nggota WTO untuk mempermudah arus bisnis,” kata Fachry.

Penutup, Guru Besar FH Unpad yang juga ketua Pusat Studi Hukum Perdagangan Internasional dan Arbitrase FH Unpaf Prof. Huala Adolf, S.H, LL.M, Ph.D, menyampaikan materi terkait Perbandingan Implementasi Trade Facilitation Agreement di beberapa Negara, khususnya Malaysia, Thailand dan Vietnam.(arm)*

Share this: