Bahas “Flight Information Region”, ICASL FH Unpad Gelar Seminar Daring

Rilis

Flight Information Region
Suasana Seminar Daring “Flight Information Region (FIR) di Atas Kepulauan Riau dan Natuna: FIR dalam Perspektif Kedaulatan & Rekonstruksi Pengelolaan Ruang Udara Nasional Menghadapi Tantangan Pandemi COVID-19 ke Depan”, Kamis (10/9) lalu.*

[unpad.ac.id, 21/9/2020] Pusat Studi “Indonesia Center for Air and Space Law (ICASL)” Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) menggelar seminar daring melalui platform aplikasi Zoom, Kamis (10/9) lalu.

Seminar daring tersebut bertema “Flight Information Region (FIR) di Atas Kepulauan Riau dan Natuna: FIR dalam Perspektif Kedaulatan & Rekonstruksi Pengelolaan Ruang Udara Nasional Menghadapi Tantangan Pandemi COVID-19 ke Depan”.

Pembicara dalam webinar ini adalah Guru Besar FH Unpad Prof. Atip Latipulhayat, PhD, dan mantan Kepala Staf Angkatan Udara 2002-2005 Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim, serta tim penanggap Prof. Dr. Makarim Wibisono dan Indra Sanada Sipayung, LL.M. Seminar ini dimoderatori Dosen FH Unpad Dr. Prita Amalia.

(baca juga: Fakultas Hukum Unpad Pelopor Pendidikan Hukum Udara dan Ruang Angkasa Sejak 50 Tahun Lalu)

Prof. Atip memaparkan materi mengenai dasar hukum pengelolaan Flight Information Region dengan fokus terhadap Chicago Convention. Ia menjelaskan, terdapat dua persaingan kepentingan (competing interest) yang mendasari pengelolaan FIR, yaitu keamanan (safety) dan kedaulatan (sovereignty).

Guru Besar bidang Hukum Internasional Unpad ini juga menjelaskan mengenai sejarah dari pembentukkan FIR Riau dan Natuna serta key events yang menyebabkan FIR Riau dan Natuna sekarang berada di bawah kendali Singapura.

Menanggapi paparan Prof. Atip, Indra Sanada Sipayung berpendapat mengenai hubungan antara kedaulatan dan FIR. FIR seharusnya lebih mempertimbangkan aspek struktur lalu lintas udara dari sisi teknis dalam operasional dibandingkan mempertimbangkan batas negara.

(baca juga: Menyoal Naiknya Harga Tiket Pesawat Domestik)

“Penentuan FIR sendiri didasari oleh keselamatan, keamanan, dan efisiensi kedaulatan,” kata Indra.

Chappy Hakim menyampaikan materi berdasarkan sudut pandang seorang praktisi. Ia menerangkan seberapa pentingnya Flight Information Region Riau dan Natuna jika dikelola oleh Indonesia. Ini akan menjadikan FIR Riau dan Natuna sebagai exercise of sovereignty over Indonesia’s airspace.

Selain itu, Chappy juga menjelaskan sejumlah faktor yang menyebabkan permasalahan FIR Riau dan Natuna sampai sekarang belum terselesaikan, hingga menjelaskan mengenai perkembangan baru, terutama mengenai dampak pandemi Covid-19 bagi industri transportasi udara.

Prof. Dr. Makarim Wibisono, M.A. menanggapi presentasi Chappy Hakim. Menurutnya, kasus Flight Information Region bisa menimbulkan kasus lainnya.

(baca juga: Bagaimana Hukum Memandang Eksploitasi Manusia di Lautan di Luar Yurisdiksi Nasionalnya?)

“Merujuk kepada kasus Kamboja yang wilayahnya dikuasai negara lain. Namun, permasalahan tersebut selesai dalam rangka waktu yang cepat karena menggunakan jalur damai,” kata Prof. Makarim.

Karena itu, Prof. Makarim berpendapat bahwa kasus Flight Information Region dapat diselesaikan degan cara diskusi. Indonesia juga perlu mempersiapkan diri beberapa tahun ke depan untuk mengambil alih wilayah FIR tersebut.

“Indonesia perlu meningkatkan kualitas dan memperjelas kedudukan kemampuan Indonesia dalam mengelola ruang udaranya,” kata Prof. Makarim.(arm)*

Share this: