Rilis: Amicita Nurfatiha Zahra

Psikolog sekaligus praktisi psikodrama Iip Fariha menyampaikan mengenai psikodrama dalam seminar daring “Pengantar Psikodrama”, Minggu (26/7) lalu.*

[unpad.ac.id, 12/8/2020] Bagi yang pernah mendengar istilah psikodrama mungkin akan terpikir bahwa ini merupakan salah satu istilah dalam seni drama atau pertunjukan. Jangan salah, psikodrama merupakan salah metode terapi dalam psikologi.

Menurut Psikolog sekaligus praktisi psikodrama Iip Fariha, psikodrama merupakan salah satu metode terapi berbasis tindakan atau action untuk mempelajari keterampilan baru. Pertama kali dikembangkan oleh Dr. Jacob Levi Moreno di tahun 1920-an dan terus dilakukan pengembangan.

“Melalui psikodrama, individu memerankan kehidupannya sendiri, bukan berpura-pura seperti pada drama secara umum. Skenarionya dirancang berdasarkan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan mental atau bahkan bagi pertumbuhan pribadi,” ujar Iip saat menjadi pembicara dalam seminar daring “Pengantar Psikodrama”, Minggu (26/7) lalu, seperti dikutip dari laman Fakultas Psikologi Unpad.

(baca juga: Neuropsikologi Pengaruhi Proses Komunikasi)

Alumnus Fakultas Psikologi Unpad ini mengatakan, dengan menjalankan psikodrama, terbangun suasana yang membuat orang dapat mengekspresikan dirinya secara spontan, sehingga muncul perasaan diterima tanpa takut dihakimi.

Psikodrama dapat diterapkan di berbagai ranah psikologi. Pada ranah industri dan organisasi, psikodrama biasanya digunakan dalam proses asesmen, pelatihan, team building, dan pembentukan budaya perusahaan. Pada ranah klinis, psikodrama bisa digunakan tidak hanya untuk proses pengobatan, tetapi juga bisa digunakan sejak proses preventif.

Sementara pada ranah sosial dan eksperimen, psikodrama bisa digunakan karena menekankan proses keterlibatan anggota grup melalui teknik atau skenario tertentu. “Teknik ini juga digunakan untuk pengembangan diri,” tambahnya.

(baca juga: Psikolog Pendidikan Unpad Bagikan Tips Tingkatkan Prestasi Siswa Selama Pembelajaran Daring)

Psikodrama dapat dengan mudah dikolaborasikan dengan pendekatan dan jenis terapi lainya, sehingga lebih mudah digunakan oleh praktisi mana pun. Selain itu, psikodrama juga dapat digunakan oleh kelompok nonklinis dan nonpsikolog, sehingga  jangkauan peran praktisi psikodrama dapat saja berfungsi sebagai analis, produser, dan praktisi sosiometri.

Iip menjelaskan, dalam prosesnya, psikodrama melibatkan beberapa aturan main. Pertama, partisipasi spontan dan kreatif dari peserta. Pengarah psikodrama memberikan kesempatan pada semua orang untuk merasa nyaman berada dalam kelompok, sehingga anggota grup biasanya tidak merasa takut untuk menjadi dirinya sendiri.

Kedua adalah tidak adanya penghakiman (no judgement). Semua orang dalam grup diterima apa adanya. Ini akan melahirkan orang bebas berekspresi tanpa khawatir akan diberikan label.

“Ketiga adalah kesetaraan, baik director ataupun anggota grup memiliki kedudukan yang sama, sehingga orang merasa terlibat dan bertanggung jawab dalam kelompok sebagai anggota dengan kedudukan yang setara. Psikodrama menempatkan klien dalam terapi sebagai co-terapis, karena ia bertanggung jawab dengan prosesnya bersama-sama dengan terapis,” papar Iip yang sudah mempelajari psikodrama sejak 2016.

(baca juga: Selain Fisik, Jiwa dan Mental Juga Harus Sehat)

Dalam seminar daring yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Psikologi (Ikapsi) Unpad tersebut, materi dilanjutkan dengan membagi peserta menjadi beberapa kelompok dalam breakout room. Pada sesi ini, peserta dibagi berdasarkan peminatannya terkait psikologi (industri dan organisasi, klinis, pendidikan, perkembangan, dan sosial) dan berusaha menemukan hal yang menyenangkan dari peminatan tersebut.

Setiap kelompok terdiri atas 15-20 orang dan diskusi berlangsung selama 15 menit. Yang menarik dari hasil diskusi peserta adalah bahwa ada peserta yang masuk kelompok yang tidak sesuai dengan minatnya, sehingga muncul rasa empati pada grup dan penasaran terhadap room yang dimasuki. Selain itu, persebaran angkatan psikologi yang merata membuat pengalaman yang didapatkan peserta lebih beragam.

“Kegiatan ini ditujukan sebagai pengantar dalam memahami psikodrama, sehingga harapannya, psikodrama tidak hanya dipahami sebagai salah satu jenis psikoterapi, tetapi sebagai aplikasi metode yang lebih luas dan bertujuan untuk membentuk pengalaman terhubung satu sama lain dalam kelompok,” demikian penutup dari Iip.(art)*

 

Share this: